Korupsi Tumbuh Subur, Bukti Kegagalan Pendidikan Anti Korupsi?
Korupsi Tumbuh Subur, Bukti Kegagalan Pendidikan Anti Korupsi?
Oleh: Markiningsih (Komunitas Muslimah Rindu Jannah)
Sungguh mencederai akal. Bagaimana tidak. Di tengah rakyat yang kesulitan hidup layak, masih banyak pejabat yang tega melakukan korupsi.
Bagaikan jamur yang tumbuh subur di musim penghujan. Itulah ungkapan yang cocok untuk menggambarkan banyaknya korupsi di negeri ini.
Mega korupsi Pertamina, Pertamax dioplos, sangat menyakiti hati rakyat. Kasus terbaru, Minyak Kita yang kurang dari takaran. Membuat pemerintah makin tidak bisa dipercaya.
Korupsi Berjamaah
Kasus korupsi yang viral baru-baru ini adalah korupsi di Pertamina.
Korupsi yang berlangsung dari 2018-2023 ini, menyebabkan negara rugi mencapai Rp 193,7 triliun (www.beritasatu.com/25/2/2025).
Tujuh tersangka telah ditetapkan. Mereka adalah, berinisial RS selaku direktur utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF dari PT Pertamina Internasional Shipping. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAN selaku Benefical Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur utama PT Orbit Terminal Merak.
Tim Jampidsus dari Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan bahwa kerugian negara meliputi kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah melalui broker, impor bahan bakar minyak melalui broker, dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.
Banyak yang menilai, kasus ini praktik lama yang muncul kembali dengan melibatkan orang baru. Korupsi sudah mendarah daging di negeri muslim terbesar di dunia ini.
Padahal Indonesia pernah menggalakkan pendidikan anti korupsi. Namun korupsi tetap saja susah diberantas, bahkan makin subur. Dimana salahnya?
Akar Penyebab
Secara umum, penyebab dari penyimpangan para pejabat negara adalah faktor individual, yaitu sikap mental yang khianat, korup dan tidak amanah. Ditambah dengan lemahnya sanksi bagi pelaku korupsi yang tidak menjerakan, sehingga tindak pidana korupsi terus berulang.
Sistem demokrasi kapitalis dengan asasnya sekulerisme membuat orang bebas melakukan apa saja demi mendapatkan keuntungan pribadi/kelompok dengan menghalalkan segala cara. Sehingga tidak heran apabila individu masyarakat termasuk pejabat negara mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. Mereka memandang bahwa kebahagiaan bersumber dari materi. Sistem kapitalisme sekuler inilah akar masalahnya.
Kegagalan Pendidikan Anti Korupsi?
Di Indonesia, pemberantasan korupsi sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1967 dengan pembentukan Team Pemberantasan Korupsi (TPK). Kemudian, pada tahun 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan dalam kurun waktu tahun 2020-2024, pendidikan antikorupsi telah diterapkan di puluhan ribu satuan pendidikan di Indonesia, mulai dari jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
Namun faktanya hingga tahun 2025 ini, korupsi bukannya makin surut malah makin deras! Inilah bukti kegagalan pendidikan anti korupsi.
Mengapa tidak sukses? Karena diterapkannya sekulerisasi, dimana aturan agama dipisahkan dari kehidupan. Maka wajar jika seseorang melakukan korupsi, padahal tahu itu dilarang. Sebab tidak ada Idrak Silah Billah (kesadaran hubungan dengan Allah). Tidak ada perasaan diawasi dan tanggung jawab kelak di akhirat.
Dalam sistem kapitalisme sekuler, beragama hanya di ranah privat dan bersifat ritual semata. Tidak ada pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Ini disebabkan faktor keimanan yang lemah, akibat diserahkan pada masing-masing individu.
Walaupun dididik anti korupsi ribuan kali, jika tidak dibarengi dengan pendidikan keimanan dan ketaqwaan, akan percuma. Karena tanpa ilmu agama yang menuntun, kecintaan manusia akan harta duniawi ini menjadi tidak terarah. Menjadi selalu kurang dan kurang. Akibatnya akan terjadi korupsi, walaupun sudah memiliki gaji tinggi.
Teladan Khalifah yang Amanah
Seorang yang memiliki iman, tak akan menyentuh uang yang bukan miliknya, bahkan walaupun seratus rupiah pun. Inilah hasil didikan Islam, membuat seseorang merasa diawasi dan mempersiapkan bahwa segala perbuatannya kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Tercatat dalam tinta emas sejarah, teladan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau yang awalnya hidup bermewah-mewah sebelum diangkat menjadi Khalifah, namun berubah drastis setelah menjadi Khalifah. Menjadi sangat zuhud dan senantiasa berhati-hati.
Pernah dikisahkan, ketika Umar bin Abdul Aziz sedang bekerja di kantornya, datang anaknya. Umar berkata: "Kamu datang untuk urusan pribadi atau negara?" Karena dijawab urusan pribadi, maka Umar bin Abdul Aziz segera mematikan lampu kantor. Kata beliau, "Aku tidak mau menggunakan lampu milik rakyat untuk urusan pribadi." Akhirnya mereka berdua bicara dalam kondisi bergelap-gelapan!
Masya Allah, inilah mestinya yang dijadikan teladan pejabat hari ini. Khalifah yang sangat amanah, takut memakai harta rakyat untuk keperluan pribadi. Rasa takut ini muncul dari ilmu agama yang dimiliki, yang mengajarkan iman kepada Allah. Bukan dari pendidikan anti korupsi.
Selain itu, akan ditegakkan juga sanksi yang tegas berupa uqubat sebagai zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).
Tentu saja tidak gebyah uyah, sebelumnya akan dilakukan pencegahan terlebih dahulu dengan pengawasan oleh individu yang bertakwa, amar makruf nahi mungkar di masyarakat, serta negara. Khalifah akan memperhatikan kesejahteraan para pejabat negara, dengan penggajian yang layak. Hal ini diharapkan akan meminimalisir terjadinya korupsi.
Wallahu a'lam bishowab.
COMMENTS