Mimpi berantas narkoba
Oleh : Devita NF (Freelance Writer)
Lagi-lagi kasus tentang narkoba kembali mencuat. Kali ini tak tanggung-tanggung, pengedarnya adalah salah satu oknum penegak hukum. Dikutip dari media online www.liputan6.com (16/10), dikatakan bahwa Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa diciduk oleh Polri atas dugaan kasus penjual barang bukti narkoba. Peristiwa ini berbanding terbalik dengan pidatonya kepada jajaran anggotanya tentang perintah agar tidak ada yang bermain-main dengan menyalahgunakan kewenangan sebagai anggota polisi demi materi.
Tertangkapnya oknum penegak hukum sebagai pengedar menambah deret kasus yang mencoreng dunia hukum Indonesia. Realitas tersebut menggiring kita pada satu keputusan, bahwa sungguh tak ada yang bisa dipercaya dijaman penerapan sistem demokrasi-kapitalisme seperti sekarang. Instansi sekelas polisi yang didapuk sebagai pemberantas kejahatan, nyatanya penuh dengan oknum-oknum kriminal pembawa masalah.
Memprihatinkan, tentu saja menjadi kata yang tepat untuk menggambarkan situasi ini. Pasalnya, narkoba terkenal memiliki daya rusak yang sangat ampuh bagi masyarakat, dan menyasar kalangan orang dewasa maupun anak-anak.
Penggunaan narkoba secara terus menerus berdampak pada kehancuran tubuh. Seringnya penyuntikan menyebabkan rusaknya pembuluh darah, dan menimbulkan infeksi pada pembuluh darah dan katup jantung. Tuberkulosis dan radang sendi juga merupakan dampak jangka panjang dari adiksi heroin. Selain itu, gaya hidup pecandu (yang biasanya saling bergantian memakai jarum suntik dengan orang lain) menyebabkan HIV dan penyakit menular lainnya. Diperkirakan ada 35.000 orang baru yang terinfeksi hepatitis C2 (sakit lever atau hati) setiap tahunnya di AS, lebih dari 70 % adalah pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik.
Realitas kerusakan yang ditimbulkan oleh narkoba tersebut mestinya bisa menghambat laju peredarannya. Namun, fakta yang terjadi justru berbeda. Para pengedar narkoba semakin banyak. Ironisnya, pelaku transaksi narkoba juga berasal dari penegak hukum itu sendiri. Laju penyebarannya pun semakin sulit dibendung, meski pengedarnya sedang dijerat hukum Ya, ciri khas dari penerapan hukum yang bersumber dari manusia saat ini, yakni tidak memberikan efek kejeraan pada para kriminal. Sehingga tatkala masa hukumannya selesai, mereka dengan mudahnya kembali melakukan kejahatan serupa.
Hal yang seperti itu tidak akan terjadi ketika sistem uqubat (sanksi) Islam diberlakukan. Pasalnya, sistem sanksi dalam Islam terkenal memiliki 2 fungsi, salah satunya sebagai zawajir (pencegah). Disebut sebagai ‘pencegah’ karena sanksi yang dijatuhkan akan mencegah orang-orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal. Hal ini memungkinkan karena negara yang menjadikan Islam sebagai sumber aturan akan tegas dalam menindak setiap kejahatan yang terjadi. Hukuman yang diberikan akan membuat para kriminal jera dan enggan untuk mengulangi kejahatan serupa. Hal ini berlaku pada setiap jenis kejahatan, termasuk peredaran narkoba.
Selain memberlakukan sistem sanksi untuk mencegah, negara juga akan memproteksi masyarakat dengan melakukan berbagai macam usaha untuk menghambat laju peredaran narkoba tersebut.
Perpaduan antara sistem sanksi yang tegas serta proteksi dari negara akan meminimalisir bahkan menghilangkan secara tuntas peredaran narkoba. Tentu saja perkara itu hanya akan terealisasi ketika negara menjadikan Islam secara kaffah sebagai sumber aturan. Maka, sudah semestinya pemerintah saat ini meninggalkan aturan yang bersumber dari manusia dan beralih kepada sistem yang lebih baik. Wallahu a’lam.
COMMENTS