Hari Anak Nasional di Tengah Generasi Penuh
Euforia Hari Anak Nasional di Tengah Generasi Penuh Cemas
Oleh: Riska Fadliah Anggraini | Part of Yuk Move On Selayar
Peringatan Hari Anak Nasional 2024 pada 23 Juli lalu menjadi momen penting dengan puncak acara yang dilaksanakan di Jayapura, Papua. Pemerintah setempat melibatkan 7.000 anak untuk menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo, sebagai bentuk penghormatan dalam acara tersebut. Tema yang diusung pada tahun ini adalah "Anak Terlindungi, Indonesia Maju." Penetapan Papua sebagai lokasi perayaan puncak Hari Anak Nasional merupakan arahan Presiden dan Ibu Iriana, agar kemeriahan ini dapat dirasakan oleh anak-anak di daerah terpencil dan terluar, seperti Papua.
Kemeriahan perayaan ini disambut antusias oleh masyarakat Papua. Namun, sayangnya, perayaan ini hanya bersifat sementara dan tidak dapat dirasakan oleh seluruh anak-anak di Papua atau Indonesia pada umumnya. Data menunjukkan bahwa hingga hari perayaan, masih banyak anak di Papua yang mengalami kelaparan dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini menunjukkan bahwa peringatan Hari Anak Nasional lebih cenderung menjadi euforia sesaat, tanpa dampak nyata bagi kehidupan anak-anak.
Berulang kali peringatan Hari Anak Nasional diselenggarakan, tetapi kenyataannya masih banyak permasalahan serius yang dialami oleh anak-anak di Indonesia. Angka kriminalitas yang melibatkan anak dan remaja terus meningkat, mulai dari kasus pinjaman online ilegal, judi online, tawuran, perzinahan, hingga berbagai pelanggaran lainnya. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar tentang hakikat dan esensi dari perayaan Hari Anak Nasional.
Selain itu, peran keluarga sebagai pendidik utama anak-anak bangsa semakin melemah. Tuntutan hidup dalam sistem kapitalisme sekuler yang mencekik menjadikan keluarga kehilangan fungsi utama mereka, sehingga nilai-nilai moral dan akhlak anak bangsa terkikis. Akibatnya, banyak anak tumbuh menjadi generasi yang penuh kecemasan dan mengalami kerusakan moral.
Berbeda dengan kondisi ini, dalam sistem Islam, generasi muda mendapatkan perhatian penuh sesuai dengan syariat. Negara memiliki peran sentral dalam memenuhi kebutuhan anak-anak, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan. Di sisi lain, keluarga didorong untuk menjalankan perannya dalam mendidik generasi yang kuat dan berkualitas. Sistem Islam tidak hanya menghadirkan euforia, tetapi menciptakan generasi yang percaya diri, berakhlak mulia, dan mampu memberikan pengaruh positif seperti generasi Islam terdahulu.
Dengan kepribadian Islam yang kokoh, generasi muda akan tumbuh tanpa kecemasan, menjadi harapan bangsa, dan membawa perubahan yang bermakna bagi masa depan.
COMMENTS