tolak valentine day
14 Februari diperingati sebagai hari Valentine Day. Katanya momen ini adalah hari kasih sayang. Para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya dengan memberikan bunga atau cokelat. Tak mengherankan kemudian, angka penjualan cokelat, buket bunga hingga kondom melonjak. Nyaris semua pusat perbelanjaan penuh dengan aneka cokelat yang terpajang. Lengkap dengan diskon dan bonus kartu ucapan.
Data tahun lalu saja, hanya dalam waktu enam jam total penjualan beragam cokelat di sebuah Indomaret yang ada di dekat Halte Busway Kebon Pala mencapai Rp 500 ribu bungkus. (tribunnews, 14/2/2020). Bukan hanya itu saja, penjualan kondom juga ikut meningkat. Seperti yang terjadi di sejumlah minimarket di Cianjur, penjualan cokelat kemasan dan kondom berbagai merek mengalami peningkatan saat perayaan hari Valentine pada 14 Februari kemarin. ( inikatasultra.com, 17/02/2020 )
Bahkan malam Valentine's Day dijadikan sebagai ajang untuk membuktikan rasa cinta dengan melepas keperawanan. Dikutip dari JPPN.com ( 14/02/2017 ), hasil survey menunjukkan bahwa 85% responden menganggap bahwa bercinta merupakan perkara penting pada hari Valentine. Dilansir dari iNewsSulsel.id, saat razia malam Valentine, Satpol PP mengamankan 21 pasangan muda mudi di Hotel Melati.
Lantas, sebenarnya perayaan ini berasal dari mana? Mengapa muda mudi di negeri ini begitu antusias merayakannya.
Sejarah Valentine's Day
Valentine's Day ini adalah ritual kaum pagan Roma. Perayaan yang berlangsung dari tanggal 13 sampai 18 Februari ini, adalah perayaan dimana seluruh pemuda lelaki dan perempuan pagan Roma, dibebaskan melakukan apa saja untuk memuaskan hawa nafsu mereka. Mereka bebas berbuat zina, telanjang di tempat umum, dan melampiaskan syahwat dengan cara apapun. Hal ini mereka lakukan dalam rangka berdoa kepada Dewa Lupersolia agar dilindungi dari serigala dan roh jahat.
Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya diubah sebagai hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Menjelmalah acara Valentine jadi ritual agama Nasrani yang diubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine (The World Book Encyclopedia 1998).
Maka kita sudah bisa menyimpulkan bahwa perayaan ini bukan berasal dari Islam dan penuh kemaksiatan. Hukum merayakannya adalah haram, termasuk berpartisipasi sekecil apa pun seperti sekedar mengucapkan. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI ) Nomor 3 Tahun 2017 juga telah mengharamkan perayaan ini. Berdasarkan fatwa tersebut, MUI mengimbau umat Islam agar tidak latah merayakan momentum yang lazim disebut Hari Kasih Sayang itu. Sabda Rasulullah SAW
"Barangsiapa mengikuti suatu kaum, maka dia termasuk didalamnya"(HR. At-Tirmidzi)
Namun mengapa masih banyak muslim yang tetap merayakannya?
Pertama, karena tidak memahami sejarahnya. Ya banyak dari kaum muslim yang tidak tahu Valentine's Day ini adalah budaya non Islam yang penuh dengan kemaksiatan serta merusak akidah.
Kedua, ada agenda terselubung dari para musuh-musuh Islam, untuk menjauhkan pemudanya dari Islam dengan memasukkan budaya-budaya haram ke tengah-tengah umat muslim. Generasi mudalah yang menjadi sasaran utama. Sehingga akhirnya mereka terjerumus ke kemaksiatan. Berperilaku liberal tanpa takut dosa.
Ketiga, karena penerapan sistem sekuler kapitalis. Sebab di negeri yang menerapkan sistem sekuler kapitalis, masyarakat dibebaskan untuk mengikuti budaya apa pun, termasuk budaya yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Dari sinilah kemudian kontrol dari negara berkurang. Negara tidak menindak tegas pelaku maksiat. Tiada sangsi jatuh sepanjang zina dilakukan suka sama suka. Penjualan kondom yang bisa diakses secara luas. Kalaupun ada yang disita, maka tidak bersifat merata sehingga alat kontrasepsi tetap mudah untuk didapatkan.
Cintai dengan Akad, Bukan dengan Cokelat
Islam tidak mengingkari adanya cinta seorang manusia kepada lawan jenisnya. Sebab cinta adalah fitrah yang ada dalam setiap diri setiap insan. Hanya saja Allah tidak hanya memberikan naluri suci ini begitu saja, melainkan juga lengkap dengan cara menyalurkannya, sehingga tak mudah ternoda oleh hawa nafsu sesaat.
Dalam Islam, cara untuk menyalurkan rasa suka adalah dengan menikah, bukan dengan bermaksiat semisal pacaran. Rasulullah SAW menyampaikan pesan untuk muda-muda yang kasmaran. Menikah.
"Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah memiliki kemampuan, segeralah menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah, karena puasa akan menjadi benteng baginya." (HR Muttafaq 'alaih)
Jadi sungguh memilukan, jika kaum muda mudi merayakan momen valentine yang dijadikan ajang membuktikan cinta dengan cokelat atau bunga. Padahal cinta itu sesungguhnya dikatakan dan dibuktikan dengan akad.
Inilah Islam, agama yang tidak hanya mengurusi ibadah ritual melainkan juga mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk bagaimana menyalurkan naluri yang benar.
Namun semua sulit terwujud jika yang diterapkan masih sistem sekuler kapitalis. Kawula muda akan senantiasa mabuk dengan cinta berbungkus nafsu sesaat. Hanya pandai mengumbar rasa namun miskin komitmen di dada.
Maka satu-satunya cara adalah dengan mencampakkan sistem sekuler kapitalis, kemudian menggantinya dengan sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Dengan tegaknya Khilafah maka remaja akan dibina dengan tsaqofah Islam. Negara juga tidak akan membiarkan masyarakat maupun minimarket berpartisi dalam perayaannya. Sistem pergaulan antara laki-laki dalam Islam akan diterapkan. Kontrol dan kepedulian di tengah masyarakat akan meningkat karena dengan sistem Islam masyarakat akan memiliki peraturan, perasaan dan pemikiran yang sama, yaitu Islam. Hal ini dilakukan bukan semata agar kawula muda bebas dari maksiat, melainkan juga ini adalah konsekuensi keimanan, solusi seluruh permasalahan kehidupan.
Bahkan dalam sistem Islam, pemuda yang ingin menikah namun belum mampu secara materi, maka akan dibiayai oleh negara. Mereka akan dinikahkan dan diberikan modal usaha untuk bekal hidup setelah menikah. Para pemuda dan pemudi juga akan senantiasa diberikan pemahaman bagaimana kewajiban laki-laki untuk mencari nafkah setelah menikah, ataupun kewajiban perempuan untuk menjadi ummu warabbatul bayt setelah berstatus sebagai istri.
Sehingga keinginan menikah bukan hanya sekedar keinginan sesaat karena terprovokasi oleh lingkungan sekitar, melainkan memang menikah karena ibadah, serta sudah siap lahir dan batin untuk menjalaninya. Maka yuk belajar Islam dan jadi pengemban dakwah penyeru kebenaran. Agar tidak ikut latah ikut perayaan Barat, serta tidak tergoda oleh rayuan laki-laki yang hanya bisa memberi cokelat. Padahal mengatakan cinta harusnya dengan akad.
Wallahu A’lam Bissawab
COMMENTS