GAGASAN DUA NEGARA BUKAN SOLUSI PALESTINA
GAGASAN DUA NEGARA BUKAN SOLUSI PALESTINA
Oleh: Kasma Asmara (Pena Ideologis Maros)
Israel dan Hamas akhirnya sepakat untuk memulai gencatan senjata pada Minggu (19/01/25) yang dimediasi oleh Qatar. Genozida Zionis Israel terhadap warga gaza telah berlangsung kurang lebih 15 bulan sejak 7 Oktober 2023 lalu. Genosida besar-besaran di Gaza telah merenggut lebih dari 46.700 nyawa. Poin utama perjanjian adalah Perjanjian gencatan senjata akan mencakup jeda pertempuran selama tiga minggu dan pembebasan puluhan sandera Israel dan ratusan tahanan Palestina. Hamas sepakat membebaskan 33 sandera Israel, termasuk tiga tentara wanita, sementara Zionis Israel akan melepaskan 737 tahanan Palestina secara bertahap. Warga Gaza dibiarkan kembali ke rumah-rumah mereka. Selain itu, bantuan kemanusiaan dari luar juga telah dibuka secara masif masuk ke Gaza yakni 600 truk per hari.
Sebenarnya gencatan senjata ini terjadi bukan karena desakan donal Trump melainkan karena Zionis Isr4el Laknatullah tidak sanggup mematahkan rakyat Gaza. Berbagai penderitaan yang dialami rakyat gaza seperti kelaparan sampai pembunuhan tapi mereka tetap sabar dan teguh dengan perlawanannya yang tiada henti untuk mempertahankan tanahnya yang telah direbut oleh zionis. Hal itu rupanya membuat penjajah itu gentar dari pertahanannya yaitu setuju melakukan gencatan senjata.
Gencatan senjata menyita perhatian dunia termasuk Indonesia. Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono melalui X, Kamis (16/1), mengatakan langkah penting yang harus dilakukan pasca kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel adalah memastikan perjanjian ini dilaksanakan segera dan secara komprehensif untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. Kekejaman Israel di Palestina telah memakan korban puluhan ribu nyawa warga Palestina, ungkapnya.
Beliau menambahkan bahwa mewakili Indonesia, berharap gencatan senjata ini bisa menjadi momentum untuk mendorong perdamaian di Palestina, yang hanya mungkin terwujud jika Palestina merdeka dan berdaulat, sesuai solusi dua negara yang telah disepakati masyarakat. Indonesia juga siap berkontribusi kepada upaya pemulihan kehidupan bermasyarakat di Gaza melalui bantuan kemanusiaan, dukungan terhadap peran UNRWA, atau upaya rekonstruksi Gaza (internasional.voaindonesia.com/17/01/25)
Pembentukan Dua Negara bukan Solusi
Banyak yang berpikir bahwa hingga saat ini, “solusi dua negara” menjadi solusi paling realistis bagi penyelesaian masalah Palestina. Menurut mereka, implementasi solusi dua negara yang sesuai dengan parameter internasional, yakni berupa gencatan senjata dan pengakuan atas kemerdekaan Palestina, akan menjadi jalan terbaik untuk menciptakan perdamaian yang abadi di sana.
Padahal Gagasan “solusi dua negara” sejatinya adalah gagasan yang tidak beralasan melihat palestina adalah tanah kharaj milik umat Islam. Munculnya problem Palestina, yakni ketika pada 1922 Inggris mendapat Mandat LBB untuk mengurus wilayah ini pascakekalahan Khilafah Utsmani pada Perang Dunia I. Saat itu, Inggris sengaja membiarkan migrasi besar-besaran bangsa Yahudi yang terusir dari Eropa ke Palestina dan membiarkan mereka merajalela merampas tanah milik bangsa Palestina tersebut. Sehingga wajar jika akhirnya muncul konflik berkepanjangan antara bangsa pendatang tersebut dan penduduk asli Palestina yang ingin mempertahankan tanah miliknya. Kemudian, pada tahun berikutnya yaitu 1948, di bawah persetujuan PBB, AS membidani pendirian “Negara Yahudi”.
Kemudian pada masa-masa setelahnya, solusi dua negara tersebut tetap tidak cukup layak untuk menghentikan kerakusan Yahudi yang ingin merebut seluruh tanah Palestina. Mereka makin intens melakukan kekejaman pada rakyat Palestina dengan pengusiran dan pembunuhan untuk mendapatkan wilayah Palestina. Namun sayangnya, rakyat Palestina berjuang sendiri sementara negeri-negeri kaum muslim diberbagai wilayah disibukkan dengan urusan negara masing-masing yang tersekat dalam ikatan nasionalisme. Yang bisa dilakuakan hanya mediasi untuk mengambil jalan tengah (damai) karena mereka sejatinya terikat hubungan diplomatik dengan bangsa-bangsa kafir penjajah.
Meskipun gencatan senjata ini membawa kegembiraan dan kelegaan bagi masyarakat Gaza, tetapi tidak berarti aman dari penipuan dan pengkhianatan kaum pengkhianat dan pelanggar perjanjian sebagaimana yang difirmankan Allah Swt dalam QS Al-Baqarah: 100, “Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya? Sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman.”
Khilafah adalah Solusi
Dan ini terbukti setelah di sepakati gencatan senjata, 4 hari sebelum pemberlakuan Tentara Israel terus melayangkan kebrutalannya ke warga gaza yang menewaskan 82 orang. Artinya gencatan senjata bukanlah solusi.
Disisi lain, Sungguh, kita tidak bisa berharap masalah Palestina selesai di tangan mereka yang nunut pada agenda Barat. Kita butuh kehadiran institusi politik Islam yang tidak tunduk pada Barat dan siap melawan narasi negara adidaya soal solusi dua negara ini. Solusinya adalah Khilafah yang mengurus umat dengan Al-Qur’an dan Sunah. Khilafah inilah yang akan menyatukan seluruh potensi umat Islam, termasuk memobilisasi seluruh kekuatan, termasuk militernya untuk berjihad membebaskan Palestina.
Oleh karenanya, upaya dakwah memahamkan umat dengan ideologi Islam, menjadi sangat urgen dilakukan di tengah umat Islam hari ini. Hanya saja proyek berat ini tidak mungkin dilakukan sendirian. Ia harus dilakukan bersama kelompok dakwah yang punya keyakinan lurus, serta cita-cita besar dan misi yang jelas dalam menapaki jalan kebangkitan yang realisasinya telah Allah dan Rasul janjikan.
“Dan sungguh, janji Kami telah tetap bagi hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) mereka itu pasti akan mendapat pertolongan.” (QS Ash-Shaffat: 171—172)
Wallahu'alam bishawab
COMMENTS