investasi asing di food estate
Oleh Sari Ramadani (Aktivitas Muslimah)
Sedih tak berujung. Begitulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan negeri ini. Terlebih negeri-negeri kaum muslim yang saat ini tengah dihantam dari berbagai sisi. Kesedihan yang terjadi pun bukan secara tiba-tiba. Sebab, hal ini dapat terjadi karena ketiadaan Khilafah sebagai perisai bagi umat. Belum lagi potret buram negeri ini yang terlihat tidak bisa mandiri terlebih soal pangan.
Seperti yang terjadi baru-baru ini, terlihat Mochamad Saleh Nugrahadi selaku Asisten Deputi Pengelolaan DAS dan Konservasi Sumber Daya Alam pada Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan bersama dengan John C. Chen yang merupakan Representative of Taipei Economic and Trade Office in Indonesia. Tampak melakukan peninjauan di lokasi Food Estate, Humbang Hasundutan. Selain melihat secara langsung perkembangan dari program Food Estate di Sumatera Utara, kunjungan kali ini sekaligus sebagai penjajakan potensi kerja sama antara Indonesia dengan Taiwan dalam sektor pertanian. (maritim.go.id, 06/04/2022).
Food Estate sendiri adalah sebuah program pengembangan dalam pangan yang melibatkan berbagai sektor, yaitu peternakan, pertanian, dan juga perkebunan di sebuah kawasan tertentu. Hingga detik ini terdapat tiga kawasan yang menjadi pengembangan dalam program Food Estate, yaitu di Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Pakpak Barat), Provinsi Kalimantan Tengah (Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau), dan juga NTT. Tak hanya itu, rencananya pemerintah juga akan menjalankan program serupa di provinsi lain seperti di bySumatera Selatan dan Papua.
Latar belakang diadakan program Food Estate sebagai antisipasi krisis pangan memang cukup beralasan. Hal ini mengingat bahwa kondisi ketahanan pangan di negeri ini memang dirasa kurang begitu bagus jika dibandingkan dengan negara lain. Namun sayangnya, dalam program ini, aroma kapitalisasi dibidang pertanian tercium begitu kuat dengan masuknya investasi asing. Ketika investasi asing sudah mendominasi, mangkinkah program-program semacam ini dapat menguntunkan bagi rakyat? Akankah hal yang demikian mampu mewujudkan kedaulatan pangan? Tidak mungkin pastinya! Sebab, keuntungan yang didapatkan akan mengalir pada sang investor sehingga rakyat tak akan mendapatkan apa-apa.
Tampaknya negeri ini memang belum bisa terlepas dari cengkeraman asing. Sebab, setiap penanaman modal dan juga bantuan-bantuan yang terus digelontorkan oleh asing untuk negeri ini memang akan memperkuat hegemoninya di negeri ini. Namun sayangnya, penguasa hari ini tampaknya masih tak sadar, sehingga uluran tangan dari asing terlebih negeri kafir malah dianggap sebagai bentuk dari kebaikan yang harus disambut baik.
Padahal, kondisi ideal dari sebuah program seperti ketahanan pangan dalam suatu negara seharusnya akan menjadikan negara yang menjalankan program tersebut berdaulat dan mandiri, sehingga tidak akan bergantung kepada negara lain untuk memberikan investasinya dalam merealisasikan programnya tadi.
Beginilah potret buram dari sebuah negeri yang menganut sistem demokrasi-kapitalisme yang jauh dari kata mandiri dan selalu mengharapkan investasi. Sehingga dari sini makin tampak kuatlah asing yang makin hari makin mendominasi. Jika sudah begini, maka lagi-lagi yang akan terkena dampak buruk adalah rakyat. Sebab, sedari awal rakyat memang dijadikan tumbal utama dari program-program semacam ini, dikarenakan harus ikut menanggung beban negara dalam melunasi setiap dana yang datang dari investor asing diawal tadi.
Kondisi ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, selain program-program seperti Food Estate, negara juga mencanangkan sebuah program yang tak kalah penting agar dapat menghadapi kondisi sulit saat kritis pangan melanda.
Seperti halnya seluruh produk pangan pada masa subur tidak akan dihabiskan untuk dikonsumsi, tetapi harus ada yang disimpan untuk cadangan dikala masa sulit telah tiba. Sehingga negara akan mengembangkan sebuah teknik dalam bertanam bahan pangan dari hulu hingga hilir pada pasca panen, teknik pengawetan pangan yang juga tak kalah penting, sistem distribusi pangan, dan juga standar bangunan dari penyimpanan pangan itu sendiri.
Bukan hanya itu saja, pengaturan dari gaya hidup dan konsumsi masyarakat juga hal yang penting, maka negara dalam sistem Islam juga akan mengatur hal semacam ini dengan sangat detail. Penguasa akan mewanti-wanti rakyatnya agar tak ada masyarakat yang memiliki gaya hidup konsumtif, boros, dan hedonis, yang mana hal ini merupakan bagian dari gaya hidup ala kapitalisme.
Maka, sudah selayaknya negeri ini beralih kepada sistem Islam kafah yang memiliki pengaturan sempurna, yang semuanya sudah terintegrasi dalam sebuah sistem ketahanan pangan negara yang berdaulat dan juga mandiri, dan tidak dikuasai oleh pihak swasta atau bahkan asing. Untuk itu, hanya sistem Islam kafah yang memiliki semua yang dibutuhkan untuk mewujudkan ketahanan pangan mulai dari hulu hingga hilir.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Wallahualam bissawab.
COMMENTS