kebijakan impor negara khilafah
Oleh : Rey Fitriyani
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton pada 2021. Dari total tersebut, pemerintah menyepakati alokasi impor garam industri sebanyak 3,07 juta ton. Agus menjelaskan sebanyak 1,5 juta ton garam akan dipenuhi dari produksi garam lokal. Rinciannya, 1,2 juta ton dari industri besar pengolahan garam dan 300 ribu dari Industri Kecil Menengah (IKM). Pihaknya juga memberikan izin impor garam untuk empat sektor usaha. Beberapa sektor itu, antara lain khlor alkali, aneka pangan, farmasi dan kosmetik, dan pengeboran minyak.
"Untuk menjamin ketersediaan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, pada 2021 telah disepakati alokasi impor komoditas pergaraman industri sebesar 3,07 juta ton," ungka Agus dalam Webinar National Webinar SBE UISC 2021 x FDEP: Industrialisasi Garam Nasional Berbasis Teknologi. Sektor industri lain di luar yang disebutkan tadi diminta untuk menggunakan bahan baku garam hasil produksi dalam negeri," kata Agus.
Agus mencontohkan sektor khlor dan alkali yang merupakan turunan dari industri manufaktur membutuhkan garam 2,4 juta ton per tahun. Sektor khlor dan alkali menghasilkan produk petrokimia, pulp, dan kertas. Ia menambahkan bahwa manufaktur menjadi industri yang membutuhkan garam terbanyak, yakni 84 persen dari total kebutuhan garam nasional yang mencapai 4,6 juta.
"Angka kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi industri tentu terus meningkat seiring dengan adanya pertumbuhan industri pengguna garam sebesar 5-7 persen per tahun," pungkas Agus. Dengan demikian kontinuitas pasokan bahan baku sangat diperlukan," imbuh Agus. (Jakarta, CNN Indonesia, Jumat, 24/09/2021)
Berdasarkan data, nilai impor garam sebagai bahan baku dan bahan penolong industri di tahun 2020 kurang lebih sebesar 97 juta dollar AS. Sementara nilai ekspor di tahun yang sama dari industri pengguna garam impor tersebut seperti industri kimia, famasi, makanan dan minuman serta industri pulp dan kertas mencapai 47,9 miliar dollar AS.
Ia menjelaskan pemerintah masih harus mengimpor garam karena beberapa faktor. Pertama, jumlah produksi lokal tak mampu memenuhi kebutuhan industri. Kedua, kualitas garam lokal tak sepadan dengan kebutuhan industri. Ketiga, kepastian pasokan garam industri melakukan produksi sepanjang tahun. Menurut Agus, industri membutuhkan garam dengan spesifikasi cukup tinggi.
"Hal ini menunjukkan betapa krusialnya peran bahan baku garam sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam menunjang kinerja industri dalam negeri yang juga memberikan kontribusi dalam peningkatan devisa negara," ucapnya. (Kompas.com, Sabtu, 25/09/2021)
Kebijakan pemerintah untuk membuka impor garam dalam jumlah yang sangat besar tentu sangat disayangkan. Lantas siapakah yang paling terdampak atas dibukanya impor garam? Tentu saja para petani garam. Sudah bekerja keras menghasilkan garam, tapi semua itu seperti sia-sia dilakukan. Pun sepertinya bukan kali ini saja petani garam mengalami kerugian besar akibat kebijakan impor garam. Janji swasembada garam pernah disampaikan petinggi negeri, tapi hasilnya masih terus menjadi pekerjaan rumah bersama. Ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal mewujudkan target swasembada di tahun ini serta mengabaikan jeritan petambak garam akibat panen melimpah dan tidak lakunya garam lokal. Semestinya ada kesungguhan kebijakan negara untuk mengatasi masalah berulang ini.
Impor garam bukan saja membuat petani merugi, tapi sumber penghasilan mereka juga terancam menurun drastis bahkan hilang. Impor garam membuat serapan garam lokal berkurang. Akibatnya garam lokal dipaksa bersaing dengan garam impor. Lebih miris lagi, harga garam impor selalu lebih murah dibanding harga garam lokal. Pada akhirnya, kesejahteraan petani garam sangat jauh dari harapan.
Beginilah potret petani garam lokal dalam sistem Neoliberal kapitalisme yang tidak berbeda jauh dengan nasib para petani kecil di sektor lain. Alih-alih peningkatan kesejahteraan, justru nasib mereka makin memburuk dan bertambah miskin.
Pemerintah harusnya menyadari bahwa penyebab utama kacaunya tata kelola garam karena konsep neoliberal yang diterapkan. Sistem neoliberal ini telah menghilangkan fungsi pemerintah yang sesungguhnya sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Peran pemerintah tak lebih sebatas regulator dan fasilitator, yaitu pembuat regulasi (bagi kemudahan masuknya korporasi). Bahkan sangat tampak keberpihakan yang begitu besar pada korporasi, sedang nasib rakyatnya sendiri diabaikan.
Namun hal ini berbeda dengan tata kelola garam dalam Khilafah yang berbasis syariat. Sistem kehidupan Islam dengan Khilafah yang ditopang sistem ekonomi Islam, politik ekonomi Islam, sistem politik Islam, maupun politik pemerintahan Islam mampu mewujudkan peran pemerintah sebagai raa’in (pelayan) dan junnah (perisai) yang akan melindungi rakyat. Sebagaimana sabda Rasul saw.,
“Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari)
Seluruh kebutuhan dasar setiap rakyat dalam Khilafah dijamin oleh Islam. Jaminan ini telah ditetapkan oleh Islam sebagai kebijakan ekonomi Khilafah, baik dalam bentuk mekanisme ekonomi maupun nonekonomi. Kebijakan itu antara lain, pertama, Khilafah memastikan agar produksi domestik negara Khilafah tinggi dan bisa memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya. Kedua, dengan tingkat produksi yang tinggi, terdistribusikannya barang dan jasa dengan baik di tengah-tengah rakyat. Negara turut mengawasi harga barang agar tidak bebas naik dan turun yang bisa memengaruhi daya beli masyarakat. Sehingga, petani, penjual, dan pembeli tidak mengalami kerugian dan seluruh kebutuhan pokoknya terpenuhi.
Inilah cara yang ditempuh Khilafah untuk menyejahterakan rakyat dengan mekanisme ekonomi yang jelas dan menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat. Hal ini tak lain karena penerapan sistem ekonomi Islam bukan penerapan ekonomi kapitalisme yang hanya memikirkan keuntungan para kapitalis dan kepentingan penguasa.
Sehingga persoalan impor garam hanya bisa selesai jika sistem di negeri ini dibenahi dan diubah menjadi sistem Islam melalui institusi daulah Khilafah. Dengan menerapkan syariat Islam secara kafah dalam setiap lini kehidupan, maka keberkahan dan kesejahteraan umat insyaallah akan didapat.
COMMENTS