Rasulallah Kepala Negara
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita belajar kepada dua ulama besar dari kalangan fuqaha, semisal imam al-Mawardi rahimahullah sebagai representasi ulama terdahulu, maupun Syaikh Abdul Qadim Zallum al-Azhari rahimahullah sebagai representasi ulama kontemporer.
Imam al-Mawardi rahimahullah menjelaskan:
ويسمى خليفة لأنه خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم في أمته، فيجوز أن يقال: يا خليفة رسول الله، وعلى الإطلاق فيقال: الخليفة. واختلفوا هل يجوز أن يقال: يا خليفة الله؟ فجوزه بعضهم؛ لقيامه بحقوقه في خلقه، ولقوله تعالى: وهو الذي جعلكم خلائف الأرض ورفع بعضكم فوق بعض درجات. وامتنع جمهور العلماء من جواز ذلك، ونسبوا قائله إلى الفجور وقالوا: يستخلف من يغيب أو يموت، وقد قيل لأبي بكر الصديق رضي الله عنه: يا خليفة الله، فقال: لست بخليفة الله، ولكني خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Disebut dengan “khalifah” karena ia “menggantikan” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengurusi umatnya. Sehingga boleh disebut: “Wahai khalifah Rasulillah”, dan secara umum ia disebut al-khalifah saja. Para ulama berbeda pendapat, apakah boleh ia disebut: “Wahai khalifah Allah?”. Sebagian ulama membolehkan sebutan itu, karena ia menunaikan hak Allah pada makhluk-Nya, dan juga Allah berfirman: “Dan Dialah yang menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat derajat sebagian kalian di atas yang lain.” (QS. al-An’am: 165). Sedangkan mayoritas ulama melarang sebutan itu, dan menganggap orang yang berkata demikian sebagai orang durhaka. Mereka berkata: “Sang khalifah itu menggantikan orang yang hilang atau wafat, padahal Allah tidak hilang maupun wafat. Dan saat Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu disebut: ‘Wahai khalifah Allah’, maka beliau menjawab: ‘Aku bukan khalifah Allah, tetapi aku adalah khalifah Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’” (Imam al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah wa al-Wilayat ad-Diniyyah, Dar Ibn Qutaibah, 1989: 22)
Selanjutnya Syaikh Abdul Qadim Zallum al-Azhari rahimahullah menjelaskan:
وهذا كله واضح فيه كون منصب رئاسة المسلمين في الحكم غير منصب النبوة، وواضح فيه أن منصب الخلافة منصب دنيوي لا أخروي. ومن ذلك كله يتبيّن أن الخلافة وهي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا، منصب بشري، وليس منصباً إلهياً، لأنها منصب الحكم الذي كان يتولاه الرسول صلى الله عليه وآله وسلم. وقد تركه وفرض أن يخلفه فيه مسلم من المسلمين، فهي أن يقوم مكان الرسول صلى الله عليه وآله وسلم خليفة له في الحكم، وليس في النبوة. فهي خلافة للرسول في رئاسة المسلمين لتطبيق أحكام الإسلام، وحمل دعوته، وليس في تلقي الوحي، وأخذ الشرع عن الله.
Semua dalil ini jelas menunjukkan, posisi kepemimpinan terhadap kaum muslimin dalam pemerintahan bukanlah posisi kenabian. Jelas pula kedudukan khilafah adalah jabatan duniawi bukan jabatan ukhrawi. Dari semua itu menjadi sangat jelas, khilafah yang merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia, adalah jabatan manusiawi bukan jabatan ketuhanan, karena khilafah adalah jabatan pemerintahan yang dulu jabatan pemerintahan dipimpin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasul meninggalkan jabatan pemerintahan dan mewajibkan salah seorang kaum muslimin menggantikannya, yang artinya seseorang tadi menempati posisi sebagai pengganti baginda dalam masalah pemerintahan, bukan dalam masalah kenabian. Artinya sebagai pengganti Rasul dalam kepemimpinan kaum muslimin untuk menerapkan hukum Islam dan mengemban dakwah Islam, bukan untuk menyampaikan wahyu dan menerima syariat dari Allah. (Syaikh Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukm fi al-Islam, 2002: 119).
Dari dua penjelasan tersebut, bisa kita simpulkan:
Pertama, realitasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang dua posisi sekaligus, sebagai nabi dan sebagai kepala negara. Karena pasca hijrah kriteria sebagai seorang kepala negara yang memimpin sebuah negara madinah telah terwujud.
Kedua, khalifah itu hanya menggantikan nabi dari aspek pemerintahan semata, bukan dari aspek kenabian. Sehingga wajar kalau nabi tidak menyebut dirinya khalifah. Namun Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ridhwanullah ‘alaihim, yang disebut khalifah, karena mereka menggantikan posisi baginda sebagai kepala negara Madinah, bukan menggantikan posisi kenabiannya.
Ketiga, jelas sudah khilafah adalah pemerintahan yang dipimpin seorang khalifah dalam menerapkan syariah, sebagai pengganti pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Rasulullah yang memiliki dua jabatan sekaligus sebagai kepala negara dan seorang nabi. Artinya khilafah adalah pemerintahan yang mengikuti sistem bernegara Rasululllah, namun tanpa aspek kenabian. Wallahu a’lam.
Yan S. Prasetiadi
2 Dzul Qa'dah 1443 H
COMMENTS