Khilafah Solusi Penistaan Agama
Oleh: Umi Fia (Aktifis Muslimah Peduli Umat).
Tersangka kasus dugaan UU ITE dan penodaan agama Muhammad Kosman alias Muhammad Kece diduga telah dianiaya oleh tahanan lainnya di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengungkapkan, terkait dugaan penganiayaan itu, Kece telah melakukan pelaporan terhadap seseorang yang diduga pelaku penganiayaan tersebut.
"Pada tanggal 26 Agustus 2021 Bareskrim terima satu Laporan Polisi LP Nomor 0510/VIII/2021/Bareskrim atas nama pelapor Muhamad Kosman kasusnya pelapor melaporkan dirinya telah mendapatkan penganiayaan dari orang yang saat ini memjadi tahanan Rutan Bareskrim Polri," kata Rusdi di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/9/2021).
Rusdi menyebut, saat ini pihak Bareskrim Polri sedang memproses laporan yang dilakukan oleh Muhammad Kece tersebut. Penyidik telah memeriksa tiga orang saksi terkait dengan kasus itu.
"Sudah ditindaklanjuti laporan polisi ini dan memeriksa tiga saksi kemudian kumpulkan alat bukti yang relevan," ujar Rusdi.
Muhammad Kece ditangkap pada Selasa 24 Agustus, malam sekira pukul 19.30 WITA di Banjar Untal-Untal, Kuta Utara, Bali. Lokasi itu, kata polisi, merupakan tempat persembunyiannya Muhammad Kace.
Muhammad Kece dijerat dengan pasal sangkaan berlapis terkait dengan pernyataannya yang dinilai telah melukai hati umat beragama. Dalam hal ini, ia terancam hukuman penjara hingga enam tahun.
Penyidik menjerat pasal dugaan persangkaan ujaran kebencian berdasarkan SARA menurut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hingga penistaan agama.
Dalam hal ini, Muhammad Kece dipersangkakan Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45a Ayat (2) UU ITE atau Pasal 156a KUHP. Okezone Jum'at 17 September 2021 17:49 WIB
Kasus perendahan terhadap ajaran Islam dan pengembannya terus terjadi dan sanksi yang diberikan pada pelaku penistaan dipandang publik tak cukup memberi dampak efektif.
Kasus penistaan terhadap agama terus berulang dalam sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan individu dan melahirkan hukum yang hanya meredam kegaduhan publik, bukan memberi solusi tuntas.
Episode penistaan agama terus berlanjut dan berulang, mereka berlindung atas nama kebebasan HAM, dan sejatinya HAM dalam demokrasi hanyalah kebebasan untuk menistakan Islam.
Jika kita menelaah penistaan agama sudah biasa dalam sistem demokrasi bahkan cenderung dilindungi karena sering dilakukan orang-orang di lingkaran kekuasaan. Mulai dari penistaan ayat al-Qur’an, Rasulullah, ajaran Islam, dan simbol-simbol Islam bahkan ulama’nya dikriminalkan. Mereka yang melakukan penistaan agama seolah tidak tersentuh hukum. Pelaporan kasus penistaan agama berjalan lambat dan bahkan berhenti ditempat, tidak ada kelanjutannya. Hukum tidak tegas pada penista agama sehingga penistaan terulang tanpa ada sanksi yang tegas.
Dan ini sudah merupakan tabiat asli dari sistem demokrasi yang bebas berfikir dan mengatakan apa saja tentang satu agama bahkan itu dilakukan di hadapan umum yang bisa menyakiti umat Islam.
Inilah demokrasi yang tidak tegas dengan penistaan agama sehingga marak dilakukan orang-orang yang tidak mempunyai iman dalam beragama.
Berbeda dengan sistem Islam yang mana disepanjang sejarahnya hampir tidak dijumpai penistaan agama karena mereka akan mendapatkan hukuman tegas dan keras bagi pelakunya. Beragama adalah hak yang paling asasi yang dilindungi oleh hukum. Dan penistanya harus dihukum seberat – beratnya agar bisa memberi efek jera bagi yang lain untuk tidak melakukan penistaan terhadap agama.
Sejatinya demokrasi dalam sistem sekuler adalah memisahkan agama dari negara. Suara-suara sumbang yang meragukan peran agama dalam negara ditumbuhsuburkan dalam rangka mencapai tujuan sekulerisme. Memisahkan agama dari negara dan menistakan ajaran agama adalah bentuk radikalisme sekuler yang mendapat angin segar dari Barat. Dengan demokrasi, Barat punya agenda besar untuk menghambat kebangkitan Islam yang dulu pernah ada. Barat sangat paham bahwa Islam bukan hanya sekedar ajaran ritualistik semata, melainkan sebagai ideologi yang mempu menggerakkan kesadaran peradaban umatnya.
Banyaknya kasus penistaan agama membuktikan bahwa negara telah gagal melindungi agama. Sebabnya sistem sekuler tidak menempatkan agama pada tempatnya. Syariat Islam tidak dijadikan sebagai sumber aturan dan hukum. Agama hanya dijadikan sebagai salah satu sumber nilai dan norma belaka. Sebagai alternatif rujukan dalam membuat regulasi-regulasi dan bukan menjadi orientasi. Karenanya agama menjadi patut untuk dipertanyakan, diragukan, bahkan dinistakan. Orang yang menghina agama secara sadar ataupun tidak, bisa jadi karena ketidak tahuan. Atau karena kedengkian terhadap Islam.
Maka dari itu saatnya umat islam bangkit, bersatu rapatkan barisan tegakkan syariah agar sanksi hukum yang tegas dan memberi efek jera bagi penista agama segera terwujud.
Wallaahu a'lam bi ash shawab.
COMMENTS