propaganda radikalisme
Oleh : Fathimah A. S. (Aktivis Dakwah Kampus Surabaya)
Tak pernah bosan, isu islamophobia kembali digaungkan di tengah-tengah masyarakat. Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effendi, dalam agenda Halaqah Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme yang digelar MUI disiarkan di kanal YouTube MUI, Rabu (26/1), mengungkapkan akan melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme. Effendi menyebutkan bahwa beberapa masjid dianggap sering menjadi tempat penyebaran paham radikal. (harianaceh.co.id, 26/01/2022).
Ini merupakan pernyataan yang tendensius dan menyudutkan Islam. Jika kita amati sepak terjangnya, pelabelan terorisme selalu menyasar Islam dan pengembannya. Padahal siapa sebenarnya dalang aksi terorisme dan motif dibalik aksinya itu masih menimbulkan tanda tanya. Masih kabur dan samar. Sementara anehnya, apabila terdapat kasus kekerasan yang disebabkan oleh pihak lain, justru tak disebut sebagai terorisme, akan tetapi disebut sebagai kelompok kriminal bersenjata. Jelas sudah, istilah terorisme ini selalu dikaitkan dengan Islam.
Tak hanya itu saja, terorisme melahirkan istilah radikalisme yang juga selalu dituduhkan kepada Islam. Radikalisme ini kerap kali disematkan kepada orang-orang yang mengkaji Islam secara mendalam. Yaitu orang yang selalu menghadirkan Islam sebagai solusi atas permasalahan kehidupan. Atau orang-orang yang teguh pada keislamannya dan tak mudah tergiur pada tawaran duniawi. Apabila kita amati, bukankah ciri yang dituduhkan ini sebenarnya merupakan buah yang benar dari keimanan? Dengan tuduhan ini, sama saja mereka mengatakan bahwa Islam mengandung ajaran berbahaya. Bahkan dikatakan bahwa radikalisme inilah yang membawa benih terorisme. Ini semua adalah pernyataan-pernyataan yang menyesatkan. Islam disudutkan dan diposisikan menjadi pihak tertuduh. Padahal apabila benar-benar mengkaji Islam, kita akan mendapati bahwa kekerasan dan pembunuhan tanpa haq itu bertentangan dengan ajaran Islam sendiri. Sehingga tak mungkin terorisme yang dituduhkan itu berasal dari Islam.
Pernyataan terkait pemetaan masjid ini juga mengandung maksud serupa. Masjid dianggap sebagai wadah berkembangbiaknya radikalisme, sehingga perlu dipetakan mana saja masjid yang dianggap radikal. Ini pernyataan yang berbahaya, bahkan dapat menggiring opini ketakutan untuk datang ke masjid atau sikap curiga ketika bertemu saudara sesama muslim di masjid. Pernyataan ini juga memojokkan para aktivis dakwah yang memang pusat aktivitasnya di masjid. Bahkan juga menuduh kaum muslim yang sering menghadiri kajian di masjid. Akibatnya, umat muslim menjadi semakin takut dengan agamanya sendiri. Bahkan, pernyataan ini sebenarnya juga sama saja menodai fungsi masjid itu sendiri. Masjid sejatinya berfungsi sebagai syiar agama Islam, mencerdaskan umat, dan mendekatkan umat kepada agamanya yang sempurna. Apabila umat takut datang ke masjid karena takut dilabeli radikalisme, lalu dimana lagi wadah umat bisa memahami agamanya sendiri?.
Tak hanya itu saja, pesantren juga menjadi pihak tertuduh sebagai penyebar radikalisme. Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (25/1), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengatakan ia menemukan adanya pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris. Jumlahnya mencapai ratusan pondok pesantren di berbagai wilayah.
Terkait jumlah pesantren yang diduga terafiliasi jaringan teroris, Rafli mengungkapkan ada 11 pondok pesantren yang menjadi afiliasi Jamaah Anshorut Khalifah, 68 pondok pesantren afiliasi Jamaah Islamiyah dan 119 pondok pesantren afiliasi Anshorut Daulah atau Simpatisan ISIS. Data tersebut dipaparkan dalam rapat di Komisi III DPR pada Selasa (25/1). Akan tetapi rinciannya tidak diungkapkan lebih detail (nasional.tempo.co, 25/01/2022).
Ini menjadi bukti bahwa radikalisme memang secara masif menjadi isu yang dipelihara di negeri ini. Tak hanya masjid, bahkan pesantren pun mendapatkan framing negatif sebagai penyebar radikalisme. Pernyataan ini sangatlah berbahaya. Pasalnya, terorisme adalah kejahatan yang bisa menghilangkan banyak nyawa manusia. Sehingga, tidak boleh asal menuduh tanpa bukti. Harus dijelaskan bagaimana proses penelitiannya, metode pengambilan datanya, sehingga bisa menyimpulkan seperti itu.
Padahal, kita ketahui bersama, pesantren adalah wadah untuk mengkaji Islam. Banyak pesantren yang melahirkan ulama-ulama yang faqih dalam agamanya. Apabila tuduhan ini dibiarkan, bisa-bisa orang tua menjadi takut menyekolahkan anaknya ke pesantren. Bahkan mencurigai anak santri yang fokus mendalami Islam. Mereka menjadi takut hanya karena termakan tak tuduhan berdasar. Lalu dimana lagi wadah umat untuk bisa mendalami Islam? Ketika dikatakan bahwa pesantren adalah penyebar radikalisme, ini sama saja mengatakan bahwa ajaran Islam itu berbahaya. Ini tentu saja wujud kelancangan kepada Allah SWT yang telah menghadirkan Islam sebagai pedoman hidup.
Ini merupakan hal yang wajar terjadi dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Kapitalisme mengakibatkan setiap orang bebas mengeluarkan pendapat walaupun belum terbukti kebenarannya. Kapitalisme memelihara isu islamophobia di tengah-tengah masyarakat sehingga para penganut ide ini tetap dapat eksis. Akibatnya, umat Islam mendapatkan ketidakadilan dari framing negatif ini. Seolah ketika mengkaji Islam secara mendalam, ia akan terpapar radikalisme dan berpotensi melakukan terorisme.
Ini adalah tuduhan tak berdasar. Klaim ini akan melahirkan perpecahan dan kegaduhan dalam masyarakat. Umat islam menjadi saling menuduh tanpa klarifikasi satu sama lain, padahal muslim yang satu adalah saudara bagi muslim lainnya. Umat islam juga menjadi takut pada agamanya sendiri dan enggan untuk memahami Islam. Akhirnya, ia memilih berada pada kubangan kebodohan dan tak akan pernah tahu jati dirinya.
Padahal seorang muslim itu wajib memahami agamanya secara sempurna agar ketaatannya juga sempurna. Apabila seorang muslim tidak membekali dirinya dengan Islam, maka ia akan menjadi pribadi yang tidak punya pendirian, mudah terbawa arus buruk, dan mudah terpengaruh ide-ide merusak. Tentu ini adalah hal yang tidak kita inginkan.
Apabila kita berkaca pada Sirah Nabawiyah, pada dasarnya kejadian serupa juga pernah dialami oleh Rasulullah SAW. Para kaum kafir quraisy yang membenci Islam juga melakukan propaganda terhadap Rasulullah dan para sahabat. Ini dilakukan karena mereka merasa takut melihat semakin banyak orang yang memeluk Islam. Mereka khawatir apabila akhirnya kekuasaan mereka diambil alih oleh Rasulullah. Akhirnya, mereka menyematkan istilah penyihir dengan ucapan kepada Rasulullah, yaitu apa yang Rasulullah katakan dapat memisahkan seseorang dari saudaranya, anak dari orang tuanya, istri dari suaminya, dsb. Padahal kita memahami, apa yang dikabarkan oleh Rasulullah adalah Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah sebagai rahmatan lil 'alamiin. Islam lah yang dapat mengembalikan manusia kepada jati dirinya sebagai hamba. Menjadikan manusia memahami bahwa dunia adalah tempat untuk menanam amal dan baru dipanen di akhirat kelak.
Sehingga, sejatinya radikalisme dan terorisme yang disematkan kepada Islam, tidak lain juga merupakan framing negatif yang diciptakan oleh musuh-musuh Islam. Mereka takut apabila Islam kembali berjaya maka terenggutlah pundi-pundi kekayaan mereka. Atau dengan kehadiran Islam sebagai pemimpin maka habis bersihlah ladang kepentingan mereka. Sadarnya umat akan pentingnya kembali pada Islam akan membuat mereka bergidik ngeri. Sehingga mereka membuat propaganda untuk menghadang kembalinya Islam.
Sungguh, penerapan Islam dalam bingkai Khilafah akan menghapuskan berbagai kedzaliman yang saat ini menyiksa umat dan mengembalikan urusan umat sebagaimana syariat mengatur. Khilafah akan menjaga akidah dan menjauhkan umat Islam dari propaganda-propaganda yang menyudutkan Islam. Sehingga, tentulah sebagai seorang muslim, jangan sampai kita termakan isu-isu yang mendiskreditkan ajaran Islam dan pengembannya. Justru jadilah sebagai pionir yang mengedukasi umat akan agama yang sempurna ini.
Wallahu A'lam Bi Shawwab
COMMENTS