hukuman predator seksual
Oleh: Nabilah (Penggerak majelis Taklim Muslimah Cerdas)
Kasus Herry Wirawan terdakwa kasus perkosaan 13 santriwati digiring petugas masuk mobil tahanan seusai dihadirkan pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Herry hukuman mati dengan alasan dianggap kejahatan luar biasa, kemudian menuntut hukuman kebiri kimia, denda Rp500 juta subsider satu tahun kurungan, harus membayar restitusi kepada anak-anak korban sebesar Rp330 juta, dan menuntut aset terdakwa disita. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Dari kejadian ini menuai beberapa polemik terkait penentuan hukuman bagi Herry Wirawan. Beberapa pihak mengatakan hukuman tersebut di nilai tepat terhadap kejahatan seksual yang telah dilakukannya. Pihak yang lain menyatakan bahwa hukuman itu tidak membuat efek jera sehingga cukup direhabilitasi saja.
Dukungan atas hukuman mati dan kebiri kimia itu tepat seperti yang di sampaikan dari Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Saadi, yang dikutip dari berita TRIBUNNEWS.COM. Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Saadi mendukung tuntutan jaksa kepada terdakwa perkara rudapaksa 13 santriwati, Herry Wirawan.
"Memberikan dukungan penuh kepada aparat penegak hukum atas tuntutan terhadap pidana tersangka sodara Herry. Ini merupakan satu bentuk tuntutan yang sesuai dengan harapan masyarakat," ujar Zainut di kantor Kemenko PMK, Jakarta,Rabu(12/1/2022). Zainut meyakini aparat penegak hukum telah menangani kasus ini dengan maksimal.
Pernyataan pun datang dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memberikan tanggapannya terkait tuntutan hukuman mati yang diberikan jaksa bagi terdakwa kasus rudapaksa santri, Herry Wirawan. Menurut Ridwan Kamil, tututan hukuman mati tersebut sudah sesuai dengan harapan.
Tak hanya itu, hukuman mati tersebut juga dinilai sudah memenuhi keadilan bagi korban yang jumlahnya banyak. "Saya rasa tuntutan hukuman mati untuk Herry Wirawan sangat sesuai dengan harapan dan memenuhi keadilan dari para korban yang jumlahnya banyak." (TRIBUNNEWS.COM)
Senada dengan tokoh yang lain Hidayat Nur Wahid mengkritisi pernyataan Ketua Komnas HAM yang tidak setuju pemberlakuan hukuman mati terhadap Herry Wirawan, terdakwa kasus rudapaksa terhadap 13 santriwati.(tribunnews.com)
Di pihak yang lain ada yang menentang dan mengatakan bahwa hukuman mati dan kebiri berikut denda itu tidak seharusnya dilakukan seperti dilansir dari tirto.id_ Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai sanksi hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual seperti Herry Wirawan tidak selaras dengan Pasal 67 KUHP.
“Hukuman mati kita, tidak bicara kenapa peristiwa itu terjadi dan apa yang bisa dilakukan ke depannya untuk korban dan untuk sistem yang ada,” ujar Meidina kepada reporter Tirto, Rabu (12/1/2022).Pernyataan serupa dari
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi juga berpandangan sama terhadap sanksi hukuman mati bagi Herry. Baik hukuman mati ataupun kebiri tidak efektif untuk mencegah tindak pidana kekerasan seksual. Namun ia tetap menghargai kinerja aparat penegak hukum. “Komnas Perempuan menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan apresiasi terhadap kerja koordinatif antara penegak hukum dengan lembaga layanan korban,” ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu (12/1/2022).
Meski hukuman mati dan hukuman kebiri kimia dianggap tidak efektif memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual, Siti menilai Herry mesti direhabilitasi agar mampu mengubah cara pandangnya terhadap wanita. Kesadaran Herry mesti dibangun, sehingga timbul kesadaran bahwa perbuatannya merugikan korban dan diri sendiri. “Lebih kepada bagaimana membangun cara berpikir sebagai lelaki baru. Rehabilitasi cara berpikir yang membongkar nilai -nilai partriaki,” ujarnya
Lahirnya polemik hukuman yang tepat bagi pelaku kejahatan seksual ataupun terhadap kasus korupsi (JawaPos.com) nampaklah cacat dan bobroknya sistem sekuler-Demokrasi dengan ide kebebasannya. Selain itu Demokrasi juga menggaungkan HAM (Hak Asasi Manusia) dan menjadikannya ukuran atau standar solusi atas masalah. Standar ini menimbulkan ketidak jelasan bahkan menimbulkan polemik.
Ini semua berawal dari cara pandang hidup yang tidak berlandaskan pada aqidah Islam. Bahwa segala aktifitas yang kita lakukan dalam segala aspek kehidupan ini haruslah karena keimanan yaitu takut hanya kepada Allah swt dan hari penghisaban kelak. Bahwa manusia akan mendapatkan pembalasan sesuai apa yang telah dilakukannya di dunia.
Selain itu kita harus senantiasa menjadikan solusi atas segala masalah hanya dari Allah dari Sang Kholiq. Ini semua sebagaimana yang tertuang dalam Al Qur'an dan As Sunnah. Bahwa hukum yang ada di dalamnya bersumber dari Al Mudabbir. Hukum inilah yang akan digunakan untuk mengatur kehidupan manusia agar semua berjalan lancar, baik dan penuh penjagaan serta jaminan agar manusia bisa hidup terarah dan tidak salah jalan.
Pengaturan tersebut mulai dari tata cara sholat, berpuasa, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, juga terkait sistem pemerintahan dan sistem sanksi bagi pelaku kemaksiatan. Semua diatur oleh Allah. Hukuman/sanksi yang berasal dari Allah SWT memiliki dua fungsi yaitu untuk memberikan efek jera di dunia juga sebagai penebus dosa kelak dari hari akhir.
Polemik hukum hari ini disebabkan aqidah sekuler yang memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Adapun seperangkat aturan yang digunakan dalam kehidupan adalah aturan yang hanya berdasar hawa nafsu saja. Seperangkat aturan ini tidak akan mampu memberikan pengayoman serta keadilan bagi umat manusia.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Aturan Islam adalah aturan yang berasal dari Al Kholiq yang menciptakan manusia beserta isinya. Maka Dialah Dzat yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi manusia. Oleh karena hanya dengan diterapkannya hukum Islam kaafahlah kita akan merasakan keadilan dengan ditegakkannya dalam sebuah institusi yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'alam bis-showab
COMMENTS