Pemerintah sudah sepatutnya memberikan contoh baik. Dalam membuat kebijakan yang bertujuan untuk mengatur, melayani dan menjaga kepentingan rakyat
Oleh: waryati (Pemerhati Kebijakan)
Pemerintah sudah sepatutnya memberikan contoh baik. Dalam membuat kebijakan yang bertujuan untuk mengatur, melayani dan menjaga kepentingan rakyat dalam segala aspek. Termasuk kebijakan pelarangan mudik pada lebaran kemarin dan larangan kerumunan lainnya harus diimplementasikan dengan baik, demi menjaga masyarakat dari paparan virus corona.
Namun demikian, sebuah kebijakan seharusnya lahir atas dasar kepentingan rakyat keseluruhan. Bukan untuk kepentingan kelompok, apalagi kepentingan segelintir orang. Banyak kita saksikan pelanggaran yang dilakukan masyarakat, bukan semata masyarakat itu bandel atau melawan terhadap suatu aturan. Akan tetapi, ada banyak faktor yang membuat ketaatan masyarakat terhadap aturan pemerintah menipis atau kalau boleh dikatakan telah pudar.
Menjelang lebaran kemarin, pusat perbelanjaan dan pasar dipadati pengunjung tanpa ada pengawasan atau aturan yang mewajibkan diberlakukannya prokes. Disusul setelah lebaran H - 1 warga pun berbondong-bondong mendatangi tempat wisata dan itu dibiarkan. Walau pada akhirnya sebagian tempat wisata ditutup kembali karena terjadi lonjakan pengunjung.
Di sisi lain, mudik dilarang, ziarah kubur tak boleh, sholat idulfitri diimbau tuk ditiadakan. Terbukti di Masjid Istiqlal, Masjid terbesar di Indonesia, shalat Idulfitri benar-benar tiada. Masyarakat pun terpaksa gigit jari. Momen setahun sekali tuk melaksanakan shalat Idulfitri di Masjid termegah terpaksa dikubur dalam-dalam.
Kebingungan terjadi di masyarakat. Dilema antara ingin taat aturan demi menjaga diri dari virus, namun saat yang sama, aturan mana yang mesti ditaati. Kerumunan dilarang dengan alasan antisipasi membludaknya penyebaran virus. Tetapi, ada kerumunan yang justru dibiarkan bahkan seolah diberi keleluasaan tuk beroperasi. Fakta demikian, menjadi bukti kebijakan yang tak pasti dan berpotensi menjadi kekisruhan dan pelanggaran di masyarakat.
Kebijakan plin-plan yang terjadi saat ini, bukan hanya membingungkan, namun juga merugikan rakyat secara materi dan kesehatan. Buka tutup tempat wisata bagi sebagian pedagang kecil memberikan dampak negatif bagi mereka. Seperti yang terjadi di Kabupaten Pandeglang, Banten. Masyarakat melakukan demo penolakan terkait penutupan kembali tempat wisata di daerahnya. Mereka beralasan, jangan menyamakan masyarakat Jakarta yang banyak terkena virus dengan masyarakat Pandeglang yang baik-baik saja. Wisata tersebut menjadi mata pencaharian utama warga setempat tuk bertahan hidup agar dapur tetap ngebul di tengah badai covid-19, dilansir dari Viva co.id.
Pemerintah seolah tidak memprediksi membludaknya pengunjung akibat dibukanya tempat wisata. Aturan pasti juga adil yang diterapkan saja terkadang terjadi pelanggaran oleh oknum tidak bertanggung jawab. Apalagi jika aturannya terkesan tebang pilih, sudah bisa dipastikan akan banyak terjadi pelanggaran di mana-mana diakibatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap sebuah kebijakan.
Rakyat menilai, kebijakan dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, tapi hanya menimbang pemasukan pemerintah dari PAD dan kepentingan usaha pariwisata. Kenapa demikian, seandainya pemerintah benar-benar serius ingin melindungi masyarakat dari paparan corona, mestinya setiap pintu yang berpotensi mendatangkan kerumunan ditutup rapat. Tidak dibiarkan celah sedikitpun untuk virus bisa melewatinya.
Sebuah negara akan maju dan sejahtera apabila dalam kepemimpinannya menomorsatukan kepentingan rakyat. Rakyat dilayani, dimengerti, dicukupi kebutuhannya, diberikan ruang bebas untuk melakukan apa pun selama tidak melanggar hukum syara. Juga diberikan teladan dari pemimpin negeri dan para pejabatnya, niscaya kepercayaan dan ketaatan terhadap pemerintah akan tumbuh dari masyarakat dengan sendirinya tanpa diminta.
Wallahua'lam.
COMMENTS