bansos sistem demokrasi kapitalisme
Oleh : Hildayanti, SE
Sejak dimulainya pandemi virus Covid-19 dua tahun silam, program Bantuan Sosial (Bansos) melekat erat dengan pemerintahan Presiden Jokowi. Berbagai program bansos disalurkan oleh pemerintah kepada rakyat. Mulai dari program bernama Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), hingga kartu prakerja serta program-program lain yang sejenis. Yang intinya "bagi-bagi" uang untuk rakyat.
Sebenarnya, masyarakat telah bersikap skeptis sejak awal dicetuskannya program bansos ini. Nalar yang benar dan visioner pasti menganggap bantuan tunai berupa uang bukanlah solusi yang benar. Strategi pengurangan jumlah penduduk miskin melalui bantuan sosial atau bansos dan subsidi saja diyakini belum mengatasi akar permasalahan kemiskinan. Strategi pengentasan kemiskinan yang utama, setidaknya dengan memberdayakan perekonomian masyarakat golongan bawah dengan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, khususnya lapangan kerja di sektor formal yang lebih menjamin kepastian pendapatan dan perlindungan sosial.
Sayangnya, ada persoalan tersisa di balik program tersebut. Badan Pemeriksa Keuangan dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester II 2021 mengungkapkan, bantuan sosial yang semestinya menjadi jaring pengaman masyarakat selama pandemi ternyata banyak yang tidak tepat sasaran. Tidak hanya itu, Kartu Prakerja yang menjadi program stimulus terdapat pemborosan anggaran.
Bukan hanya itu, program semacam ini jelas memberikan celah besar bagi aparat pemerintah yang tak bertanggung jawab untuk melakukan korupsi. Benar saja, program bansos nyatanya tidak pernah sepi dari isu korupsi. Mulai dari korupsi besar yang dilakukan oleh menteri, hingga korupsi ditingkat aparat terendah seperti lurah atau kepala desa. Padahal program bansos ini diperuntukkan bagi rakyat yang sedang sekarat diterpa badai pandemi. Bahkan Menteri Sosial kala itu, Juliari Batubara mengatakan bahwa jika bansos dikorupsi maka pelakunya layak dihukum mati. Tak pelak, ia menelan perkataannya sendiri.
Kebijakan Tak Tepat Sasaran
Melansir Kumparan (25/5/2022), Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan, dalam hasil pemeriksaan prioritas nasional terkait pembangunan sumber daya manusia ditemukan masalah program Kartu Prakerja. Bantuan program stimulus plus insentif terhadap 119.494 peserta dengan nilai Rp289,85 miliar, terindikasi tidak tepat sasaran. Banyak pekerja bergaji di atas Rp3,5 juta menerima program Kartu Prakerja.
BPK juga menemukan adanya indikasi bansos yang tidak sesuai ketentuan dalam penyalurannya. Penyebabnya adalah masalah klise menahun di pemerintahan, yakni soal integrasi data.
Permasalahan data tidak valid hingga bansos tidak tepat sasaran adalah problem berulang yang terjadi sepanjang pandemi Covid-19 merebak. Anehnya, pemerintah masih saja menge-klaim bahwa bansos dan Kartu Prakerja berjalan sesuai target dan harapan.
Bahkan, baru-baru ini, pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memamerkan Kartu Prakerja yang mendapat pujian internasional. Sungguh sangat kontradiktif dengan hasil temuan BPK.
Inilah fakta carut-marut pengelolaan negara dan penanganan persoalan rakyat dalam negeri demokrasi kapitalisme. Kenyataan ini harusnya membuat kita sadar sepenuhnya tentang buruknya sistem pemerintahan saat ini. Salah satu faktor utama terpuruknya Indonesia tidak lain adalah korupsi massal dan kerja aparat yang tidak sungguh-sungguh. Kekuasaan dan jabatan hanya alat untuk memperkaya diri dan golongannya saja. Tanpa sepenuhnya peduli pada penderitaan rakyat.
Inilah lingkaran hitam demokrasi kapitalisme. Kebobrokan semacam ini tidak akan terjadi apabila kita menerapkan sistem Islam. Sistem yang sempurna dan lengkap yang seluruh aturannya berasal dari Allah SWT sehingga tidak mudah diotak-atik oleh manusia untuk kepentingan pribadinya. Sistem Islam bertumpu pada akidah, sehingga para pejabatnya akan mengemban amanah di atas dasar keimanan dan rasa takut kepada Allah SWT. Melahirkan pemimpin yang benar-benar mengayomi seluruh rakyat dan tidak mementingkan diri sendiri.
Antara Klaim dan Realitas
Menko Airlangga mengatakan lembaga internasional seperti Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memberikan apresiasi karena Kartu Prakerja bisa mengatasi PHK. Program ini juga akan dipresentasikan dalam konferensi Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai model mempersiapkan pekerja pada masa depan. (Katadata, 23/5/2022)
Insentif yang diberikan pada peserta Kartu Prakerja tidak akan cukup memberikan modal bagi rakyat berwirausaha. Negara seakan-akan berperan besar mengurangi angka pengangguran. Padahal realitasnya, negara belum menjamin apa-apa kepada rakyat.
Menurut pemerintah, Kartu Prakerja adalah salah satu program yang berhasil merespon dampak pandemi Covid-19. Program ini sedianya digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja para pencari kerja/buruh yang terkena PHK serta yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Sepanjang 2020—2021, terdapat 11,4 juta orang yang menjadi penerima Kartu Prakerja.
Jika keberhasilan yang dimaksud ialah meringankan ekonomi masyarakat sesaat, memang benar. Namun, jika dilihat dari jaminan kesejahteraan, Kartu Prakerja tidak akan bisa menjadi solusi bagi ketenagakerjaan.
Dari 11,4 juta penerima Kartu Prakerja, apakah ada jaminan mereka akan mendapat pekerjaan? Belum tentu, sebab Kartu Prakerja berlaku hanya untuk meningkatkan skill para pencari kerja dengan mengikuti pelatihan. Dari pelatihan tersebut mereka diberi pembekalan, keterampilan, dan insentif untuk berwirausaha atau mendapat pekerjaan dengan usahanya sendiri.
Artinya, pemerintah sebatas membekali, selebihnya nasib mendapat pekerjaan tergantung usaha para pencari kerja. Meski Kartu Prakerja sedikit membantu mengatasi problem kerja, tetapi hal itu hanyalah bantuan sesaat. Selanjutnya masyarakat dihadapkan pada persoalan pelik yang tidak kunjung terurai, yakni kesejahteraan dan kemiskinan.
Islam Solusi Tuntas
Dalam Islam, tugas negara tidak hanya menyediakan platform pelatihan dan pembekalan keterampilan semata. Tugas negara adalah memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Jika masyarakat menganggur, negara harus memberikan pelatihan keterampilan, modal yang cukup, serta menyediakan lapangan kerja untuk mereka.
Negara juga wajib memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah bahkan gratis kepada rakyat. Inilah prinsip pengurus rakyat (riayah suunil umat) dalam Islam.
Fungsi negara bukan sekadar regulator dan fasilitator, melainkan melayani kebutuhan dasar masyarakat secara optimal. Negara harus memastikan bantuan sosial kepada masyarakat tepat sasaran, yakni melakukan pengawasan dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi.
Penerapan kapitalisme menihilkan peran tersebut. Negara membantu rakyat ala kadarnya, menangani pandemi semaunya dan mengurus kebutuhan rakyat sekehendak hatinya. Bagaimana rakyat bisa terurus dan sejahtera dengan model kepemimpinan semacam ini?
Oleh karenanya, mengatasi permasalahan tidak cukup dengan solusi parsial atau tambal sulam. Akar masalah hari ini adalah penerapan kapitalisme demokrasi. Mau dimodel dengan strategi dan kebijakan apa pun, jika paradigma kepemimpinan dan pengurusan urusan rakyat tetap berkiblat pada kapitalisme, posisi rakyat akan selalu dikesampingkan. Kesehatan, kesejahteraan, pengangguran, kemiskinan, dan segudang problem sosial lainnya akan terus membayangi negeri ini selama kapitalisme berdiri.
Islam bukanlah sekadar agama yang mengatur peribadatan manusia kepada Tuhannya. Melainkan, Islam adalah ideologi yang memiliki seperangkat aturan terperinci bagi manusia, baik dari hal terkecil hingga hal terbesar yaitu pengaturan negara. Tujuan politik dan mengangkat pemimpin dalam Islam adalah untuk menjaga kemurnian agama dan mengatur dunia untuk kemaslahatan umat. Pemimpin amanah dan yang bersungguh-sungguh mengemban amanahnya tidak akan ada kecuali dilandasi rasa takut dan taat kepada Sang Pencipta.
Dengan demikian, kesejahteraan hakiki yang diimpikan seluruh manusia tidak akan terwujud dalam sistem demokrasi kapitalisme. Namun, semua itu hanya akan terwujud dalam sistem pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang bertakwa kepada Allah SWT. Dengan diterapkannya sistem Islam yang "rahmatan lil alamin", keberkahan akan turun dari langit dan bumi bagi seluruh umat manusia. Wallahu a'lam bishshawab.
COMMENTS