cara islam atasi bencana
Penulis: Ummu Haura’
Sejak Kamis (21/10), terhitung sudah 1 bulan lebih bencana banjir yang menimpa Kabupaten Sintang di Kalimantan Barat. 12 kecamatan di Sintang masih tergenang sehingga menyebabkan puluhan ribu kepala keluarga masih mengungsi di tenda-tenda pengungsian yang didirikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Derita yang berat dirasakan masyarakat selama pengungsian.
Sutarmidji, Gubernur Kalimantan Barat mengatakan bahwa bantuan bagi korban banjir di Sintang sudah didistribusikan termasuk 5.000 paket bantuan dari Presiden Joko Widodo. Akan tetapi masih banyak warga Sintang yang belum mendapatkan bantuan atau walaupun mendapatkan bantuan tetapi hanya ala kadarnya saja. Sedangkan kebutuhan lainnya seperti membayar sekolah anak tetap harus diupayakan. Tetapi banjir yang belum surut ini menyulitkan warga Sintang untuk bekerja.
Dilansir dari CNN Indonesia, salah satu warga yang menjadi korban akibat banjir di Sintang mengatakan bahwa bantuan yang ia terima ala kadarnya. Ina, warga Danau Sentarum, Kapuas Hulu cukup pusing dengan kondisi yang menimpanya ini. Kesulitan mencari uang, air bersih, rusaknya barang-barang, juga masalah kesehatan dikeluhkannya.
Apa penyebab banjir Sintang yang memakan waktu 1 bulan lamanya?
Curah hujan yang cukup ekstrem dituding sebagai penyebab banjir di Sintang. Sehingga daya tampung sungai Kapuas dan Melawi tidak sanggup menahan debit air dari curah hujan yang ekstrem tersebut. Jokowi sendiri mengatakan banjir ini dikarenakan kerusakan lingkungan selama puluhan tahun di daerah tangkapan hujan. Ia berjanji akan memulai perbaikan tahun depan.
Pernyataan Jokowi mengenai penyebab banjir di Sintang akibat kerusakan selama puluhan tahun di daerah tangkapan hujan dianggap keliru oleh Irwan, Wakil Sekjen Partai Demokrat. Banjir besar hingga berlangsung lebih dari 1 bulan di Sintang baru kali ini terjadi. Banjir besar terakhir terjadi di tahun 80-an. Ada hal lain yang menyebabkan banjir di Sintang bisa seperti ini. Irwan menuding penyebabnya karena ada perubahan tutupan lahan yang masif beberapa tahun terakhir di daerah aliran sungai hulu Sungai Kapuas.
Saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab terhadap apa yang terjadi di Sintang oleh penguasa maupun pejabat sangat memalukan. Seharusnya penanganan kejadian banjir di Sintang segera dilakukan. Tidak hanya menyediakan tempat untuk menampung warga yang kebanjiran atau menyediakan bantuan logistik yang semuanya hanya bersifat sementara. Waktu 1 bulan bukan lah waktu yang sebentar. Warga yang mengalami penderitaan akibat banjir sudah pasti merasakan banyak hal yang merugikan bagi mereka. Para pemimpin harusnya peka dengan penderitaan mereka. Jokowi sendiri belum dipastikan kapan akan melihat kondisi Sintang dan rakyatnya yang terkena banjir.
Kepemimpinan di era sekulerisme berbanding terbalik dengan kepemimpinan dimasa Islam berjaya. Kisah bagaimana Khalifah Umar bin Khattab menghadapi masa paceklik panjang selama 9 bulan yang menimpa Madinah patut diteladani oleh para pemimpin di negeri-negeri muslim. Bukan sekadar datang untuk pencitraan tanpa menyelesaikan masalah secara tuntas. Atau hanya mengirimkan bantuan berupa kebutuhan dasar rakyat ala kadarnya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin mengurusi rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyat, kecuali Allah mengharamkan baginya surga” (HR. Bukhari).
Pada saat menghadapi paceklik di Madinah, Umar bersegera melihat bagaimana kondisi rakyatnya. Umar melihat bagaimana rakyatnya mengalami kesulitan dan kesempitan hidup. Penderitaan yang berat tersebut membuat raut bahagia hilang dari wajah rakyatnya. Tidak ada senda gurau dan tawa mereka seperti biasanya. Melihat hal tersebut, Umar bersegera mengirim surat meminta bantuan untuk mecukupi kebutuhan dasar rakyat Madinah ke beberapa gubernur yang berada dibawah kekuasaan Islam. Para gubernurnya mengirimkan berbagai bahan makanan juga pakaian. Umar turun tangan untuk memastikan bantuan-bantuan tersebut diterima warganya dimana pun mereka berada. Bahkan Umar pun tak ragu mengotorinya tangannya untuk membuat adonan roti bercampur zaitun.
Umar bersumpah bahwa ia tidak akan makan daging dan minyak samin sebelum kebutuhan rakyatnya dapat terpenuhi dengan baik dimasa paceklik itu. Umar tidak mengistimewakan diri dan keluarganya. Amirul mukminin tersebut juga menurunkan standar hidupnya hingga mengikuti standar hidup rakyatnya yang makan seadanya. Umar tak segan duduk bersama rakyatnya yang kelaparan dan makan bersama mereka.
Tak hanya melayani dengan memberikan kebutuhan dasar yang mencukupi bagi rakyatnya. Umar pun mengajak rakyatnya untuk melaksanakan solat istisqa. Rakyat dan pemimpinnya memohon ampun kepada Allah dan meminta agar Allah segera menghentikan ujian ini.
Keteladanan seorang Umar bin Khattab dalam mengurusi rakyatnya yang terkena musibah tidak akan ditemukan umat Islam dimasa sekarang. Sistem kapitalisme yang dianut oleh negeri-negeri muslim membuat para penguasanya memilih menyelamatkan dirinya sendiri dibanding memperhatikan rakyatnya yang mengalami musibah. Sudah sepatutnya umat Islam juga para ulamanya membuka mata terhadap fakta ini dan bersegera menerapkan Islam dalam bernegara.
Wallahu’alam
COMMENTS