Korupsi Demokrasi
Oleh: Khofifa Ilmuwana (Relawan Media)
Ibarat menu makanan, kekuasaan bagaikan hidangan mewah yang disuguhkan oleh negara kapitalis. Kekuasaan seperti santapan yang paling enak bagi mereka yang memiliki modal. Bak uang panas yang terus menggelinding di pikiran penguasa. Seakan menutup mata hati sehingga mereka serakah dalam menikmati hidup. Menjadikan kekuasaan sebagai celengan untuk dapat memanjakan diri. Fakta ini hanya membuat kekuasaan Demokrasi rentan korupsi dan praktik kolusi.
Wacana korupsi terus bergelimang di negeri ini, pemberitaan media seakan tidak ada habisnya. Mengigat koruptor yang terus bermunculan hampir tiap periode. Dikutip dari sindonews.com (17/12/2021) KPK mengantongi dugaan korupsi sebanyak 3.708 Laporan, sejak Januri sampai November. Dari hasil laporan tersebut sebanyak 3.673 telah rampung diproses verifikasi oleh KPK disepanjang tahun 2021.
Berdasarkan hasil penelusuran dari laman resmi KPK, laporan dugaan korupsi terbanyak berasal dari DKI Jakarta. KPK mengantongi sebanyak 471 aduan dugaan korupsi dari wilayah DKI Jakarta. Kedua, wilayah Jawa Barat sebanyak 410 aduan; disusul Sumatera Utara 346 aduan; Jawa Timur 330 aduan; dan Jawa Tengah dengan 240 aduan.
Pemimpin yang dicetak Demokrasi hanya akan menciptakan bibit politikus. Kebijakan yang dikeluarkan jadi ajang transaksi. Dan supremasi hukum pun bisa dibeli. Kenapa? Karena halal haram tak ada tempat dalam sistem rusak ini. Tidak heran, jika para penguasa dalam sistem Demokrasi lekat dengan 'money politik' dan juga korupsi. Demokrasi yang begitu manis diucap, nyatanya tidak lebih dari sistem rusak dan merusak. Walhasil mencetak beragam wajah politikus yang tidak ada habisnya.
Konon, rakyat diberikan kewenangan untuk memenangkan kontestasi menjadi pemimpin. Kenyataannya, hak rakyat dirampas dan hanya dijadikan sarana untuk memuluskan hasrat mereka agar dapat berkuasa. Walhasil, kedaulatan rakyat sebagaimana slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat bagi para kapital. Hal itu hanyalah semboyan penuh bias. Jika hal ini terus terjadi maka setiap pemilihan hanya akan menghasilkan penguasa yang tidak bertanggung jawab dengan kepemimpinannya.
Terpampan nyata dan jelas bahwa sistem Demokrasi hanya mencetak para pemimpin yang haus akan kekuasaan dan korupsi. Selama Demokrasi yang menjadi cukong di negeri ini, korupsi akan terus tumbuh subur dan bahkan melahirkan bibit koruptor yang baru. Beda halnya dengan sistem Pemerintahan Islam (Khilafah) yang sistem pemerintahannya dijalankan semata-mata beribadah kepada Allah. Dengan demikian pemerintahan Khilafah dalam menjalankan roda pemerintahan Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul.
Adapun aturan yang diterpkan Khilafah Islam dalam mencegah korupsi, kecurangan dan suap adalah:
(1). Dibentuk badan pengawasan atau pemeriksa keuangan.
Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al Amwal Fi Daulah Khilafah menyebutkan: "untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecuarangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat pengawasan/pemeriksa keuangan". Ditambah lagi keimanan yang kokoh akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan kinerjanya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Seperti halnya dimasa Khalifah Umar Bin Khattab, beliau mengangkat pengawas yaitu Muhammad Bin Maslamah yang tugasnya mengawasi kekayaan para pejabat.
(2). Gaji yang cukup memenuhi kebutuhan pejabat
Negara Khilafah memberikan gaji yang cukup kepada pejabat dan pegawainya. Gaji tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
(3). Ketakwaan individu
Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, Khilafah menetapkan syarat takwah sebagai ketentuan untuk menjadi pemimpin, selain profesionalitas. Bagi seorang muslim menjabat adalah bagian amanah yang harus ditunaikan dengan benar dan niat yang tulus. Mereka meyakini bahwa hal demikian akan dimintai pertangung jawaban di dunia dan di akhirat.
(4). Amanah
Dalam pemerintahan Islam, setiap pejabat/pegawai wajib harus memenuhi syarat amanah. Berkaitan dengan harta, maka calon pejabat/pegawai negara akan dihitung kekayaannya sebelum menjabat. Meski saat menjabat pun tetap dihitung dan dicatat harta kekayaan dan tambahannya. Jika ada penambahan yang meragukan, maka diverifikasi apa ada penambahan hartanya secara syar'i atau tidak. Jika terbukti melakukan kecurangan/korupsi, maka harta tersebut akan disita dan dimasukan dalam kas negara. Pejabat/pegawai tersebut akan diproses hukum.
(5). Penerapan aturan haramnya korupsi san sanksi yanf keras
Khilafah juga menetapkan aturan haramnya korupsi, suap dan kecurangan. Menetapkan hukuman yang keras terhadap orang yang melanggar dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, dicambuk dan bahkan hukuman mati. Inilah cara yang dilakukan negara Khilafah untuk membuat jera si pelaku korupsi, suap, juga kecurangan dan mencegah yang lain agar tidak berbuat hal demikian.
Wallahu a'lam bishshawab.
COMMENTS