Ketahanan Pangan Dalam Islam
Penulis : Ummu Haura (Aktivis Dakwah)
Kenaikan disertai kelangkaan beberapa kebutuhan pangan membuat resah masyarakat. Harga minyak goreng yang belum tuntas permasalahannya, diikuti pula dengan kenaikan harga kedelai, telur, cabai, daging sapi dan gula beberapa waktu lalu. Mengapa ketersediaan pangan dan murah harganya, sangat sulit dicapai?
Masyarakat menengah ke bawah yang belum sepenuhnya pulih dari tekanan ekonomi akibat pandemi Covid 19 yang paling merasakan efek kenaikan dan kelangkaan beberapa kebutuhan pangan. Alih-alih mendapat bantuan dari Pemerintah untuk mengatasi kesulitan hidup, per tanggal 16 Maret 2022, harga minyak goreng kemasan kembali menyentuh harga tinggi. HET minyak goreng kemasan 2 liter menyentuh harga sekitar Rp 48.000.
Walau pemerintah mengatakan ketersediaan pasokan minyak goreng saat ini membanjiri pasar, akan tetapi tingginya harga akankah mendongkrak daya beli? Padahal kebutuhan hidup lainnya pun harus terpenuhi. Kebijakan yang tidak pro rakyat ini memicu kekesalan para ibu rumah tangga.
Dengan alasan menjaga ketersediaan stok di pasaran, maka kebijakan sebelumnya yaitu memberi subsidi selama 6 bulan telah dicabut. Padahal kebijakan subsidi tersebut baru dijalankan 2 bulan. Saat ini, subsidi hanya diberikan kepada minyak goreng curah.
Tabiat sistem ekonomi Kapitalisme yang rakus pada keuntungan sebesar-besarnya dan berpihak pada pengusaha, jelas tidak mungkin berpihak pada rakyat. Seakan menutup mata dari kesusahan yang diderita, beban baru pun terus ditambahkan kepada masyarakat. Bukan kesejahteraan tetapi kemiskinan yang dirasakan masyarakat.
Dalam Pemerintahan Islam, penguasa akan mendorong berkembangnya lahan perkebunan dan pertanian agar kebutuhan pokok bisa terjaga sepenuhnya. Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2020, Kementan (Kementerian Pertanian) menyebutkan bahwa lahan pertanian setiap tahunnya mengalami penyusutan sebanyak 60ribu hektar. Penyusutan tersebut disebabkan adanya alih fungsi lahan ke area non pertanian.
Tak hanya menjamin keberadaan lahan perkebunan dan pertanian, penguasa dalam sistem Islam pun peka dengan penderitaan rakyat. Kisah-kisah masyhur bagaimana Nabi Muhammad saw. hingga khalifah-khalifah setelah Beliau saw. begitu hidup bersahaja, bahkan memakan makanan yang sama dengan rakyat miskin. Tak ada kesenjangan hidup antara penguasa pada saat itu dengan rakyatnya.
Bandingkan dalam sistem Kapitalisme yang dianut negara ini, kekayaan pejabat dan penguasa ditengah kondisi pandemi malah mengalami kenaikan. Padahal Allah SWT telah mengancam bahwa orang-orang yang zalim akan mendapat siksa pedih (lihat QS AsySyura : 42)
Bahkan dalam hadis riwayat Muslim, pemimpin yang menipu rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga atasnya.
Tak hanya dua poin diatas, penguasa Islam wajib memastikan keamanan pangan dan memerangi korupsi. Ini membuktikan betapa syariat Islam begitu serius menjaga ketersediaan pangan murah bagi rakyatnya.
Jika pemerintah serius menangani masalah pangan, maka sistem Kapitalisme harus diganti dengan syariat Islam. Karena dalam syariat Islam penguasa tunduk pada aturan Allah dan RasulNya, bukan tunduk pada pengusaha bermodal besar.
Penguasa yang memahami hadis Bukhari yaitu pemimpin adalah pengurus rakyat (raa’in) dan ia akan bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya, maka penguasa tersebut tak akan menggadaikan kesejahteraan rakyatnya demi memenuhi kepentingan pengusaha.
COMMENTS