#BebaskanPalestina #ThufanulAqsa

BANYAK JALAN MENUJU ROMA, SATU JALAN MENUJU PEMBEBASAN PALESTINA

Oleh : Fitri Ayu F.
(Klinik Literasi Muslimah)

Setahun lebih berjalan sejak meletusnya Thufanul Aqsa pada Oktober 2023 lalu, warga Gaza masih dalam keadaan porak-poranda. Korban terus berjatuhan, bangunan runtuh dimana-mana, puing-puing dinding rumah berserakan di jalan-jalan, tenda-tenda pengungsian berdiri kuyu di Bureij, juga di area Gaza Tengah lainnya. Ketenangan masih menguap dan pecah di langit Gaza, menyisakan tangis pilu milik mereka yang kehilangan keluarga dan doa-doa meminta pertolongan yang merangkak naik ke haribaan Sang Pencipta.

Sebuah kondisi yang sangat menyedihkan sekaligus mengerikan bagi mereka yang peduli akan hak-hak kemanusiaan dan khususnya bagi kaum muslimin yang memiliki ikatan kuat melebihi perasaan sekadar menaruh empati, yakni ikatan akidah.

Posisi Strategis Palestina

Palestina merupakan bagian dari Negeri Syam yang termasuk di dalamnya Lebanon, Yordania dan Suriah. Negeri ini telah didoakan keberkahannya oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Ibnu Umar. Selain itu, di dalam wilayah Palestina terdapat Baitul Maqdis yang merupakan kiblat pertama umat Islam. Baitul Maqdis juga disinggahi nabi pada saat perjalanan menakjubkan Isra’ Mi’raj menuju Sidratul Muntaha. Beliau bahkan salat berjamaah mengimami para nabi dan rasul di sana.

Palestina pun merupakan tanah Kharajiyah, tanah milik kaum muslimin sebagaimana yang telah disebutkan oleh Umar bin Khattab ra. saat dilakukan futuhat Palestina di masanya. Dari beberapa poin di atas, tidak mengherankan apabila Palestina punya tempat tersendiri di hati umat Islam.

Keistimewaan wilayah Palestina bukan hanya dilihat dari sisi historinya dalam tiga agama, tetapi juga letak geografisnya di mata dunia. Palestina berada di area strategis yang terletak di ujung timur Laut Mediterania. Wilayahnya berbatasan dengan Mesir yang menaungi Terusan Suez, sebuah terusan kapal selayaknya pipa terbuka yang menghubungkan Laut Mediterania dengan Laut Merah, sekaligus menjadi salah satu jalur pelayaran paling krusial antara Eropa dan Asia.

Satu dugaan kuat santer terdengar perihal Israel hendak membangun jalur maritim tandingan di sisi Selatan Gaza yang akan menghubungkan Laut Mediterania dan Teluk Aqabah bernama Terusan Ben Gurion. Sebuah rencana besar yang dirancang oleh perdana menteri pertama Israel; David Ben Gurion. Proyek ambisius itu disebut-sebut menjadi alasan lain yang menjadi sebab penyerangan brutal Israel terhadap Gaza -di samping membalas serangan dari Hamas.

Palestina juga memiliki sumber daya alam yang potensial. Menurut studi UNCTAD tahun 2019, wilayah Palestina yang diduduki (oPt) terletak di atas cadangan minyak dan gas alam yang cukup besar, di Area C Tepi Barat dan pantai Mediterania di lepas Jalur Gaza. Ladang gas alam di Laut Mediterania ini dinamakan Leviathan. Penemuan baru gas alam di Cekungan Levant berada pada kisaran 122 triliun kaki kubik sementara minyak yang diperoleh diperkirakan mencapai 1,7 miliar barel.

Namun demikian, sebuah artikel di laman theconversation.com menyatakan bahwa Israel tidak bisa menghilangkan pengaruh Mesir dan Arab Saudi dalam ambisinya mengembangkan Terusan Suez, lapangan gas Leviathan, hingga mewujudkan Ben Gurion Canal Project. Menormalisasi hubungan diplomatik dan melakukan kerja sama pembangunan ekonomi lalu menggempur wilayah berpotensi tinggi Palestina sebagai negara strategis penghubung akses sumber daya energi dan jalur ekonomi menjadi bias ekonomi Israel dalam konflik di Gaza (18/01/2024).

Berbagai Upaya Pembebasan

Rentetan kejahatan ini tentu saja mengundang banyak protes dari seluruh penjuru dunia. Orang-orang muslim maupun non muslim mulai turun ke jalan menyatakan dukungan hingga cuitan di media sosial yang mencaci perbuatan biadab itu. Usaha boikot terhadap produk-produk yang berafiliasi dengan sang penjajah pun merebak dimana-mana, hingga beberapa toko produk tersebut harus tutup. Namun, cara ini juga ternyata belum mampu menghentikan secara total aksi penjajahan.

Sementara gencatan senjata dan beberapa perundingan yang telah dilakukan selalu tidak pernah berakhir sesuai yang direncanakan. Berharap pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sejak berdirinya memproklamirkan visi perdamaian juga terdengar mustahil, sebab di dalamnya ada Amerika, sekutu Zionis Israel yang tidak akan pernah memberikan kemerdekaan untuk Palestina. Sekali hak veto dikeluarkan oleh Negeri Paman Sam itu, maka suara terbanyak dari negara-negara pro Palestina dalam lingkaran meja perserikatan itu pun tidak akan berarti apa-apa.

Kaum muslimin pada akhirnya kebingungan ke mana masalah Palestina sepatutnya diserahkan. Sebab, mirisnya, penguasa negeri-negeri muslim hari ini juga seolah tak berkutik. Bahkan bebas berjabat tangan dan tersenyum semringah di hadapan penjajah yang berlumur darah kaum muslimin. Hanya kecaman yang tersisa, yang bahkan tak bisa menggeser sedikit pun kaki penjajah dari bumi para nabi.

Solusi Sistem Islam

Sudah saatnya kita mengambil langkah nyata untuk pembebasan Palestina. Dimulai dari diri sendiri yakni mengenyahkan belati pemikiran apatis itu. Menggantinya dengan pemikiran Islam yang menyadari bahwa hal terpenting saat ini adalah persatuan umat dalam bingkai kepemimpinan sistem Islam.

Dalam Islam, negara wajib melepaskan diri dari genggaman kekuasaan negara lain dan tidak mudah tunduk pada mereka. Sehingga pemimpin dalam sistem Islam juga tidak akan bertoleransi, diam saja menonton pertunjukan drama zionis di Palestina. Dia akan bergerak mengomandoi jihad untuk membebaskan muslim yang didzolimi di berbagai penjuru dunia. Sebab, ini adalah kewajiban yang berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt kelak.

Peristiwa bersejarah ini terjadi di masa Umar bin Khattab ra. dan Shalahuddin al-Ayyubi. Perlindungan atas tanah Palestina merupakan hal yang tidak bisa dikompromikan atas nama apapun itu.

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad SAW. bersabda:
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.”

Maka, patutlah kita merindukan sosok pemimpin setegas Sultan Abdul Hamid II pada masa Kekhilafahan Turki Utsmani tahun 1902 ketika Theodore Herzl a.k.a Bapak Zionis Yahudi datang meminta wilayah Palestina dengan berbagai imbalan. Saat itu, khalifah menolak dengan sangat tegas dan mengatakan bahwa dia tidak akan melepaskan Palestina walau sejengkal karena tanah tersebut bukan miliknya sendiri tapi hak umat Islam.

Begitulah seharusnya pemimpin kaum muslimin. Dia tidak akan bermanis muka di hadapan para musuh-musuh Islam, terus memusatkan perhatian penuh pada upaya pembebasan Palestina dan tidak akan mengabaikannya begitu saja, apalagi berharap pada kemurahan hati musuh untuk menghilangkan penjajahan.

Lalu, siapakah pemimpin kaum muslimin selanjutnya yang akan membebaskan bumi penuh berkah ini? Bisa jadi panglima itu lahir dari rahimmu dan terbentuk di bawah didikanmu, wahai muslimah penyongsong peradaban Islam yang agung nan mulia. Wallahu a’lam bishshawwab.