krisis batubara
Sejak awal tahun 2022 ini, masyarakat di hebohkan dengan berbagai macam permasalahan mulai dari meningkatnya kasus omicron varian baru covid-19, naiknya bahan pokok, kenaikan tarif dasar listrik non subsidi, ditambah dengan kondisi krisis pasokan batubara yang terjadi di PT PLN (Persero).
Krisis yang disebutkan terakhir ini menambah rangkaian deretan krisis yang terjadi di Negara kita, akibat kondisi kurangnya pasokan batubara itu membuat 10 juta pelanggan listrik PLN terancam mengalami pemadaman karena 20 pembangkit tidak mendapat pasokan batubara, untuk mendapatkan pasokan maka pemerintah memberlakukan larangan ekspor batubara per 1 - 31 januari 2022. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Jamaludin, mengatakan bahwa langkah ini harus diambil dan bersifat sementara. Menurutnya, jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan padam dan berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional (https://www.cnbcindonesia.com/ 1/1/2022).
Krisis batubara menjadi sorotan yang menarik, karena mengingat kondisi Indonesia merupakan Negara yang kaya akan batubara dan merupakan Negara terbesar ke-2 yang mengekspor batubara, tapi justru di negerinya sendiri malah mengalami krisis, sungguh aneh, mengapa bisa terjadi demikian? Apakah krisis ini akan berhenti dan tak akan terulang? Atau ancaman terulangnya krisis akan terus ada mengingat bulan februari ini keran ekspor batubara sudah di buka lagi.
Jika kita telusuri, kesalahan mendasar yang menjadi ancaman krisis tersebut adalah sekulerisasi pengelolahan batubara oleh sistem kapitali, menjadikan batubara yang seharusnya di kelola oleh Negara seperti yang ada dalam mandat UUD pasal 33 ayat 2 dan 3 menyatakan “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Justru dilegalkan untuk dikelola oleh swasta atau individu dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia nomor 7 tahun 2020 pasal 14 ayat 1 “Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menerbitkan peta WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan berdasarkan permohonan badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan” sehingga pengelolaan batubara bisa di kelola oleh swasta atau idividu.
Hal wajar jika pengelolaannya tidak menjadi jaminan pasokan batubara untuk negeri sendiri terpenuhi secara langsung, meskipun sudah ada pengaturan untuk pemenuhan dalam negeri harus di utamakan, namun pada faktanya selalu ada perusahan nakal yang tidak memenuhi ketentuan tersebut. Prinsip dasar kapitalis menjadikan keuntungan yang lebih besar menjadi tujuan utama, sehingga mereka para kapital bisa memilih untuk menjual batubara keluar negeri karena melihat harganya yang jauh lebih malah dan menguntungkan. Maka intaian ancaman krisis akan terus terjadi selama dasar pengelolaan batubara tetap pada prinsip kapitalis sekuler.
Berbeda dalam Islam, individu boleh menguasai area tambang jika luas dan depositnya sedikit namun jika area tambang jumlahnya tidak terbatas maka individu atau swasta tidak boleh menguasainya sebab tambang tersebut termasuk harta milik umum (milkiyah ummah) dan hasilnya harus masuk kas Baitul Mal. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Selain itu Rasulullah saw pernah mengambil kebijakan memberikan tambang kepada Abyadh bin Hammal al-Mazini, namun kebijakan tersebut kemudian ditari kembali oleh Rasululah karena mengetahui tambang yang diberikan laksana air yang mengalir. Ini memnandakan bahwa barang tambang yang merupakan milkiyah amah yang mempengaruhi kebutuhan mendasar bagi umat harus dikelola oleh Negara dengan sebaik mungkin, baik dari awal sampai pendistribusian kepada umat tidak boleh diperdagangkan/diperjualbelikan untuk mencari keuntungan, apalagi di kelola oleh swasta yang jelas-jelas mencari keuntungan semata dan jelas itu tidak sesuai dengan islam.
Apa yang di sampaikan oleh Rasulullah saw hendaklah menjadi standar buat kita semua, bahwa islam mengatur semua aspek kehidupan termasuk dalam mengelola SDA termasuk didalamnya tambang batubara. Islam tidak menjadikan Negara seperti halnya Negara dalam sistem kapitalis, yang hanya menjadikan kebijakan-kebijakannya selalu berpihak kepada para pemilik modal, sehingga menjadi hal wajar jika satu kebijakan dengan kebijakan yang lain bisa saling tumpang tindih.
Islam justru akan memposisikan Negara sebagai pelaksana kebijakan yang bersumber langsung dari hukum syara’, mengatur urusan umat sesuai dengan aturan sang Pencipta yaitu Allah SWT yaitu Sistem Islam. Sistem yang menerapkan aturan Islam secara kaffahlah yang bisa menerapkan kebijakan-kebijakan yang bersumber dari syara’ yang akan mengurus urusan umat dengan benar.
Wallahu a’lam.
Penulis : Siti Jubaedah S.Pd | Pegiat Opini
COMMENTS