kaleidoskop korupsi
Oleh : Ummu Rofi (Pemerhati Publik)
Langkah Senja senyap menyepi ke Barat, semakin tenggelam semakin memesona. Kau acungkan tangan melambai pergi sang Senja. Ingin menatapnya lebih lama pada saat-saat terakhir. (kompasiana.com, puisi 30/12/2021)
Dalam setiap pergantian tahun kali ini di tahun 2022, masyarakat berharap khususnya dalam penerapan hukum dan penanganan segala permasalahan teratasi dengan solutif, tidak dibiarkan begitu saja. Kaleidoskop 2021 penerapan hukum bagi para koruptor alias perbuatan para penguasa atau pemimpin daerah sangat membekas di dalam jiwa masyarakat.
Akan tetapi, kaleidoskop 2021 dalam mengatasi korupsi tidak pernah selesai sampai ke akarnya alias mandul solusi.
Menyadur dari laman liputan6.com Senin (20/12/2021) Ali Fikri Plt Jubir KPK mengatakan, KPK mencatat dari awal tahun 2021 hingga sampai bulan November 2021, KPK telah mengatasi 101 perkara dengan 116 tersangka, itu dalam catatan KPK.
Dan sambung Ali Fikri, KPK telah mencatat bahwa ada peningkatan kasus korupsi pada tahun lalu yaitu tahun 2020, jumlah kasus yang diatasi KPK 91 perkara dengan 110 pelaku."
Miris melihat fakta kasus korupsi dari tahun ke tahun bukannya berkurang tapi malah semakin bertambah, KPK pun dengan optimis mengatakan harus terus ditingkatkan dalam pemberantasan korupsi dengan penindakan, pencegahan dan pendidikan (edukasi). Sebab sudah kompleksitas korupsi ini juga terus meningkat. (Liputan6.com 20/12/2021)
Dari laman tersebut kita bisa mengetahui, bahwa penegakkan hukum dalam pemberantasan korupsi tidak membuat jera pelaku korupsi, alhasil bukannya berkurang tapi malah bertambah. Karena para pelaku dari praktik koruptif tidak memiliki rasa takut ketika hendak melakukannya.
Lembaga antirasuah, lembaga yang bertugas memberantas tindak koruptif tidak kunjung selesai dari tahun ke tahun, lebih ironisnya tindakan tersebut malah meningkat bukan menurun. Kenapa sih anti rasuah sulit sekali memberantas tindakan koruptif? Padahal jelas yang diambil adalah uang untuk mengurusi rakyat. Secara tidak langsung para koruptor mencuri uang rakyat!
Kita sering mendengar pernyataan-pernyataan dari lembaga antirasuah, bahwa ia akan memberantas kasus tindak koruptif, tapi hasilnya tidak memuaskan masyarakat dan masyarakat menjadi tidak percaya dengan lembaga tersebut. Alih-alih ingin memberantas, tapi tiap tahun data yang dicatat oleh KPK tidak pernah menurun malah sebaliknya. Miris
KPK mengaku telah menerima aduan dugaan korupsi sampai bulan November 2021 sebanyak 3.708 dan sudah diperiksa itu sejumlah 3.673, meski selisihnya tidak banyak, tetap saja masyarakat masih resah dengan tindakan koruptif yang semakin subur di negeri ini.
Kaleidoskop tindak koruptif yang tak kunjung selesai, malah bertambah. "Kita melihat di tahun 2021 sebagian masyarakat yang menduduki kursi pejabat dan pemimpin kepala daerah, di tahun ini ada 6 pemimpin daerah yang terciduk tindak koruptif dari berbagai pemimpin daerah." (suara.com, 25/12/2021).
Padahal kalau kita melihat gaji para pemimpin daerah itu sangat besar bagi rakyat biasa. Ditambah banyak sekali tunjangan-tunjangannya, kenapa masih belum puas dengan gaji sekian juta? Nah, di sini yang perlu masyarakat dalami, saat mencalonkan diri untuk menjabat kepala daerah, itu butuh modal yang sangat fantastis, akhirnya meminta bantuan kepada para pemodal alias pengusaha, dan terjalinlah kerjasama di antara mereka. Tidak ada makan siang gratis dong?!
Setelah berhasil terpilih, mau tidak mau harus mengembalikan modal yang sebelumnya telah disepakati. Akhirnya mengambil langkah untuk mengambil hak rakyat, contohnya dalam pengadaan dana proyek pembangunan infrastruktur, dll. Apapun cara akan dilakukan agar modal kembali. Ironis!
Itulah ketika hidup di dalam sistem yang salah, yakni sistem kapitalisme-demokrazy. Semua serba materi, standar perbuatannya dinilai dari materi. Dan sulitnya negara, khususnya lembaga antirasuah memberantas kasus korupsi.
Tidak lagi memikirkan urusan masyarakat, yang terpenting ketika sudah terpilih, hanya memikirkan bagaimana mengembalikan modal? Akhirnya melakukan tindakan kotor, dan permasalahan ini tidak akan selesai jika tidak diselesaikan sampai ke akarnya.
Berbeda dalam Islam, Islam memiliki aturan yang sangat sempurna dan hukumnya sangat menjerakan bagi pelaku kejahatan/tindakan mengambil harta yang bukan haknya alias maling. Dalam Islam ada hukum persanksian yakni jawazir(pencegahan) dan jawabir(penebus), negara akan memberikan pencegahan terlebih dahulu agar masyarakat memahami bahwa tidak boleh melakukan tindak kejahatan. Dan jika ada masyarakat yang melakukan tindak kejahatan, maka akan ada penebus alias sanksi (uqubat) atas apa yang telah dilakukannya, itu semua melihat apakah perbuatan ini termasuk dalam hukum hudud (yang telah ditetapkan hukumannya dari Allah Swt) atau hukum yang nanti ditetapkan oleh Khalifah (ta'zir).
Dalam Al-quran pun Allah menjelaskan dengan detail hukum-hukum yang telah Allah tetapkan (hudud), contohnya bagi pencuri hukumannya potong tangan. Dalam quran surat Al-Ma'idah 5 : ayat 38 Allah SWT berfirman yang artinya:
"Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
Oleh karena itu, untuk pencegahannya masyarakat dibekali dengan pemahaman-pemahaman dan aturan-aturan Islam. Jadi individu di dalam sistem pemerintahan Islam akan menjadi individu yang bertakwa, secara otomatis masyarakat pun akan menjadi masyarakat yang bertakwa pula. Dan pasti tindak kejahatan hanya sedikit ditemukan. Ditambah hukum persanksiannya sangat tegas dan sesuai fitrah manusia dan segera diselesaikan hukumnya. Tidak berepisode seperti dalam hukum kapitalisme.
Sangat berbeda dengan hukum saat ini, individu, masyarakat dan negaranya jauh dari Islam, pemahaman Islamnya sangat minim, hukum persanksiannya mandul tidak ada solusi, tidak memberikan efek jera atau tidak tegas dan tebang pilih. Wajar saja, jika tindak koruptif belum mampu terselesaikan sampai ke akarnya, malah tiap tahun makin subur alias bertambah. Ironis.
Maka, sudah selayaknya kita kembalikan kepada hukum Islam yang akan menuntaskan segala problematika kehidupan, politik dan hukum-hukum persanksian sesuai dengan Al-quran dan As-sunnah. Niscaya akan menuntaskan pula sampai ke akarnya tindakan koruptif yang semakin subur ini, dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Wallahu a'lam bishshawab
COMMENTS