Kasus bunuhdiri remaja
Oleh: Nurleni (pengajar)
Sungguh memprihatinkan kasus bunuh diri terus terjadi, yang membuat terkejut adalah dilakukan oleh usia anak yang masih belia yaitu 10 tahun. Usia tersebut adalah usia yang stabil, baik secara psikologis, intelektual, dan sosial. Biasanya mereka mudah bergaul, tenang, periang, dan tahu bagaimana cara menikmati hal sederhana semaksimal mungkin.
Seorang bocah nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Korban ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam kamarnya. Menelusuri perkara ini aksi nekad bocah SD itu diduga dipicu karena dilarang bermain HP. Sepanjang tahun 2023, mulai dari bulan Januari bunuh diri pada anak telah terjadi sebanyak 20 kasus. Hal itu disampaikan oleh Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Nahar.
Tentunya kasus ini harus menjadi perhatian oleh semua pihak karena bunuh diri dilakukan oleh usia yang masih sangat muda, yang dimana generasi muda adalah harapan umat yang akan menjadi pemimpin , pembaharu dan agent of change. Diperparah lagi kasus ini sudah menjadi fenomena ditengah masyarakat. Perhatian tersebut harus mulai dari akar masalah sehingga didapatkan solusinya yaitu apa yang menjadi penyebab bunuh diri, sumber anak mengetahui cara bunuh diri, dan kondisi mental anak-anak. Mengingat kerusakan generasi disebabkan oleh faktor sistemik yang saling berjalin- berkelindan, kita tidak cukup menyerahkan solusinya hanya kepada keluarga, sebagaimana yang diopinikan saat ini, jadi upaya ini harus dilakukan oleh semua pihak bersamaan yaitu keluarga, masyarakat, dan negara untuk membentuk generasi kuat, tangguh, dan bertanggung jawab.
Kapitalisme bukanlah solusi
Hanya saja dalam peradaban di sistem kapitalisme saat ini tiga peran tersebut sengaja di hilangkan. Dalam lingkup keluarga, tidak ada kesiapan untuk menjalaninya terkait dengan gambaran anak yang akan dibentuk, dan upaya mewujudkannya, bahkan ibu bekerja sudah menjadi trend, karena ketika bisa memenuhi gaya hidup dan jiwa konsumtifnya, dipandang inilah keluarga ideal. Betul, bahwa keluarga adalah fondasi awal namun kita tidak bisa banyak berharap karena benteng ini sangat rapuh Ia rentan tersusupi perusakan dari televisi, internet dan gadget, yang memasukkan berbagai pemikiran, budaya dan gaya hidup sekuler, liberal.
Dalam lingkup masyarakat, kita harus sama-sama memahami bahwa masyarakat hari ini identik dengan sikap individualis, tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya bahkan membiarkan kebiasaan buruk terus terjadi seperti kebiasaan main hp yang dilakukan oleh usia anak belia, mengakses konten yang rusak dan berbau maksiat sehingga tumbuh menjadi anak yang liberal dan materialis.
Dalam lingkup negara, di sistem sekuler ini fungsi Perlindungan negara hampir tidak ada. Perannya hanya sekedar pengatur saja tidak boleh mengekang kebebasan yang akan melanggar hak asasi manusia. Akhirnya tumbuh ditengah masyarakat kehidupan yang serba bebas, pornografi, dan pornoaksi mendapatkan tempat. Negara tidak punya kekuatan untuk menghentikan kerusakan pada generasi. Upaya perlindungan diserahkan kepada masyarakat dan LSM, padahal upaya ini tidak akan menyelesaikan masalah sampai ke akarnya hanya sekedar menyapu halaman, tidak mampu menghilangkan sumber kotoran. Mereka hanya melakukan pendampingan korban, melakukan mediasi, rehabilitasi mental dan sejenisnya, bukan menjauhkan anak dari ancaman dan bahaya yang mengintai mereka.
Negara Islam Perisai Generasi
Islam memiliki paradigma berbeda dalam penyelamatan generasi, karena akidah islam dijadikan sebagai sumber aturan. Tumbuh kembang, kekuatan mental akan menjadi perhatian dan tidak akan diabaikan oleh tiga peran yaitu keluarga, masyarakat, negara karena generasi adalah estafet peradaban.
Peran keluarga akan sangat terasa yaitu mengasuh, menyayangi, mendidik anak sesuai akidah islam, kasih sayang dari orang tua kepada anak terpenuhi dengan maksimal karena orang tua akan fokus pada tugas dan tanggung jawabnya bukan sibuk bekerja dan lalai karena urusan dunia. Sehingga keluarga yang dibangun adalah yang penuh dengan suasana takwa.
Peran masyarakat berfungsi sebagai kontrol sosial, aktifitas amar ma'ruf nahyi munkar dilakukan oleh semua orang sehingga tidak akan bersikap abai dan mewajarkan terhadap kemaksiatan yang terjadi ditengah masyarakat, budaya saling menasehati dalam kebaikan sangat terasa.
Negara berperan sebagai penjaga dan pelindung umat kekuatan yang dimiliki negara mampu mendampingi, melindungi dan memberikan suasana yang kondusif bagi anak, lingkungan dan masyarakat.
Negara dengan sistem pemerintahan yang berbasis akidah islam akan menerapkan pendidikan yang kurikulumnya berdasarkan asas tersebut. Negara akan berupaya mencetak generasi berkepribadian islam yang kuat iman dan mentalnya, menguasai tsaqofah islam, bahkan mumpuni dalam IPTEK. Karena negara tidak sekedar bertanggung jawab kepada rakyat melainkan kepada Allah ta'ala.
Media tidak akan menampilkan dan menyebarluaskan konten yang berbau maksiat karena akan di kelola oleh negara sehingga informasi yang beredar hanyalah perkara dakwah dan kebaikan. Informasi tentang bunuh diri atau melanggar syariat tidak dibiarkan tayang, mindset generasi akan tersuasanakan dalam ketakwaan yakni akan paham jati diri bahwa ia adalah seorang hamba Allah beramal sesuai syariat karena semua amalan akan dimintai pertanggungjawaban, tumbuh jadi pribadi yang bersyukur atas nikmat hidup sehingga tidak akan terbesit untuk bunuh diri karena perbuatan tersebut adalah dosa besar yang akan dibalas dengan siksa yang sangat pedih di akhirat.
Maka untuk menyelesaikan problem yang serius ini harus dengan islam yang akan mampu membentuk generasi kuat atas dorongan akidah islam yang tertanam dalam jiwa-jiwa kaum muslimin dengan institusi negara islam sebagai peran terbesar yakni naungan sistem pemerintahan islam (khilafah) yang harus menjadi cita-cita bersama untuk diwujudkan kembali.
Hadanallah waiyyakum ajma'in
COMMENTS