Ramadhan bulan taqwa
Oleh: Fathimah A. S.
Ramadhan sebentar lagi. Kaum muslim mulai mempersiapkan diri dan bergembira menyambut bulan mulia ini. Mereka mulai membuat rencana di bulan Ramadhan untuk mempersiapkan amalan terbaik yang dapat dipersembahkan. Bulan ini menjadi momentum khusus bagi umat muslim untuk memperbanyak ibadah serta meningkatkan ketakwaan.
Tak mau kalah, KPI juga melakukan persiapan dengan memperketat siaran televisi selama bulan Ramadhan. Hal ini mengacu pada 14 poin pedoman yang diperuntukkan pada lembaga penyiaran dalam Surat Edaran Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadan. Tindakan ini tak lain dengan tujuan untuk meningkatkan kekhusyukan beribadah dan penghormatan bagi bulan Ramadhan.
Beberapa aturan tersebut antara lain, KPI meminta untuk memperhatikan kepatutan busana yang dikenakan oleh presenter, host, dan/atau pendukung/pengisi acara agar sesuai dengan suasana Ramadan.
KPI juga melarang siaran televisi menampilkan adegan berpelukan/bergendongan/bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara baik yang disiarkan secara live (langsung) maupun tapping (rekaman).
Lembaga penyiaran juga diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan (deskjabar.pikiran-rakyat.com).
Hal ini merupakan langkah positif dari KPI yaitu upaya pengontrolan terhadap media selama Ramadhan. Bertujuan untuk mencegah kemaksiatan dan meningkatkan kualitas ibadah selama bulan Ramadhan.
Akan tetapi, pengontrolan media yang hanya dilakukan pada Bulan Ramadhan juga menunjukkan bahwa negeri ini masih berada dalam genggaman sekulerisme. Sekulerisme merupakan pandangan bahwa adanya pemisahan agama dari kehidupan. Agama dianggap sebagai ibadah ritual semata dan momen-momen tertentu saja, seperti bulan Ramadhan dan idul adha.
Padahal ketakwaan tidak hanya dilakukan pada saat bulan Ramadhan atau saat-saat ibadah ritual saja. Ketakwaan dilakukan setiap saat semenjak seorang hamba bersyahadat, tiada Illah selain Allah SWT. Tidak ada dzat yang layak disembah selain Allah SWT. Pengakuan kemahaesaan Allah ini harus disertai dengan pengakuan kemahaesaan dalam beribadah (menaati segala aturan-Nya).
Ketakwaan bukan hanya momentum sebulan dalam setahun, akan tetapi setiap saat selama nafas masih berhembus. Bulan Ramadhan merupakan bulan istimewa yang diberikan oleh Allah SWT agar kita semakin bertakwa, sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183, yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa".
Ramadhan memiliki tujuan yaitu agar bertakwa. Imam ath-Thabari, saat menafsirkan ayat di atas, antara lain mengutip Al-Hasan yang menyatakan, “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka.” (Lihat: Ath-Thabari, Jâmi' al-Bayân li Ta'wîl al-Qur'ân, I/232-233).
Dalam riwayat lain, takwa, menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra., ditandai dengan empat hal: (1) al-khawf min al-jalîl (memiliki rasa takut kepada Allah Yang Mahaagung); (2) al-‘amalu bi at-tanzîl (mengamalkan al- Quran); (3) ar-ridhâ bi al-qalîl (ridha dengan yang halal walau sedikit); (4) al-istidâd li yawm ar-rahîl (mempersiapkan bekal untuk [menghadapi] hari penggiringan [Hari Kiamat] (Ibn Yusuf ash-Shalihi asy-Syami, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, 1/421).
Takwa tidak dapat diraih hanya dalam satu bulan berpuasa. Namun, bulan Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk melatih diri untuk meningkatkan ketakwaan kita. Sehingga, sudah sepatutnya usai bulan Ramadhan justru semakin istiqamah untuk bertakwa, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Adanya pelarangan siaran yang bertentangan dengan ajaran Islam harusnya senantiasa dilakukan setiap waktu.
Akan tetapi faktanya sungguh miris, kemaksiatan tetap merajalela pasca Bulan Ramadhan. Seolah kemaksiatan hanya "istirahat sejenak" saat Bulan Ramadhan saja. Salah satu penyebab utamanya ialah banyaknya siaran atau konten maksiat merajalela.
Sehingga, untuk menciptakan suasana ketakwaan secara totalitas, maka dibutuhkan sistem yang benar-benar mendukung keimanan. Yang mampu mendukung individu, masyarakat, dan negara untuk bertakwa. Sekulerisme yang hanya menempatkan ibadah secara momentum tertentu tak mampu mendukung keimanan secara totalitas.
Sistem yang mampu mendukung keimanan dan ketakwaan ialah Negara Khilafah. Khilafah berperan sebagai pengurus dan penjaga umat agar dapat mencegah umat dari kemaksiatan setiap waktu.
Khilafah akan melakukan pembinaan dan pendidikan berlandaskan akidah islam, sehingga akan membangun ketakwaan individu. Khilafah juga melakukan pengontrolan terhadap media, dan media hanya akan digunakan dalam sarana dakwah sehingga meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Media akan diperketat sehingga akan menampilkan tayangan yang selaras dengan Islam, dan memfilter informasi yang berisikan hal maksiat. Selain itu, Khilafah juga didukung oleh sistem politik, ekonomi, pendidikan, dan sistem sosial yang sesuai dengan syariat Islam. Serta, untuk menjaga keberhasilan penerapan sistem Islam, diberlakukan sistem sanksi yang tegas. Sistem sanksi ini bertujuan sebagai efek jera dan penebus dosa. Sehingga, akan menekan tingkat kemaksiatan.
Sistem Islam kaffah ini akan menciptakan kehidupan berlandaskan keimanan dan ketakwaan secara totalitas. Sehingga, tercipta kehidupan yang berkah baik di dunia maupun di akhirat.
Wallahu A'lam bi Shawwab
COMMENTS