Imam al Ghazali, imamah, khilafah
Imam Al-Ghazali dan Celaan terhadap Pembicaraan Seputar Imamah
Pendahuluan
Pembicaraan mengenai imamah (kepemimpinan) merupakan salah satu topik yang telah lama menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Imam Al-Ghazali dalam karyanya Al-Iqtishad fil I'tiqad menyatakan bahwa diam dalam persoalan imamah lebih selamat dibanding membicarakannya. Pernyataan ini kerap disalahpahami, terutama dalam konteks saat ini, sehingga penting untuk mengkajinya lebih mendalam.
Pandangan Al-Ghazali tentang Imamah
Dalam Al-Iqtishad fil I'tiqad, Al-Ghazali mengkritik perdebatan yang tidak produktif seputar imamah, terutama yang berkaitan dengan perbedaan pandangan antara firqah-firqah Islam. Beberapa perdebatan tersebut meliputi:
- Siapa yang lebih berhak atas imamah setelah Rasulullah SAW: Kelompok Syiah berpendapat bahwa imamah merupakan hak eksklusif Ahlul Bait, sementara mayoritas Ahlus Sunnah mendukung sistem pemilihan berdasarkan konsensus.
- Kesahan seorang imam yang kurang afdhal (utama) saat ada yang lebih afdhal: Pandangan ini memicu diskusi tentang kriteria keutamaan dalam kepemimpinan.
- Apakah imamah merupakan kewajiban yang ditetapkan Allah atau manusia (mukallaf): Diskusi ini mencakup aspek teologis dan politik tentang asal usul legitimasi kekuasaan.
Menurut Al-Ghazali, perdebatan ini sering kali tidak membawa manfaat praktis, terutama dalam konteks zaman beliau, ketika Khilafah masih berdiri. Al-Ghazali lebih menekankan pentingnya menjaga stabilitas umat dan meminimalkan konflik internal. Meski demikian, beliau juga menjelaskan urgensi imamah sebagai salah satu pilar penting dalam menjaga keteraturan umat.
Konteks Kehidupan Al-Ghazali
Al-Ghazali hidup di era di mana Khilafah Abbasiyah masih eksis, meskipun mulai mengalami kemunduran dalam berbagai aspek. Kondisi peradaban Islam saat itu relatif stabil, sehingga perdebatan seputar imamah lebih banyak berfokus pada aspek teologis dibandingkan implementasi praktisnya. Dalam konteks tersebut, menghindari perdebatan yang memicu konflik antar kelompok menjadi relevan.
Konteks Umat Islam Hari Ini
Berbeda dengan era Al-Ghazali, umat Islam saat ini hidup di bawah sistem politik dan hukum yang sekuler. Negara-negara mayoritas Muslim tidak lagi ditata oleh hukum syariah secara menyeluruh, melainkan oleh sistem yang memisahkan agama dari kehidupan publik. Dalam situasi seperti ini, diam terhadap isu imamah dan urgensinya justru dapat dianggap mendiamkan kebatilan yang besar.
Menghidupkan kembali pemahaman tentang kewajiban menegakkan sistem Islam dan pentingnya negara yang berasaskan syariat menjadi langkah awal untuk memperbaiki kondisi umat. Umat Islam perlu disadarkan bahwa tatanan sosial-politik yang mereka jalani saat ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, menyerukan pentingnya Khilafah dan membimbing umat untuk mewujudkannya menjadi sebuah kewajiban yang tak bisa diabaikan.
Urgensi Memahami Imamah di Era Sekarang
Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, imamah adalah kewajiban syar’i yang memiliki urgensi besar dalam menjaga agama dan dunia. Ibn Taymiyyah, misalnya, menyatakan:
“Kepemimpinan (imamah) adalah kewajiban terbesar dalam agama. Tidak akan tegak agama dan dunia tanpa adanya kepemimpinan.” (Majmu’ al-Fatawa, 28/390).
Dalam kondisi umat Islam saat ini, membicarakan pentingnya imamah bukanlah sekadar diskusi teologis, melainkan langkah strategis untuk mengembalikan tatanan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini sejalan dengan maqashid syariah, yaitu menjaga agama (hifzh ad-din), yang mencakup tegaknya hukum-hukum Allah dalam kehidupan.
Kesimpulan
Pernyataan Imam Al-Ghazali tentang lebih baik diam dalam persoalan imamah harus dipahami dalam konteks zamannya. Di era ini, pembicaraan tentang imamah dan urgensi Khilafah menjadi sangat penting, mengingat umat Islam berada dalam tatanan sosial-politik yang tidak Islami. Diam dalam persoalan ini justru akan memperpanjang kebatilan yang menyelimuti umat. Dengan demikian, menyerukan pentingnya imamah dalam konteks saat ini merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang peduli terhadap tegaknya syariat Allah di muka bumi.
Referensi:
- Fb Ramane Ranu, 18 Desember 2024
- Al-Ghazali, Al-Iqtishad fil I'tiqad.
- Ibn Taymiyyah, Majmu’ al-Fatawa.
- An-Nabhani, Taqiyuddin. Nidzam al-Islam.
- Abu Zahrah, Muhammad. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah.
COMMENTS