Hijrah dan perubahan
Peristiwa hijrah realitasnya bukanlah kejadian biasa, bukan pula sebuah eksodus atau melarikan diri dari kekejaman rezim Quraisy di sana. Namun sebuah perintah ilahi atas umat Islam, yang menunjukkan kebesaran Allah, sekaligus pelajaran berharga bagi seluruh umat manusia. Karenanya pasca peristiwa hijrah kita akan menemukan beberapa fakta yang luar biasa berikut ini:
Pertama, jika hari diangkatnya nabi menjadi rasul dianggap sebagai permulaan dakwah Islam, maka hari terjadinya hijrah bisa dianggap sebagai permulaan berdiri daulah Islam. Dimana nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya utusan Allah yang menyampaikan wahyu, tapi juga sebagai kepala negara yang memimpin Madinah.
Kedua, hijrah merupakan awal perubahan yang menentukan dalam sejarah Islam, sebab akhirnya umat Islam saat itu memiliki wilayah kekuasaan, padahal sebelumnya hanya sebuah entitas tanpa wilayah dan tidak punya pengaruh apapun di dunia. Allah berfirman:
تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
“Kalian takut orang-orang (Mekah) akan menculik kalian, maka Allah memberi kalian tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kalian rezeki dari yang baik-baik agar kalian bersyukur.” (QS. al-Anfal [8]: 26).
Ketiga, pasca hijrah hukum jihad disyariatkan dan kaum muslim tidak lagi menjadi kaum tertindas di muka bumi, bahkan mampu melawan serangan dan memberi pelajaran kepada orang kafir, sebagaimana Allah memerintahkan umat Islam:
قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً
“Perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan pada diri kalian.” (QS. at-Taubah [9]: 123).
Keempat, Madinah pasca hijrah bukan sekedar tempat tinggal semata, bahkan selanjutnya menjadi titik kekuatan melawan musuh-musuh Allah, baik musuh di Mekah maupun di luar Mekah. Bukan hanya pada masa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan terus berlangsung hingga masa selanjutnya.
Kelima, sebelum hijrah dakwah hanya terbatas dan terkungkung di dalam Mekah, namun pasca hijrah terwujudlah universalitas dakwah, sehingga dari Madinah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa mengirim utusan membawa surat kepada para raja dan penguasa di luar negeri agar memeluk Islam. Semisal kepada Heraklius, Kisra, Muqauqis, Raja Najasyi di Habsyi dll. Beliau mengajak mereka semua masuk Islam.
Keenam, Allah menjadikan landasan saling tolong menolong dalam urusan agama berdasarkan hijrah, sebagaimana Allah berfirman:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ
“Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atas kalian melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kalian dengan mereka.” (QS. al-Anfal [8]: 72).
Ketujuh, di Madinah hukum syariah secara lengkap turun dan semua bisa diterapkan, sedangkan di Mekah banyak hukum syariah belum bisa diterapkan; maka dari itu misalnya sebelum terjadi hijrah, di Mekah hukum potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi penuduh zina dan peminum miras, belum bisa dijalanan. Ini artinya kesempurnaan dan kepraktisan ajaran Islam, pasca hijrah betul-betul bisa di rasakan manusia.
Kedelapan, pelaksanaan ajaran agama di Madinah di jalankan dengan bebas dan tanpa tekanan, yang sangat kontras dengan kondisi di Mekah. Non muslim pun bisa melaksanakan ibadah, sebagaimana umat Islam bisa menjalankan ibadah. Toleransi yang sebenarnya pun terwujud, dimana toleransi ini bukan alat menindas mayoritas oleh minoritas. Pasalnya meskipun non muslim dibiarkan memeluk keyakinan dan menjalankan ibadahnya, namun segala macam simbol dan syiar kekufuran tidak dibiarkan, sebaliknya yang ada justru menguatnya seruan dakwah dan syiar Islam di ruang publik.
Kesembilan, diakui atau tidak, pengaruh hijrah sejatinya bukan hanya dirasakan manusia di jazirah Arab atau kawasan timur tengah semata, akan tetapi pengaruh ini pada gilirannya mengubah wajah sejarah peradaban manusia secara keseluruhan, ketika kaum muslimin memiliki negara yang satu, ketika kekuasaan Islam terbentang di belahan dunia timur maupun barat.
Walhasil, betapa luar biasanya peristiwa hijrah ini bagi umat Islam, sekali lagi ini bukan peristiwa biasa. Karena itu wajar jika akhirnya peristiwa hijrah dijadikan dasar dalam penentuan penanggalan tahun di dunia Islam oleh para Sahabat ridhwanullah ‘alaihim. Wallahu a’lam.
Yan S. Prasetiadi
29 Dzulhijjah 1442 H
COMMENTS