RASMUS PALUDAN BAKAR ALQURAN
Rasmus Paludan tidak salah karena dia hanya menyesuaikan antara aqidah sekuler, ideologi kapitalisme yang dianutnya, dan kebebasan berekspresi berdasarkan sistem Demokrasi yang dijunjungnya. Pemikiran, perasaan, dan peraturan yang dimilikinya sejalan dengan tindakan yang diambilnya.
Bukan hanya aksi pembakaran Al-Qur'an yang dilakukannya, tapi eksistensi kaum Neo-Sodom bahkan aksi seorang wanita yang telanjang didepan umum demi menggalang dana untuk panti asuhan pun akan dilindungi atas nama Demokrasi, karena kebebasan berekspresi adalah salah satu pilar yang menopang tegaknya sistem ini.
Artinya, walaupun individu muslim menjadikan Islam sebagai tolok ukur benar-salah didalam dirinya tapi selagi sebuah negara masih menerapkan sistem sekuler-demokrasi untuk membuat dan menerapkan hukum, maka kerusakan seperti ini akan terus bermunculan, dan penerapan sanksi sesuai aturan Islam pun juga akan semakin menjauh dari harapan.
Seharusnya sebagai muslim kita malu atas sikap konsisten Rasmus Paludan atas aqidah sekuler, ideologi kapitalisme dan sistem demokrasi yang dianutnya.
Karena idealnya, seorang muslim tidak hanya harus beraqidah Islam, tapi juga harus berideologikan Islam dan memiliki sistem politik Islam dalam kehidupan bernegara sebagai wujud ketaatan yang total kepada Rabb nya.
Bagaimana bisa seorang muslim menyatakan kemarahan atas aksi pembakaran Al-Qur'an, tapi merasa biasa saja ketika seluruh hukum yang termaktub di dalam Al-Qur'an tidak diterapkan?
Bagaimana bisa seorang muslim menginginkan tiadanya kemaksiatan dan pelecehan terhadap syari'at, sementara itu dia masih menjunjung sistem Demokrasi yang malah memberikan jalan?
Pertanyaannya, jika sistem Demokrasi sudah begitu nyata kerusakannya dan harus segera diganti demi terwujudnya penerapan seluruh hukum dari Yang Maha Adil, apakah ada sistem alternatif sebagai penggantinya?
Tentu ada, dan pilihannya tinggal dua, Sosialis-komunis atau Khilafah. Anda pilih yang mana?
Tamora, 2 Februari 2023
Zain Rangkayo Sati
COMMENTS