tebang pilih penerapan prokes covid
Oleh : Dhiniaty Amandha | Praktisi Pendidikan
Dalam seminggu terakhir, perhatian publik tersedot mimetisme media dalam pernikahan youtuber ternama Atta Halilintar dengan Aurel Hermansyah. Media berlomba-lomba meliput rangkaian prosesi pernikahan tersebut. Bahkan ada salah satu media yang menyiarkannya secara langsung. Tak hanya karena pernikahan nan megah, tapi tamunya bertabur bintang dan pejabat negara. Termasuk Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang bertindak sebagai saksi nikah kedua mempelai.
Kesenjangan sosial dan ketidakadilan hukum. Dua kata mencuat dari publik menanggapi realitas ini. Betapa tidak, perlakuan berbeda dialami masyarakat biasa yang ingin menggelar resepsi pernikahan. Dalam banyak kasus, resepsi pernikahan dihadiri oleh pihak kepolisian bukan untuk memberikan doa restu. Tapi membubarkan resepsi dengan alasan pandemi Covid-19.
Belum lagi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait "Pemerintah Akan Tindak Tegas Pembuat Kerumunan". Seakan tak berlaku terhadap kalangan atas yang mempunyai ketenaran. Ini bukan kasus pertama, diskriminasi antara masyarakat biasa dan non biasa. Bahkan kasus sama, ada yang berujung pidana. Seperti yang dialami oleh ulama kharismatik, Habib Rizieq Syihab.
Lantas untuk apa hukum negara ini ditegakkan ? memang betul semua harus mematuhi protokol kesehatan (prokes) yang berlaku di saat pandemi Covid-19. Bukan berarti juga sibuk mencari pembenaran atas pernikahan yang dilangsungkan dengan tidak taat prokes. Hanya saja ketidakadilan hukum apabila dibiarkan, akan menjadi bom waktu yang menghancurkan sisi penegakan hukum itu sendiri.
Wajar Hukum Hari Ini Tak Adil
Keadilan hukum barang mahal di negeri ini. Tak hanya terkait pelanggaran prokes oleh yang berdasi dan berduit, yang tak dieksekusi hukum. Tapi bejibunnya tebang pilih penegakan hukum, yang mengusik nurani. Kasus pencurian receh karena lapar begitu mudahnya diseret ke meja hijau. Berbanding terbalik dengan kasus korupsi triliunan, vonis hukumnya ringan, malah bisa pelesiran dan dapat sel mewah.
Aktivis muslim, emak strong atau aktivis sosial yang menyampaikan kritik pada pemerintah atau lingkaran pemilik modal yang kebijakannya menyengsarakan, langsung ditangkap. Tapi ‘berbuih-buih’ celaan, gangguan dan intimidasi terhadap syari’at Islam sengaja dibiarkan.
Wajar terjadi. Keadilan memang tak pernah dapat ditegakkan, selama hukum yang digunakan dari produk akal manusia. Seperti dalam sistem sekuler demokrasi hari ini. Mengapa ? Manusia adalah makhluk yang lemah, serba kekurangan dan akalnya terbatas. Dalam tataran penggalian/penetapan, tak akan mampu menjangkau hukum terbaik. Karena dipastikan dalam produk hukumnya terkandung hawa nafsu dan kepentingan pembuatnya. Akan sangatlah wajar jika dalam penerapan dan penegakkannya pun penuh kecacatan, kelalaian dan ketidakadilan. Realitasnya selalu memihak pada yang berkuasa, bertahta atau berharta.
Manusia sangat membutuhkan sang Khaliq Yang Maha Adil. Hukum yang dibuat manusia tak akan sama dengan hukum yang datangnya langsung dari Allah ‘Azza Wa Jalla. Tentu hanya hukum yang datangnya dari Allah SWT sajalah hukum yang benar dan adil. Yang diturunkan tanpa kepentingan tapi semata untuk kemashlahatan manusia sendiri dalam menjalankan kehidupannya. Tapi sayangnya, hari ini hukum Allah SWT ditelantarkan, bahkan yang miris dianggap kuno dan pemecah belah.
Taat Hukum Allah Konsekuensi Keimanan
Allah SWT berfirman :
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (QS. Al Jatsiyah ayat 18).
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٍ وَّلَا مُؤۡمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوۡلُهٗۤ اَمۡرًا اَنۡ يَّكُوۡنَ لَهُمُ الۡخِيَرَةُ مِنۡ اَمۡرِهِمۡ ؕ وَمَنۡ يَّعۡصِ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيۡنًا
Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (QS. Al Ahzab ayat 36).
Dari ayat-ayat mulia di atas, keimanan total bukanlah keimanan yang pilih memilih terhadap hukum Allah. Yang disukai dijalankan, tapi yang tak disukai ditinggalkan. Hukum-hukum Allah tak cukup hanya diyakini kebenarannya, tapi wajib diterapkan dalam kehidupan manusia. Artinya undang-undang positif negara haruslah diadopsi dari hukum-huum Allah.
Pelaksanaan hukumnya didasarkan atas ketakwaan baik level individu, masyarakat maupun negara. Penyelewengan atasnya adalah kedurhakaan dan kekufuran. Konsekuensinya adalah dosa. Penegakannya tak pandang bulu, sekalipun terhadap yang berkuasa, bertahta atau berharta. Rasulullah SAW bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Artinya : Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagai muslim sejati seharusnya lebih tanggap atas situasi negeri ini yang kian hari kian pelik, akibat banyaknya ketidakadilan hukum. Tentu saja mukmin yang bertaqwa, tak akan rela membiarkan kondisi seperti ini terus berlanjut. Muslim harus senantiasa singsingkan lengan, mencurahkan pikiran, tenaga dan waktu dalam berjuang menegakkan hukum Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawabi.
COMMENTS