Pajak Pengusaha
Oleh : Eva Hana (Pendidik Generasi)
Berita viral seorang pengusaha susu sapi UD Pramono, memilih menutup usahanya karena sudah tak sanggup meneruskan karena terlilit masalah pajak yang mencapai Rp 670 juta. Rekeningnya di blokir karena tunggakan pajak yang tak bisa ia bayar. Keputusannya membuat khawatir para pertenak yang mencapai sekitar 1.300 peternak sapi perah di Boyolali, Jawa Tengah. Kekhawatiran tersebut wajar terjadi, sebab sudah puluhan tahun UD Promono berperan penting bagi peternak sapi perah dalam menyediakan pakan dan pembelian susu.
Berita tersebut telah mendapatkan respon dari KPP Pratama Boyolali, pihaknya menyatakan bahwa pemblokiran rekening UD Promono sudah dilakukan sesuai prosedur perpajakan. Setiap wajib pajak memiliki kewajiban yang sama untuk melunasi pajak sesuai ketetapan. Jika ketetapan ini tidak dilunasi dalam waktu 21 hari, KPP Pratama akan mengeluarkan surat paksa. Dalam kondisi terburuk, bisa dilakukan penagihan aktif, termasuk penyitaan atau bahkan penyanderaan, sebagaimana diatur dalam undang-undang perpajakan (kompas. com 4/11/24).
Bukan kali ini saja, beberapa pengusaha yang mengeluhkan masalah pajak beredar di sosial media. Mereka menampakkan kekecewaan karena nominal tagihan yang sangat tinggi dan tak sebanding dengan pendapatan. Meskipun mereka mengakui adanya keterlambatan dalam membayar pajak, tetapi nominal denda yang harus mereka tanggung tak masuk akal dan sangat memberatkan pihaknya.
Negara ini memang tak pernah luput memungut pajak dari rakyatnya. Mulai dari menaikan nominal pajak hingga perluasan jenis barang yang dikenakan pajak. Atas upayanya ini, Ditjen Pajak mendapatkan apresiasi yang tinggi dari Menteri Keuangan Sri Mulyani lantaran dianggap telah berhasil menjadi tulang punggung negara.
Sri berdalih dukungan pajak yang baik menjadi modal terciptanya kesejahteraan. Kalimat "Orang Bijak Taat Pajak" menjadi slogan yang terus dipersuasikan agar terbentuk di benak rakyat bahwa orang yang baik adalah orang yang peduli akan nasib bangsa dan wujud kontribusi nyatanya dengan membayar pajak.
Rakyat terus menerus didorong untuk membayar pajak, namun disisi lain mayoritas rakyat kesusahan dalam memenuhi kebutuhan pokok karena harganya yang kian melambung. Kenaikan harga kebutuhan pokok juga tak luput disebabkan oleh adanya kenaikan pajak yang dikenakan kepada perusahaan yang menjual produk atau jasa.
Jika pajak menjadi cara agar dapat mewujudkan kesejahteraan, seharusnya kenaikan tarif pajak sejalan juga dengan peningkatan kesejahteraan. Namun faktanya rakyat merasa tidak mendapatkan timbal balik apapun dari pembayaran pajak. Masih banyak ditemukan fasilitas umum khususnya didaerah terpencil, seperti jembatan reyot yang membahayakan nyawa.
Tidak hanya itu, ditengah kesulitan hidup dan kemiskinan, bermunculan banyak pejabat pajak yang tersandung korupsi. Belum lagi belanja negara yang tidak mengenal skala prioritas, ditambah gaji dan fasilitas mewah para pejabat.
Sungguh ironi kehidupan di negara yang menganut sistem demokrasi Kapitalisme. Ketidakadilan nampak begitu nyata. Rakyat wajib bayar pajak, namun keadaannya kian melarat, Para pejabatnya minus tanggungjawab.
Sebagai penentu kebijakan, sudah sepatutnya memahami dan senantiasa berhati-hati terhadap peringatan Rasulullah saw.
Rasul saw. bersabda, "Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia; siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada ia. " (HR. Muslim dan Ahmad)
Hadist tersebut memberikan peringatan tegas bagi para pemimpin yang sering menyusahkan rakyatnya.
Juga peringatan Rasulullah saw. bagi pemimpin yang seharusnya memenuhi semua kebutuhan rakyat, tetapi ia menahannya. "Siapa saja yang mengurusi urusan masyarakat, lalu ia menutup diri dari orang yang lemah dan membutuhkan, niscaya Allah menutup diri dari dirinya pada Hari Kiamat." (HR Muslim).
Lebih dari itu, Rasulullah saw. bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertobat. Seorang pemungut 'maks' bertobat sebagaimana tobatnya wanita itu, niscaya dosanya akan diampuni. " (HR Muslim). Hadist ini terkait dengan kisah Alghamidiah yang menunjukkan bahwa dosa pelaku 'maks' lebih besar dari dosa berzina.
Menurut sebagian ahli hadist dan fiqih, karakteristik utama maks itu adalah pungutan zalim karena tidak diperuntukan untuk kepentingan masyarakat, dipungut dari mereka yang tidak seharusnya membayar, dan pungutan liar (bukan otoritas resmi). Jika merujuk pada referensi fiqih sunnah, 'maks' berarti zalim dan pungutan. Dari sisi istilah, ada ragam pengertian antara lain memberlakukan pungutan terhadap pedagang secara zalim. (Nailul Authar, Imam Asy-Syaukani, 7/134).
Pajak dalam Islam
Persoalan pajak, Islam telah menjawabnya dengan begitu rinci. Berbeda dengan Kapitalisme, pajak dalam Islam tidak dijadikan sebagai sumber utama pemasukan negara. Pungutan pajak hanya diberlakukan jika baitulmal (kas negara) kosong, dan dipungut hanya kepada warga kaya laki-laki saja. Sebaliknya warga yang bukan tergolong kaya, tidak akan dipungut pajak. Jika kas baitulmal sudah terpenuhi, maka pungutan akan dihentikan.
Negara tidak akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan baitulmal, sebab salah satu sumber pemasukannya berasal dari kepemilikan umum, yang dikelola langsung oleh Negara secara mandiri. Syekh An-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan umum adalah sebagai berikut :
Pertama, sarana umum yang jika tidak ada pada suatu negeri/ komunitas akan menyebabkan banyak orang bersengketa untuk mencarinya, seperti air, padang rumput, dan jalan-jalan umum
Kedua, barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas.
Ketiga, sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, dan danau.
Sumber penerimaan dari kepemilikan umum ini memiliki potensi besar dalam memberikan pendapatan bagi negara. Sehingga negara tidak akan menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan, sebab pajak yang dijadikan sumber pemasukan hanya akan memperburuk kondisi ekonomi negara, dan meningkatkan angka kemiskinan.
Islam hadir sebagai solusi. Hanya dengan penerapan hukum Islam secara kaffah, negeri tak lagi bingung keluar dari jeratan masalah.
Wallahu A'lam Bishawab
COMMENTS