Gencatan Senjata: Tipu Daya atau Solusi? Memahami Jihad dan Khilafah dalam Konteks Konflik Palestina
Gencatan Senjata: Tipu Daya atau Solusi? Memahami Jihad dan Khilafah dalam Konteks Konflik Palestina
Penulis : Lilisumi
Gencatan senjata yang baru-baru ini disepakati antara Israel dan Hamas telah menciptakan euforia di kalangan umat Islam, terutama di Indonesia. Namun, banyak yang berpendapat bahwa gencatan senjata ini hanyalah sebuah tipu daya yang tidak akan menyelesaikan masalah mendasar yang dihadapi Palestina. Artikel ini akan membahas pandangan tersebut, mengaitkannya dengan konteks sejarah dan situasi terkini di Gaza.
Latar Belakang Gencatan Senjata
Setelah lebih dari 460 hari agresi militer Israel yang mengakibatkan lebih dari 46.000 kematian warga Palestina, kesepakatan gencatan senjata akhirnya dicapai pada 19 Januari 2025[1][4]. Kesepakatan ini meliputi pertukaran sandera dan tahanan, serta penarikan pasukan Israel dari wilayah pemukiman padat penduduk di Gaza[3][5]. Meskipun ada harapan untuk perdamaian, banyak yang skeptis terhadap niat sebenarnya dari kedua belah pihak.
Euforia Gencatan Senjata
Euforia di kalangan umat Islam, terutama di Indonesia, terlihat jelas dalam aksi bela Palestina yang dilakukan pada 26 Januari 2025. Aksi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang situasi di Palestina dan menekankan pentingnya jihad dan tegaknya khilafah sebagai solusi hakiki. Dalam pandangan ini, gencatan senjata dianggap sebagai langkah sementara yang tidak menyelesaikan akar masalah penjajahan dan genosida terhadap rakyat Palestina.
Kritik Terhadap Gencatan Senjata
Banyak aktivis dan pemimpin komunitas Islam berpendapat bahwa gencatan senjata hanyalah sebuah strategi untuk memberikan jeda bagi pihak-pihak tertentu tanpa menyelesaikan konflik secara menyeluruh. Mereka berargumen bahwa selama gencatan senjata berlangsung, Israel terus melakukan serangan udara yang mengakibatkan korban jiwa di Gaza[5]. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesepakatan formal, realitas di lapangan tetap brutal.
Peran Amerika Serikat dan Komunitas Internasional
Amerika Serikat telah memainkan peran penting dalam konflik ini, sering kali mendukung tindakan Israel. Baru-baru ini, Donald Trump mengungkapkan rencana untuk "mengosongkan" Gaza jika Hamas gagal memenuhi tenggat waktu untuk membebaskan sandera[2]. Ini menunjukkan bahwa tekanan dari pihak luar juga mempengaruhi dinamika konflik.
Di tengah konflik ini, jumlah jurnalis yang terbunuh di Gaza juga meningkat drastis. Serikat Jurnalis Palestina melaporkan bahwa lebih dari dua kali lipat jumlah jurnalis terbunuh dibandingkan rata-rata global[3]. Hal ini menunjukkan betapa berbahayanya kondisi kerja bagi jurnalis di daerah konflik seperti Gaza.
Jihad dan Khilafah Sebagai Solusi
Dalam konteks ini, beberapa kelompok menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mencapai keadilan bagi Palestina adalah melalui jihad dan tegaknya khilafah. Mereka percaya bahwa kesadaran umat harus dibangun untuk memahami pentingnya perjuangan ini. Bulan Rajab dan peringatan Israk Mikraj dimanfaatkan sebagai momentum untuk mendorong umat Islam agar lebih sadar akan akar masalah penjajahan Palestina.
Kesimpulan
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas mungkin memberikan harapan sementara bagi warga Gaza, tetapi banyak yang percaya bahwa tanpa solusi yang lebih mendalam seperti jihad dan tegaknya khilafah, masalah Palestina tidak akan pernah terpecahkan. Umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia, perlu terus berjuang untuk keadilan dan membangun kesadaran akan pentingnya dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Referensi:
[2] https://www.antaranews.com/berita/4439609/jumlah-jurnalis-terbunuh-di-gaza-lebih-dari-2-kali-rata-rata-global
[3] https://news.detik.com/internasional/d-7734685/ini-rincian-perjanjian-gencatan-senjata-hamas-israel-yang-berlaku-19-januari
[4] https://www.antaranews.com/berita/4588046/palestina-dan-israel-sepakati-gencatan-senjata-simak-ketentuannya
[5] https://www.kompas.id/artikel/gencatan-senjata-gaza-tercapai
COMMENTS