kesetaraan gender menurut islam
Oleh: Yeni Purnamasari, S.T (Muslimah Peduli Generasi)
Masyarakat saat ini umumnya memandang laki-laki dan perempuan memiliki peranan yang sama dalam kehidupan. Perempuan diberi kebebasan untuk menyalurkan aspirasinya di ruang publik. Karena sebelumnya kondisi kaum perempuan dianggap tertindas dan lemah. Bahkan nasib perempuan selalu terpuruk ketika harus menanggung beban ganda. Berperan sebagai ibu dan buruh dengan gaji yang lebih rendah dari kaum lelaki.
Dari persepsi inilah muncul upaya pemberontakan dengan mengusung kesetaraan gender, mengangkat perempuan dari kemiskinan, dan pemberdayaan perempuan melalui program ekonomi. Itulah bentuk propaganda demi tercipta keadilan sistemik perempuan. Belum lama ini pihak Kapolri menyelenggarakan Konferensi Asosiasi Polwan Internasional ke-58 di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu, 7 November 2021. Dibuka oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Adapun tema utama yang disampaikan adalah 'Women at the Center Stage of Policing'. Hal ini berkaitan dengan tujuan acara yaitu memberikan panggung dan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam berkarya pada Polri setara dengan jabatan polisi laki-laki. Seperti saat ini polwan telah menduduki jabatan operasional yang strategis di Kepolisian dan jabatan yang high risk pada misi perdamaian dunia, Densus 88 Antiteror, dan pasukan Brigade Mobile (iNews.id 7/11/2021).
Di hadapan 980 peserta baik secara langsung maupun secara online dari 39 negara. Diantaranya terdiri dari 63 pembicara yang akan berbagi keahlian, pengetahuan, pengalaman, dan best practice. Di sisi lain Sigit menegaskan bahwa kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah memberikan ruang kepada para Polisi Wanita untuk mendapatkan hak kesetaraan gender termasuk karier Polwan di Korps Bhayangkara. Sehingga diharapkan dapat menjadi pemimpin masa depan dengan pengetahuan, pengalaman, dan keahlian serta memiliki jaringan yang lebih luas dengan aparat penegak hukum lainnya di seluruh dunia. Dengan begitu dapat mengubah pandangan diskriminatif terhadap perempuan (cnnindonesia.com 8/11/2021).
Adanya kebijakan tersebut sama saja telah melegalisasi keberadaan feminisme di tengah umat. Bahkan untuk memperkuat perjuangan kesetaraan gender, HAM, toleransi di kalangan perempuan. Sehingga sekarang kaum perempuan banyak melakukan pekerjaan mencari nafkah seperti laki-laki. Bukan jadi rahasia umum lagi perempuan dijadikan tulang punggung keluarga. Malah dimanfaatkan sebagai roda kemajuan ekonomi oleh negara.
Itulah gambaran pada sistem kapitalisme liberal sebagai dasar prinsip kesetaraan gender. Tidak hanya penting dari sisi moralitas, keadilan, tetapi juga sangat penting dan relevan dari sisi ekonomi. Artinya perempuan tidak hanya berperan bagi keluarga dan masyarakat, tetapi juga memiliki peran penting dalam perekonomian negara. Berbagai kebijakan Pemerintah memang didesain untuk membuka lebar kesempatan kesetaraan gender. Dimaksudkan membuat perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Bahkan diberi peluang besar untuk menjadi pemimpin dengan dalih menciptakan hak yang tinggi bagi perempuan.
Pemerintah terus menguatkan arus eksistensi gender dengan menggaungkan dan membuat lingkungan pendukung perempuan untuk selalu produktif dalam menuangkan aspirasinya. Karena memang tujuan dari kapitalisme mendorong penghancuran peran mulia setiap anggota keluarga. Kaum perempuan tidak menyadari bahwa perannya telah diredupkan sebagai pencetak generasi peradaban mulia. Lalu beralih fungsi dan menghabiskan banyak waktu di luar rumah.
Padahal berdasarkan pandangan islam kesetaraan belum tentu berarti keadilan gender bagi perempuan. Posisi perempuan sangat istimewa dan mulia. Harus dilindungi dan dijauhkan dari kerawanan serta dijaga kehormatannya. Perempuan tidak dianggap lemah karena posisinya. Karena dilihat secara proporsional, bukan secara subjektif atau komsumtif. Perempuan tidak wajib bekerja, sedangkan laki-laki wajib. Perempuan juga tidak boleh diangkat sebagai penguasa.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Tidak akan beruntung kaum yang menyerahkan urusan kekuasaan mereka pada perempuan" (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ahmad).
Pada dasarnya laki-laki dengan perempuan secara fisik jelas berbeda. Memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Maka peran dan kedudukan perempuan dengan laki-laki pun berbeda dalam keadilan yang diatur dalam agama.
Allah berfirman, yang artinya"Kaum ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada kaum ibu (istrinya) dengan cara yang baik dan benar. (Allah) tidak akan memberikan kadar beban kepada hamba-Nya kecuali dengan kadar kesanggupan (hamba tersebut)" (TQS. Al- Baqarah:233).
Padahal Allah telah mengatur kehidupan manusia secara adil dan seimbang. Hanya saja Allah memberikan beban yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam tabiatnya sebagai manusia. Sama-sama dijanjikan pahala dan surga jika beriman dan beramal sholeh serta diancam neraka jika ingkar dan durhaka. Namun secara fitrah, laki-laki dan perempuan berbeda dalam menjalankan peran di tengah keluarga dan umat. Diikuti juga perbedaan hukum antara keduanya.
Bukan berarti perbedaan itu menjadikan pengistimewaan yang satu dengan yang lain sebagai diskriminasi terhadap perempuan. Tetapi islam memberikan kemuliaan sejauh mana dapat menjalankan perannya sesuai syariat Allah.
Allah berfirman, yang artinya "Janganlah kalian iri hati dengan apa yang telah Allah karuniakan kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain (karena) bagi laki-laki ada bagian yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian yang mereka usahakan (TQS. An-Nisa:32).
Dengan kata lain, keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan laki-laki. Sama-sama diberi tugas mengemban tanggung jawab dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai kehendak Allah. Sehingga perempuan memiliki kewajiban yang sama untuk mewujudkan kesadaran politik pada diri mereka dan masyarakat secara umum. Dalam artian politik islam tidak terbatas pada masalah kekuasaan saja. Melainkan meliputi pemeliharaan seluruh urusan umat dalam suatu negara.
Dalam hal ini negara bertindak secara langsung mengatur urusan umat. Sedangkan umat bertindak sebagai pengawas dan pengoreksi pelaksanaan pengaturan negara. Sehingga secara keseluruhan dianggap sebagai problematika umat yang harus diselesaikan bersama. Tanpa membedakan apakah problem itu menimpa laki-laki atau perempuan. Dengan aktifitas politik inilah, maka akan terbina dan terbentuk kader-kader dakwah untuk menyebarkan islam ke seluruh elemen masyarakat. Kemudian menuju peradaban yang baik agar islam bangkit dari keterpurukan sebelumnya.
Dengan demikian islam tidak pernah meminggirkan kaum perempuan dari aktifitas politik. Seperti Khadijah binti Khuwalid ra yang senantiasa mendampingi dan mengobarkan semangat perjuangan bersama Rasulullah saw. Pada dasarnya Allah telah menetapkan peran utama dan strategis bagi perempuan yaitu sebagai al-ummu wa rabbatul bayt, sebagai pencetak generasi yang berkualitas, pejuang islam yang ikhlas.
Maka dari itu butuh kerjasama antara laki-laki dan perempuan secara produktif untuk mewujudkan kehidupan masyarakat islam yang kokoh. Tentunya dengan menerapkan syariat islam secara kaffah yang akan menghantarkan kebahagiaan hakiki bagi semua pihak tanpa terkecuali. Terlebih tidak akan dijumpai lagi eksploitasi terhadap perempuan, karena mendapat jaminan perlindungan oleh negara.
Wallahu'alam
COMMENTS