kurikulum pendidikan khilafah
Oleh : Nurhayati Hakim (Aktivis Muslimah Mataram)
Siapa yang tak kenal BJ Habibie ?. Ilmuan Indonesia Pembuat Pesawat Terbang itu telah menjadi ikon kecerdasan dan inovasi dalam dunia pendidikan. Bahkan dulu, sangat lumrah orang tua/wali siswa memotivasi anak-anak mereka agar rajin belajar sehingga bisa secerdas Habibie. Ya, Presiden ke-3 RI itu memang telah menjadi inspirator bagi generasi dahulu agar semangat belajar hingga mampu menghasilkan karya nyata bagi negeri.
Namun saat ini, inspirator ini agaknya telah terganti. Generasi muda lebih tertarik dan giat belajar untuk sekedar lulus kemudian melamar pekerjaan. Tidak berambisi untuk menjadi cendikiawan maupun ilmuan yang sungguh-sungguh mencintai ilmu, berdedikasi, demi meneguk kemajuan. Lebih-lebih saat ini kurikulum industri telah digodok ke dalam perguruan tinggi.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang meminta perguruan tinggi melibatkan berbagai industri untuk mendidik para mahasiswa (kompas.com, 27/7/2021).
Menurutnya, di era yang penuh disrupsi seperti sekarang ini, kolaborasi antara perguruan tinggi dengan para praktisi dan pelaku industri sangat penting. Sehingga dia mengajak pelaku industri ikut mendidik para mahasiswa sesuai dengan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen, agar para mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda dari pengalaman di dunia akademis semata.
Jokowi juga meminta perguruan tinggi memfasilitasi mahasiswa untuk belajar kepada siapa pun juga, di mana pun juga, dan tentang apa pun juga. Pembelajaran dari para praktisi dan pelaku industri dinilai sangat penting. Bahkan menurutnya, kurikulum seharusnya memberikan bobot SKS yang jauh lebih besar untuk mahasiswa belajar dari praktisi dan industri.
Jokowi mengatakan, keterampilan dan pengetahuan mahasiswa harus sejalan dengan perkembangan terkini dan masa depan. Ia mengingatkan bahwa banyak pengetahuan dan keterampilan yang menjadi tidak relevan lagi dan menjadi usang karena disrupsi.
Namun, menurut Presiden, di saat bersamaan, banyak pengetahuan baru yang bermunculan. Banyak jenis pekerjaan yang hilang karena disrupsi, tetapi pekerjaan baru di masa kini dan masa mendatang juga bermunculan akibat disrupsi.
Maka untuk merespons perubahan itu, Jokowi menekankan agar jangan sampai pengetahuan dan keterampilan mahasiswa justru tidak menyongsong masa depan. Sehingga mahasiswa harus disiapkan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang relevan untuk zamannya.
Apa yang disampaikan oleh Presiden memang masuk akal dan relevan. Namun benarkah demikian ?.
Kurikulum Industri Sarat Kepentingan Korporasi
Praktek gonta ganti kurikulum, hingga berakhir pada implementasi kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang mengorbit dunia industri menegaskan bahwa Indonesia masih mengalami krisis visi dan misi. Ketidak jelasan dan mudahnya gonta-ganti kebijakan dalam dunia pendidikan juga menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam mewujudkan cita-cita pendidikan tanah air.
Bagaimana tidak, pemerintah justru menyesuaikan instrumen pembelajaran agar sesuai dengan kepentingan korporasi bukan malah menyusun instrumen kurikulum yang berbasis intelektualitas dan inovasi, yang justru sangat penting untuk pembangunan jangka panjang Indonesia. Maka wajar, fokus mahasiswa teralihkan dari pendalaman ilmu, menjadi sekedar berkuliah, mendapat ijazah lalu menjadi pegawai korporasi.
Kurikulum industri ini yang sarat kepentingan korporasi ini menjadi pintu pembajakan potensi intelektual generasi. Ini tentu menjadi ancaman bagi negara karena bisa kehilangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan inovatif dikemudian hari. Para pakar ilmu yang menjadi sumber lahirnya berbagai inovasi pembawa kemajuan dan kemaslahatan bagi rakyat. Karena yang ada hanyalah SDM operator mesin industri.
Negara-negera korporat imperialis memang sangat rakus. Seolah tak cukup menjarah Sumber Daya Alam (SDA) negeri-negeri kaum muslimin termasuk Indonesia melalui berbagai bentuk perjanjian kerja sama, perampokan berkedok investasi hingga hutang luar negeri, mereka juga turut serta membajak potensi SDM generasi melalui program kurikulum industri ini.
Hal ini tentu tak lepas dari sistem yang diterapkan di tanah air saat ini. Sistem kapitalisme sekuler telah menjadikan tujuan tertinggi pendidikan sebatas peraihan materi. Tak ayal generasi yang dilahirkan menjadi generasi yang hanya mengejar IPK tinggi, gelar dan pekerjaan bergengsi. Pragmatis dan apatis terhadap permasalahan negeri yang multidimensi. Bagaimana terwujud cita-cita pendidikan nasional untuk membangun rakyat Indonesia menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia, jika seperti ini ?
Islam Lahirkan Generasi Unggul
Hal ini jelas berbeda dengan islam. Ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam islam. Sebab Ilmu sangat berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, dan kemajuan. Dan bukankah wahyu pertama yang Allah Swt turunkan juga mendorong untuk menimba ilmu dan belajar?.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dialah yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya,” (terjemah QS. Al-Alaq : 1-5).
Serta masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong manusia untuk belajar, memikirkan alam semesta, dan memuji orang-orang yang beriman dan berilmu. Maka sangat wajar peradaban islam dimasa lalu sangat memuliakan ilmuan dan para ulama yang memegang kunci-kunci ilmu pengetahuan. Lebih-lebih mengingat tujuan pendidikan dalam islam tak lain adalah untuk membentuk generasi yang memiliki akidah islam yang kokoh, kepribadian (syaksiyah) islam yang tangguh ditandai dengan pola fikir dan pola sikapnya sesuai dengan hukum syariah, serta membekali generasi dengan ilmu kehidupan (sains dan teknologi) untuk memakmurkan bumi.
Sejarah pun telah mencatat bahwa islam berhasil mewujudkan cita-cita pendidikan rabbani ini. Terbukti peradaban islam mampu melahirkan para ilmuan unggul seperti Al-Birruni, Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Al-Zahrawi, dan lain sebagainya yang mempelopori berbagai kemajuan dalam bidang sains dan teknologi didunia modern saat ini. Tak kalah juga melahirkan para ulama besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, dan lain sebagainya dengan khazanah keilmuan yang luar biasa. Bahkan tak hanya kaum muslimin, non muslim yang hidup dalam naungan islam pun ikut meneguk kebaikan dan kemajuan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Karen Armstrong yang merupakan salah satu sejarawan barat dengan mengatakan,
“Dibawah islam, orang-orang yahudi telah menikmati masa keemasan di Andalusia (Spanyol),” (Karen Armstrong, A History of Jerusalem One City Tree Faith. Hal.326).
Atau dibukunya yang berjudul A Short History, dia mengatakan, “Cendikiawan muslim membuat lebih banyak penemuan ilmiah selama ini daripada diseluruh sejarah yang tercatat sebelumnya”.
Maka tak ayal, dengan tujuan pendidikan yang benar dan ditopang sistem kehidupan yang dibangun diatas wahyu Allah dan sunnah Rasul-Nya, umat islam bisa menjadi umat terbaik dan memimpin peradaban. Maka sudah saatnya umat bangkit dan kembali menerapkan islam dalam bingkai kekhilafahan, sehingga mampu melahirkan SDM unggul pembangun peradaban bukan menjadi operator mesin industri. Wallahu’alam.
COMMENTS