tarif listrik 2022
Memasuki tahun 2022, Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tariff penyesuain) secara merata setelah beberapa tahun tidak ada kenaikan pada 13 pelanggan PT PLN (persero) non subsidi. Dalam cnbcindonesia.com (8/12/2021) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyebut jika kondisi pandemi Covid-19 membaik. "Tahun 2022 apakah akan diterapkan tariff adjustment? Jadi kita sepakat dengan Banggar kalau sekiranya Covid-19 membaik ke depan mudah-mudahan, kita bersepakat dengan DPR dengan Banggar, kompensasi tariff adjustment diberikan enam bulan saja, selanjutnya disesuaikan,"
Wancana ini menjadi boomerang bagi masyarakat, disaat kondisi pandemi membaik namun masih menyisakan dampak perekonomian yang belum stabil, ditambah dengan gempuran kenaikan bahan pokok di akhir tahun 2021. Karena dampak diberlakukan tariff adjustment tak hanya menyerang golongan non subsidi saja, tetapi juga bisa mempengaruhi kondisi perindustrian yang menjadi efek domino pada sektor lain. Dan ujung-ujungnya masyarakat lagi yang terkena imbasnya, semakin membebani. Maka tak dapat dipungkiri masyarakat harus siap-siap dengan harga barang dan jasa naik, bahkan untuk mengefesienkan biaya oprasional akan terjadi pengurangan tenaga kerja.
Anehnya penyesuaian tariff adjustment menurut pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto, masih dianggap menjadi hal yang wajar dan dapat di terima ketika di barengi dengan layanan yang ditingkatkan oleh penyedia layanan yaitu PLN. Selaitu itu tarif adjustment juga biasanya di pengaruhi oleh tiga factor yaitu Kurs dollar, inflansi dan juga harga minyak dunia.
Faktor tersebut menjadi alasan tariff adjustment di anggap wajar, meskipun imbasnya bukan hanya masyarakat non subsidi saja, melainkan masyarakat secara umum. Ini bukti sistem kapitalis sekuler selalu memihak para penguasa kapital yang menjadikan tariff adjustment menjadi hal wajar, naik turunnya harga listrik disesuaikan dengan harga pasar dunia dan peningkatan pelayanan saja yang ujung-ujungnya demi mencari keuntungan. Padahal inilah kesalahan mendasar, kebijakan yang menjadikan Negara memerankan diri sebagai pedagang yang menjual layanan energi yang bersumber dari milkiyah ammah (kepemilikan umum) kepada rakyat, ditambah menggantungkan harga energi listrik dan pelayanan pada kondisi pasar/harga pasar dunia.
Berbeda dengan Islam yang memandang energi listrik merupakan kebutuhan mendasar bagi umat, karenanya akan dipenuhi secara gratis oleh Negara. Listrik juga dipandang sebagai layanan energi yang bersumber dari milkiyah ammah yang seharusnya dikelola oleh Negara yang dikembalikan lagi demi kepentingan umum tidak boleh diperdagangkan/diperjualbelikan untuk mencari keuntungan, apalagi di kelola oleh swasta yang jelas-jelas mencari keuntungan dan tidak sesuai dengan islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)”
Apa yang di sampaikan oleh Rasulullah saw hendaklah menjadi standar buat kita semua, bahwa islam mengatur semua aspek kehidupan termasuk dalam mengelola sumber daya alam termasuk didalamnya energi listrik. Islam tidak menjadikan Negara seperti halnya Negara dalam sistem kapitalis, yang hanya menjadikan standar hubungan Negara dengan rakyatnya untung rugi materi saja seperti layaknya penjual dan pembeli, tapi Negara akan di posisikan dengan sistem yang baik yang menciptakan kebaikan yang mengurusi urusan umat sesuai dengan aturan sang Pencipta yaitu Allah SWT yaitu Sistem Islam. Sistem yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam.
COMMENTS