valentine haram
Oleh: Yeni Purnamasari, S.T (Muslimah Peduli Generasi)
Pada tanggal 14 Februari sebagian masyarakat di belahan dunia mana pun merayakan hari valentine. Berdasarkan sejarah, Hari Valentine berasal dari tradisi bangsa Romawi Kuno oleh Paus Roma Gelasius untuk memperingati kematian seorang pendeta bernama Santo Valentine yang dihukum karena diam-diam menikahkan setiap pasangan yang saling mencintai. Ternyata hingga sekarang dipercaya banyak orang sebagai bentuk ungkapan rasa kasih sayang yang diidentikkan dengan cokelat dan bunga.
Tidak terkecuali di negeri mayoritas Islam. Sebagaimana belakangan ini terlihat masyarakat negeri Arab Saudi mulai ikut merayakan hari valentine di kafe dan restoran. Selain itu permintaan lengerie merah meningkat saat periode hari valentine. Sehingga beberapa toko di mall Riyadh tak segan memajangnya di jendela. Disediakan juga diskon untuk parfum dan makeup.
Padahal sebelumnya Arab Saudi dikenal cukup ketat menentang perayaan Hari Valentine. Bahkan Polisi keagamaan pernah menindak penjualan perlengkapan Hari Valentine dan orang-orang yang mengenakan pakaian merah. Sayangnya perubahan terjadi seiring pertumbuhan ekonomi dan sosial yang menawarkan sisi lebih menarik. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan bagi hak perempuan (Cnbcindonesia.com, 13/022/2022).
Meskipun pemerintah sudah mengimbau masyarakat untuk tidak merayakan hari valentine, namun tetap tidak menyurutkan aksi untuk ikut meramaikannya. Budaya asing memang telah meracuni pemikiran kaum muslimin. Bahkan mendarah daging hingga sulit untuk menghilangkan tradisi dan budaya agama lain. Seperti halnya hura-hura, mabuk-mabukan dan bercampurnya laki-laki dan perempuan. Sama saja memicu terbukanya pintu kemaksiatan bagi para generasi muda.
Lebih jauh lagi akan mengikis akidah dan menurunkan semangat umat Islam untuk
memperjuangkan syariat. Terlihat bahwa toleransi yang digemborkan sebagai senjata oleh kalangan liberal untuk menyasar Islam. Padahal menjalin hubungan yang baik bukan berarti menerima keyakinan yang bertentangan dengan Islam.
Allah berfirman, "Katakanlah (Muhammad), Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim” (TQS. Ali 'Imran:64).
Budaya semacam ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Begitu pun merayakan Valentine Day berada di luar jalur ajaran Islam. Karena sama saja mengagungkan tokoh kafir. Kemudian membesarkan syiar orang fasiq maupun orang tidak beriman. Meskipun hanya untuk bermain-main, sama saja dengan meniru kebiasaan yang dilakukan orang kafir.
Rasulullah saw pernah bersabda, “Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah semata yang disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Ahmad).
Adapun kebiasaan mengikuti perayaan atau ritual yang berasal dari agama lain telah terjadi sejak zaman Rasulullah Saw. Ketika hendak berhijrah ke Madinah, Beliau menjumpai masyarakat di daerah tersebut sedang mengikuti perayaan dua hari raya orang-orang Majusi yaitu hari raya Nairuz dan Mihrajan. Padahal kedua hari raya tersebut merupakan hasil impor dari kalangan Persia yang beragama Majusi.
Ketika itu Rasulullah saw bersabda, "Aku mendatangi kalian (di Madinah), sementara kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyah. Padahal Allah telah memberikan dua hari yang lebih baik untuk kalian: Idul Qurban dan Idul Fitri" (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, dan dishahihkan Syaikh Ali Al-Halabi).
Sungguh miris peradaban yang menyelimuti umat, terutama di negeri mayoritas muslim. Tidak dapat menjadi model terbaik sebagaimana Islam sesungguhnya. Begitulah jika Islam hanya dijadikan pelengkap identitas KTP. Umat sama sekali tidak paham ketika Valentine Day ini menjadi anak panah kapitalis untuk membunuh ruh Islam dalam diri kaum muslim.
Faktanya, selama negeri ini masih menjadikan sistem kapitalis sebagai rujukan maka semua kemaksiatan menjadi sesuatu yang wajar. Seperti membenarkan kencan, pergaulan bebas atau segudang gaya hidup ala Barat merupakan keberhasilan musuh Islam untuk merusak moral umat. Sayangnya, hari ini kemaksiatan malah difasilitasi. Sementara yang melarang dikatakan tidak toleran atau ketinggalan zaman. Seolah menjadi manusia modern itu harus menjunjung gaya hidup Barat.
Dengan demikian, jika ingin semua problematika terselesaikan, maka harus menegakkan Islam sebagai sistem kehidupan. Karena Islam merupakan ideologi yang mengatur kemajemukan sebuah bangsa. Dengan penerapan syariah Islam kaffah negeri ini akan terbebas dari segala bentuk penjajahan. Baik di bidang ekonomi, sosial, politik, agama, maupun budaya. Terutama bebas dari pelunturan akidah yang sekarang melanda. Sehingga Allah akan menurunkan rahmat bagi semesta alam.
Wallahu a'lam bishshawaab.
COMMENTS