Solusi Stunting
Oleh: Umm Faqih (Relawan Opini Andoolo)
Akhir Mei lalu perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tenggara gelar sosialisasi pembinaan panduan verifikasi keluarga berisiko stunting dan New Siga. Kegiatan yang dilakukan melalui tim Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) berkoordinasi dengan Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Kolaka itu, untuk mendorong penurunan risiko angka stunting. Kepala Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kolaka, Amri, menyambut baik adanya kegiatan sosialisasi pembinaan panduan verifikasi keluarga berisiko stunting dan New Siga tersebut.(telisik.id/30/05/2022)
Jumlah kasus stunting yang tak kunjung turun di beberap tahun terakhir membuat Pemerintahpun mengupayakan untuk menurunkan angka stunting ini dengan mengendalikan penduduk melalui program keluarga berencana.
Dengan berbagai sosialisasi dilakukan untuk menekan stunting, mulai program advokasi keluarga hingga pemberian penghargaan bagi keluarga pelopor KB dan akseptor KB di beberapa daerah termasuk di kabupaten Konawe provinsi Sulawesi tenggara.
Namun yang menjadi akar persoalan stunting bukanlah semakin banyaknya kelahiran bayi, melainkan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Ekonomi yang semakin sulit menjadi persoalan yang tidak bisa diselesaikan ketika solusinya bukan mendasar. Selama masih menjadikan sistem kapitalis sekuler sebagai aturan, maka persoalan kebutuhan pangan rakyat tidak akan bisa terpenuhi. Karena Negara tidak bertindak sebagai periayah kebutuhan rakyatnya.
Di satu sisi, banyaknya angka PHK, sengkarutnya ekonomi, membuat kebutuhan pokok semakin sulit terpenuhi. Di sisi lain, distribusi kebutuhan pokok juga tidak merata. Harga kebutuhan semakin menggila membuat rakyat dengan ekonomi lemah, semakin sulit menjangkaunya. Ditambah lagi lahan pertanian yang semakin sempit tergerus pembangunan infrastruktur, membuat petani juga kehilangan lahan olahannya. Produksi beras juga mendapat gempuran dari impor. Maka, persoalan stunting tidak akan pernah selesai ketika Negara berlepas tangan, menangani stunting hanya satu bidang pokok saja atau tidak menyeluruh.
Berbeda dengan Islam. Islam mendudukkan hal yang paling mendasar yaitu masalah kepemilikan tidak boleh dibebaskan. Seluruhnya harus diatur oleh syariat Islam. Sehingga tidak ada lagi individu atau kelompok masyarakat yang menguasai ekonomi pada sektor kepemilikan umum seperti pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Tentu ketika negara mengelola sektor kepemilikan umum untuk kemaslahatan bagi rakyatnya, akan tercipta lapangan pekerjaan yang luas, yang di peruntukan bagi rakyatnya. Sehingga tidak ada lagi peningkatan jumlah pengangguran.
Belum lagi kebijakan negara yang sesuai dengan syariat Islam, yaitu mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah tanah mati untuk pertanian. Pada hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasai, Nabi Muhammad Saw. Bersabda, "siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka ia akan memperoleh pahala darinya dan apa yang dimakan binatang dari tanaman itu, maka menjadi sedekah baginya." (HR an-Nasa'i). Juga melarang menelantarkan lahan pertanian lebih dari tiga tahun tanpa digarap. Dengan konsekuensi lahan tersebut disita oleh negara dan diberikan kepada masyarakat yang mau menggarapnya.
Begitu juga dengan hasil pertanian masyarakat dalam negeri lebih diprioritaskan untuk kebutuhan logistik dalam negeri, jika berlebih dan terpenuhi kebutuhan dalam negeri, maka negara boleh ekspor, tidak ada peluang impor jika semua kebutuhan sudah terpenuhi didalam negeri. Distribusi bahan pangan keseluruh negeri secara merata juga menjadi kunci mudahnya masyarakat terpenuhi kebutuhan pokok kehidupan sehari-harinya.
Alhasil masalah perekonomian dengan mudah bisa teratasi, termasuk efek dari masalah tersebut yaitu angka stunting dan kelaparan. Dalam negara dengan sistem lslam yang dterpkan, segala persoalan diselesaikan secara komprehensif. Pemenuhan kebutuhan pokok menjadi tugas utama Negara selaku penanggungjawab kehidupan rakyatnya. Wallahu a'lam
COMMENTS