Fitrah Ibu
Oleh Rahmawati Ayu Kartini (Pemerhati Sosial)
Wanita adalah tiang negara
Jika wanitanya baik, baiklah negara
Jika wanitanya rusak, rusaklah negara..
Ungkapan yang sangat masyhur diatas, menjadi salah satu cara untuk menentukan apakah suatu negara berjalan baik atau menuju kehancuran. Kaum wanitanya menjadi standar, bagaimana kondisi suatu negara.
Seiring dengan perkembangan zaman yang serba canggih dan materi menjadi tujuan hidup, makin kesini kita melihat kondisi para wanita, khususnya di negeri ini berlomba-lomba untuk sukses secara materi. Mungkin ini akan berdampak positif dari sisi pencapaian ekonomi, namun secara moral makin banyak wanita yang kehilangan rasa malu hanya untuk memenuhi hawa nafsunya.
Seperti yang terjadi belakangan ini, publik dihebohkan dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan oleh ibu muda berinisial NT alias YS (25). Fakta terbaru, ibu muda cabuli anak di Jambi suka mengancam membunuh hingga siksa anaknya yang berumur satu tahun, jika hasrat seksualnya tak terpenuhi oleh suami.
Pada awalnya NT yang diduga pelaku pelecehan seksual terhadap anak melapor ke polisi bahwa dirinya dilecehkan. Namun yang mengejutkan adalah bahwa dirinya lah pelaku yang mencabuli anak laki-laki dan perempuan di tempat rental PS miliknya. (viva.co.id, 07/02/2023)
Sungguh miris. Seorang ibu yang mestinya memiliki naluri kasih sayang kepada anak, justru melakukan pencabulan terhadap anak-anak. Bahkan tega akan membunuh anak kandungnya sendiri jika hasrat seksualnya tidak terpuaskan!
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sekularisme Merusak Fitrah Keibuan
Negara yang Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghafur, tidak mungkin bisa terwujud jika fitrah wanita telah rusak. Karena baik buruknya wanita menjadi penentu kualitas suatu negara.
Seorang ulama berkata, jika ingin menghancurkan suatu peradaban, buatlah para wanita malu menjadi ibu rumah tangga. Buatlah para wanita sering meninggalkan rumah untuk mengejar kesuksesan dunia, sehingga anak-anaknya menjadi generasi yang lemah. Buatlah wanita jauh dari agama, sehingga merusak fitrahnya sebagai ibu dan pencetak generasi penerus. Jika ibunya telah rusak, maka awal kehancuran suatu negara sudah dimulai.
Sistem kapitalisme sekularisme saat ini, membuat para wanita tidak paham agama. Wajarlah jika hanya kesenangan dunia yang dikejar, tidak perduli lagi dengan kewajibannya sebagai ibu. Bahkan naluri kasih sayang terhadap anak pun hilang.
Beban hidup yang makin berat akibat sistem kapitalisme juga menjadi penyebab seseorang mudah stress dan depresi. Akibat jauh dari agama, mereka mencari pelampiasan dengan menghalalkan segala cara.
Kasus diatas juga membuktikan bahwa wanita yang fisiknya lemah bukan hanya menjadi korban kekerasan seksual, namun juga bisa menjadi pelaku. Betapa daya hancur kapitalisme sekuler telah merubah wanita yang fitrahnya pendidik anak menjadi perusak anak.
Kembalikan Ibu pada Fitrahnya
Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan fitrahnya masing-masing. Laki-laki diciptakan lebih kuat secara fisik maupun akal daripada wanita, karena tugasnya sebagai pemimpin dan penanggungjawab keluarga. Sementara wanita diciptakan lebih lemah secara fisik serta lebih perasa karena dipersiapkan untuk menjadi ibu dan pencetak generasi penerus.
Wanita dipilih oleh Sang Khalik untuk melahirkan generasi, agar manusia tidak punah. Wanita memiliki kodrat menumbuhkembangkan calon manusia dalam rahimnya selama sembilan bulan sepuluh hari, melahirkan, menyusui dan mendidik. Ibu memiliki kedudukan yang sangat mulia dalam Islam.
Tugas kaum ibu mendidik, sungguh suatu tugas yang tidak ringan. Allah SWT telah menentukan kodrat wanita yang berat itu. Wanita sebagai ibu adalah sekolah pertama bagi manusia. Karena itu seorang ibu harus berkualitas. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Dari Abi Hurairah ra berkatalah Nabi SAW, telah bersabda: "Tidak ada seorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna." (HR Bukhari Muslim)
Mengembalikan ibu pada fitrah penciptaan, harus dengan ilmu agama. Inilah kewajiban orangtua mendidik dan mempersiapkan anak perempuan dengan ilmu, agar tumbuh sesuai fitrahnya.
Masyarakat, utamanya sekolah hendaknya juga memiliki kurikulum pendidikan berlandaskan aqidah Islam. Sehingga dapat menghasilkan output calon-calon ibu yang siap mencetak generasi penerus.
Tak kalah pentingnya adalah peran negara dalam mewujudkan aturan berdasarkan syariat Islam. Mengapa harus dari syariat? Karena syariat diturunkan Sang Khalik untuk menyelesaikan segala persoalan kehidupan, agar manusia menjadi tenang dan tenteram.
Misalnya, negara akan melarang media-media yang akan menyebarkan pornografi dari game online atau film, dsb. Negara juga harus memberikan sanksi tegas bagi mereka yang melakukan pelanggaran hingga tidak akan ditiru oleh yang lainnya. Dengan aturan yang tegak di atas aqidah Islam, bukan kapitalisme sekuler, akan menyelamatkan masyarakat dari berbagai kerusakan. Dengan izin Allah, para wanita pun akan kembali pada fitrahnya.
Wallahu a'lam bishowab.
COMMENTS