mudik 2021 dilarang wisata boleh
Oleh : Siti Alfina, S. Pd (Pemerhati Kebijakan Publik)
Tak terasa sekarang sudah memasuki pertengahan Ramadhan. Jelang kemenangan Syawal kian mulai diambang pikiran. Suasana lebaran sudah berangsur dipersiapkan. Wajah-wajah yang disayang mulai bergelayut di ingatan. Berjumpa sanak saudara yang semakin dirindukan. Mengingat hidup di perantauan rindu akan kampung halaman. Perjalanan mudik pun sanggup dilakukan. Karena akan ada yang menanti kepulangan penuh kegembiraan.
Ya memang benar, mudik lebaran sudah menjadi kebiasaan. Hal ini menjadikannya sebagai tradisi tahunan. Semua orang pasti sudah membuat _planning_ yang matang ketika berada di perjalanan. Sungguh habits yang tak bisa dielakkan.
Mudik Dilarang Wisata Dibolehkan, kok bisa?
Terlepas dari polemik definisi mudik dan pulang kampung yang sempat viral setahun belakangan. Kini kembali mencuat di tagline media sosial dan juga di instansi pemerintahan.
Pasalnya, kebijakan pemerintahan soal mudik sudah dikeluarkan. Seperti yang diberitakan di laman KOMPAS.com (24/04/2021)- Pemerintah secara resmi telah melarang mudik Lebaran 2021 selama 6-17 Mei 2021.
Hal itu diumumkan dalam Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 dari Satgas Penanganan Covid-19 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Kebijakan itu diperketat dengan dikeluarkannya Addendum atas SE Nomor 13 Tahun 2021 tersebut.
Pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) 2 pekan sebelum dan sepekan setelah masa peniadaan mudik, yakni 22 April-5 Mei 2021 dan 18-24 Mei 2021.
Sementara itu dikutip dari Liputan6.com(26/04/2021)-Pemerintah melarang masyarakat untuk mudik Lebaran pada tahun ini, tapi kawasan wisata tetap diizinkan beroperasi.
Menanggapi hal ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, menjelaskan bahwa destinasi wisata lokal tetap dibuka untuk menggeliatkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Menurutnya, dengan berwisata lokal, paling tidak akan berkontribusi dalam memulihkan sektor pariwisata daerah, membuka peluang usaha dan lapangan kerja. Selain itu, juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui produk ekonomi kreatif lokal.
Sandiaga mengatakan, pelarangan mudik ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan angka penularan Covid-19. Sementara itu, masyarakat masih diizinkan untuk berwisata, tapi hanya di lingkungan wilayah tempat tinggalnya.
Kebijakan ini bukan mendatangkan kepatuhan rakyat justru menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Rakyat kembali harus kembali menelan pil kekecewaan karena kebijakan yang sarat akan kepentingan.
Terlintas beberapa pertanyaan yang mengganjal, apakah penyebaran covid-19 hanya ada di perjalanan? Lantas, di tempat wisata terhenti di permukaan?
Kemanakah Arah Tujuannya?
Pertanyaan lain mungkin serupa hadir di pikiran semua orang. Kebijakan yang terkesan tebang pilih sarat kepentingan akan sangat rentan untuk dilanggar. Bagaimana tidak, pemerintah berharap kebijakan larangan dan pengetatan mudik ini supaya penyebaran covid-19 dapat dihentikan, tetapi di saat yang sama pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Jelas sekali kacaunya, kepentingan sekelompok orang diperhatikan sementara kepentingan orang banyak diabaikan. Itulah kebijakan yang lahir dari sistem kapitalis.
Ketika semua persoalan disandarkan dengan asas manfaat maka semuanya akan diperjuangkan walapun harus menggerus kepentingan rakyat. Astaghfirullah...
Dari awal penyebaran covid-19 di tanah air terkuak, kita bisa menyaksikan secara langsung bagaimana usaha pemerintah dalam menghentikan laju pertumbuhannya. Beberapa cara ditempuh untuk mencegahnya seperti menerapkan PSBB dan PSBM di beberapa wilayah; menggencarkan aturan 3M; menutup sekolah-sekolah dan tempat ibadah; melarang mudik lebaran; serta yang terbaru dengan menyuntik vaksin.
Namun, setiap upaya dan kebijakan yang dibuat tetap saja berpotensi untuk dilanggar bahkan sampai ke tahap hipokrit. Rakyat dituntut mematuhi tetapi pemerintah bebas dari kebijakan yang dibuatnya. Sehingga rakyat pun semakin sadar kemana arah kebijakan yang dihasilkannya.
Islam Memiliki Solusi Tuntas
Berbeda ketika wabah menular dari penyakit kusta dan tha'un yang pernah terjadi pada masa Rasulullah dan Khalifah Umar bin Khattab.
Saat itu Rasulullah mengatasi wabah dengan menghindari penyebabnya, atau menjaga jarak fisik dengan penderita. Hal ini dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Bukhari, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.”
Jika saja kita mau mengikuti cara Rasulullah dalam mengatasi wabah niscaya penyakit ini akan segera lenyap di muka bumi tanpa harus bertele-tele dengan kebijakan disana sini. Bukankah sebagai seorang Muslim yang mengaku mencintai Nabi ingin selalu mengikuti apa yang dicintainya?
Tentu saja suasana penuh kecintaan kepada Nabi ini tidak cukup sebatas pada ruang lingkup pribadi, tapi memang perlu suasana umum sehingga tercipta ruhiyah yang kuat dari individu, masyarakat dan negara. Allah SWT berfirman yang artinya :
Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (TQS. Al Baqarah [2] : 214)
Berharap pertolongan Allah menjadi misi utama sebagai makhluk ciptaan Nya agar keberkahan turun dari langit dan bumi dengan segera. InsyaAllah
Wallahu'alam bi ash shawab
COMMENTS