Mental Health Gen Z
Mental Health Generasi Di Ambang Cemas, Dimana Negara?
Oleh : Murni Supirman (Aktivis Muslimah)
Baru-baru ini Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga / Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merilis data menyebut ada 15,5 juta orang atau setara 34,9 persen dari total remaja di Indonesia menderita kesehatan mental. Wakil Menteri Kementerian Kependudukan Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka mengatakan generasi muda saat ini memang menghadapi tantangan yang semakin kompleks, salah satunya adalah isu kesehatan mental di kalangan remaja.
Data tersebut merupakan hasil survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey pada 2024. Merujuk pada data tersebut, Isyana mengatakan BKKBN telah lama mewadahi komunitas remaja melalui program Generasi Berencana (GenRe). Program ini berada di tingkat desa hingga nasional. (tempo.co)
Banyaknya remaja yang menderita kesehatan mental menjadi indikasi betapa lemahnya periayaan negara dalam menjamin pendidikan yang layak bagi generasi. Mimpi generasi emas 2045 yang diharapkan selama ini harus pupus, bahkan mustahil untuk terwujud jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa adanya evaluasi di segala lini khususnya pada sektor pendidikan terutama pada kurikulumnya.
Penyakit mental dalam sistem sekuler adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa terhindarkan sebab sistem ini lahir dari aturan manusia yang haus validasi dan kepentingan bahkan kebanyakan aturannya tidak sesuai dengan fitrah manusia. Bahkan studi terkini mengungkapkan masalah yang tak terbantahkan bahwa Gen Z adalah generasi yang paling tertekan dan cemas jika dibandingkan dengan generasi lain bahkan persentase signifikan individu Gen Z melaporkan mengalami gejala depresi dan kecemasan berlebih. (www.pacificoaks.edu)
Kondisi ini tentu lahir dari penerapan sistem yang salah dari akarnya. Kita tahu betul negara hari ini secara sadar menerapkan sistem sekuler kapitalisme yang mewarnai kehidupan dalam berbagai aspek. Pendidikan sekuler misalnya, telah memberi sumbangsih dalam membentuk remaja berperilaku liberal yang gagal memahami jati dirinya sendiri. Hari ini remaja didominasi oleh pemikiran barat sekuler yang dikit-dikit insecure dengan keadaan dan potensi dirinya. Hingga kebanyakan remaja hari ini gagal memahami bagaimana penyelesaian shahih atas segala persoalan kehidupannya.
Hari ini generasi hidup berdampingan dengan teknologi yang memaksa mereka mengikuti perkembangan zaman. Kemajuan teknologi yang terus berkembang telah menciptakan tekanan tambahan pada mental generasi Z dan mirisnya negara tidak hadir dalam membersamai generasi yang membutuhkan dukungan dalam menghadapi tantangan hari ini. Negara bahkan tidak memfasilitasi pendidikan yang layak untuk menghadapi tantangan di era digital. Negara berlepas tangan dan membiarkan generasi bertarung sendiri.
Kelemahan mental pada generasi dipengaruhi banyak hal, salah satunya adalah pandangan hidup masyarakat yang berasas sekuler kapitalisme. Efeknya tentu dirasakan pula oleh generasi sebab paradigma yang melekat dibenak masyarakat adalah materi sebagai sumber kebahagiaan.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kesehatan mental pada generasi Z hari ini di antaranya tekanan akademik. Persaingan yang ketat dalam mencapai kesuksesan, dan tekanan serta harapan akademik yang tinggi memicu kondisi mental yang besar. Belum lagi paparan media sosial yang konstan memicu perasaan tidak memadai dan kurangnya rasa percaya diri. Ditambah ketidakpastian ekonomi di masa depan yang tidak stabil menyebabkan kecemasan dini bagi generasi. Dan faktor utama dari masalah kesehatan mental pada generasi adalah minimnya ilmu agama sebagai filter perilaku dan aktifitas sehingga sulit mengcounter segala pemahaman dan pemikiran dari luar. Yang lebih parah yakni Isu-isu seperti perubahan iklim, penembakan massal, kekerasan rasial, dan epidemi opioid ikut memberi sumbangsih kecemasan akut.
Fenomena ini menunjukkan ada yang salah dalam sistem hari ini. Bahkan bisa dikatakan sistem pendidikan hari ini telah gagal mencetak individu yang bermental kuat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang berdiri diatas asas pemisahan agama dari kehidupan.
Berbeda dengan Islam. Kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas. Melalui penerapan diberbagai sistem kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Islam mewajibkan negara membangun sistem pendidikan yang berasas aqidah Islam. Negara juga wajib menyiapkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi guna pembangun peradaban Islam yang mulia, yang bermental kuat.
Negara berkewajiban mewujudkan sistem Kesehatan Masyarakat yang hidup dibawah periayaannya. Pendidikan berbasis aqidah Islam tentu mampu membentuk karakter yang kuat fisik dan psikologisnya. Untuk itu dalam Sistem Islam negara fokus pada pembentukan kepribadian anak didik dan negara memastikan kurikulum yang diterapkan mampu membentuk pola pikir dan pola sikap Islami. Negara akan menetapkan kebijakan untuk menjauhkan remaja dari segala pemikiran yang bertentangan dengan Islam, yang menyebabkan remaja blunder dengan persoalan hidupnya.
Di sisi lain, penerapan syariat Islam kaffah oleh negara tentu akan menjamin terwujudnya kesejahteraan dan ketentraman jiwa di tengah masyarakat. Pemanfaatan SDA yang dikelola mandiri oleh negara akan disalurkan ke masyarakat dalam bentuk pelayanan publik baik dalam bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan tersedianya banyak lapangan kerja yang mudah diakses oleh siapapun secara gratis tanpa biaya.
Dengan terpenuhinya hak dan kewajiban tersebut tentu berpengaruh pada mental masyarakat dan generasi tidak lagi harus mengalami mental illness yang secara tobi'inya ingin hidup tenang bahkan ketika ujian datang akalnya mampu mencerna mana yang merupakan qadla dari Allah dan mana yang merupakan pilihan. Sehingga masyarakat yang hidup di bawah sistem Islam jauh dari perasaan was was apalagi cemas. Wallahu'alam
COMMENTS