Hukuman korupsi
Ketidakadilan Hukum Korupsi di Indonesia
Korupsi telah lama menjadi masalah kronis di Indonesia. Walau berbagai pemerintahan telah berjanji untuk memberantasnya, kenyataan menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap koruptor sering kali lemah dan tidak adil. Artikel ini akan membahas realitas korupsi di Indonesia, kesenjangan hukum yang terjadi, dan bagaimana solusi Islam dapat diterapkan untuk mengatasi masalah ini.
Fakta Korupsi di Indonesia
Indonesia menghadapi berbagai kasus korupsi besar yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Beberapa kasus besar meliputi:
- Kasus BLBI: Kerugian negara mencapai Rp138 triliun (Kompas).
- Korupsi PT Asabri: Kerugian negara Rp23,7 triliun (Tempo).
- Kasus PT Jiwasraya: Kerugian negara Rp16,8 triliun (Detik).
- Proyek Hambalang: Kerugian negara Rp706 miliar (Liputan6).
- Kasus Harvey Moeis: Kerugian negara Rp300 triliun, dengan hukuman hanya 6,5 tahun penjara (Kompas).
Kasus-kasus ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum, terutama terhadap pelaku korupsi kelas kakap.
Kesenjangan Hukum: Korupsi vs Kejahatan Kecil
Kesenjangan hukum terlihat mencolok dalam perbandingan hukuman kasus korupsi dan kejahatan kecil:
- Koruptor dengan kerugian negara hingga ratusan triliun sering hanya dihukum beberapa tahun penjara, seperti kasus Harvey Moeis.
- Sebaliknya, pelaku pencurian kecil, seperti mencuri ayam atau sandal, bisa dihukum lebih berat, seperti 5 tahun penjara untuk pencurian ayam (BBC Indonesia).
Ketidakadilan ini bertentangan dengan prinsip Islam yang menekankan keadilan tanpa pandang bulu. Firman Allah SWT:
“Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah: 8)
Janji Pemberantasan Korupsi dan Realitanya
Prabowo Subianto, dalam kampanye presiden, berjanji memberantas korupsi hingga ke akarnya. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa banyak kasus besar belum terselesaikan, seperti dugaan korupsi Dana Otonomi Khusus Papua dan proyek infrastruktur LRT Jakarta.
Janji politik sering tidak diiringi tindakan konkret, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terus menurun.
Lemahnya Hukum Korupsi dari Masa ke Masa
Sejarah menunjukkan bahwa lemahnya penegakan hukum terhadap korupsi terjadi di hampir semua era pemerintahan:
- Soekarno: Korupsi dianggap masalah administratif.
- Soeharto: Budaya KKN merajalela, dengan perlindungan politik kepada pelaku korupsi.
- Reformasi: KPK dibentuk, namun tekanan politik melemahkan lembaga ini.
- SBY: Banyak kasus besar terhenti di meja penyidikan.
- Jokowi: Revisi UU KPK dianggap melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Solusi Islam untuk Mengatasi Korupsi
Islam menawarkan pendekatan holistik untuk memberantas korupsi, meliputi:
- Pendidikan moral: Menanamkan nilai kejujuran dan rasa takut kepada Allah sejak dini.
- Pengawasan publik: Melalui mekanisme hisbah, masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi pejabat.
- Hukuman tegas: Dalam Islam, hukuman untuk pelaku korupsi meliputi ta’zir, pemotongan tangan, atau pengembalian harta curian ke baitul mal.
“Barang siapa yang kami pekerjakan atas suatu tugas, maka kami wajib memeriksa harta kekayaannya sebelum dan sesudah bekerja.” (HR. Abu Daud)
Sejarah Penegakan Hukum Islam terhadap Korupsi
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pengawasan ketat diberlakukan terhadap pejabat. Kekayaan pejabat diperiksa sebelum dan sesudah menjabat, dan harta yang diperoleh secara tidak sah dikembalikan ke baitul mal.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil...” (QS. Al-Baqarah: 188)
Kesimpulan
Korupsi adalah penyakit sosial yang merusak bangsa. Hampir disetiap kepemimpinan selalu meninggalkan noda hitam penegakan hukum terhadap para koruptor. Islam memberikan pendekatan menyeluruh yang melibatkan pendidikan, pengawasan, dan hukuman tegas. Dengan menerapkan Syariat Islam, keadilan dapat ditegakkan dan masyarakat dapat terbebas dari korupsi.
Referensi: Kompas, Tempo, BBC Indonesia, Detik.
COMMENTS