BPJS surplus
Oleh: Mariyani Dwi (Komunitas Penulis Setajam Pena)
Kabar gembira menyapa negeri tercinta, yaitu dalam bidang kesehatan. Seperti diwartakan, arus kas dana Jaminan Sosial Kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk pembiayaan program Jaminan Kesehata Nasional- Kartu Indonesia Sehat pada 2020 surplus Rp 18,7 triliun, tanpa meninggalkan tunggakan pembiayaan klaim rumah sakit yang gagal paham.
Seperti dikutip jpnn.com (9/2/2021), Direktur utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam Konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Senin 8/2, mengatakan bahwa laporan keuangan anaudited Dana Jaminam Sosial Kesehatan surplus Rp 18,7 triliun, tagihan rumah sakit juga sudah dibayarkan semua. Ini semua karena pemerintah sangat mendukung, sehingga tidak terjadi gagal bayar yang menjadi dampak.
Dari keadaan ini beberapa pihak berharap agar pemerintah mengambil langkah untuk bisa menurunkan premi BPJS. Anggota Sembilan DPR RI Kurniasih Mufidayati juga menyatakan kondisi surplus pada anggaran 2020 Rp 18,7 yang dialami BPJS Kesehatan, seharusnya bisa membuat ada peninjauan kembali kenaikan tarif.
Mufida juga menyampaikan, kepada Direksi BPJS Kesehatan, yang akan berakhir masa kerjanya, harusnya menutup masa karjanya dengan memberi kado terbaik untuk rakyat. Dengan menurunkan premi BPJS Kesehatan sama dengan besaran premi lama.
Pada hakekatnya, layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar publik yang sejatinya merupakan tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Negara wajib menyediakan layanan kesehatan dengan kualitas yang terbaik tanpa memungut biaya sepeserpun dari rakyat.
Oleh karenanya, seandainya dikabulkan penurunan iuran BPJS, hal ini dirasa belum bisa menjadi solusi masalah kesehatan hari ini. Maka dibutuhkan perombakan sistem kesehatan yang benar-benar mampu mewujudkan fasilitas kesehatan yang memadai secara gratis bagi seluruh masyarakat.
Memang tak bisa dipungkiri, sistem kapitalis yang mendasari sistem kesehatan saat ini, begitu sarat akan kepentingan dan keuntungan. Penguasa seolah tak rela satu peluang kesempatan terlewat begitu saja tanpa mendatangkan pundi-pundi keuntungan.
Termasuk dalam pengelolaan kesehatan yang merupakan hak yang seharusnya dipenuhi oleh negara. Namun negara seolah berlepas tangan, masyarakat disuruh mandiri. Mereka harus menanggung sendiri biaya kesehatan, dengan dipermanis kata gotong royong telah mampu membuat rakyat terlena.
Dari sini maka dibutuhkan sistem kesehatan yang mampu mewujudkan fasilitas kesehatan yang memadai, bahkan secara gratis. Hanya sistem yang didasari oleh aqidah Islamlah yang mampu mewujudkannya.
Islam adalah agama ideologis yang mengatur seluruh aspek kehidupan, bukan sekedar ibadah ritual semata. Tetapi Islampun mengatur masalah kesehatan. Didalam Islam, fasilitas kesehatan adalah hak setiap warga negara. Negara Islam faham betul, nyawa rakyat adalah prioritas utama. Rasulullah saw. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Oleh karena itu negara akan benar-benar sepenuh hati memberikan pelayanan kesehatan kapada seluruh rakyatnya. Apalagi sumber pembiayaan dalam negara Islam juga sudah pasti, yaitu akan diambilkan dari kas Baitul Mal yang diperoleh dari kepemilikan umum.
Karena dalam negara islam, kaum muslim berserikat dalam 3 hal yaitu, api, air, dan padang gembalaan. Yang termasuk dari api, air, padang gembalaan bisa berupa tambang batu bara, emas, nikel, hasil laut, hutan, dan sebagainya. Semua itu masuk dalam kepemilikan umum.
Kepemilikan umum dalam Islam haram untuk diprivatisasi. Negara wajib mengelolanya untuk kepentingan masyarakat keseluruhan. Nah disini termasuk untuk menyediakan dan memberikan pelayanan fasilitas kesehatan gratis bagi seluruh warga negara. Bahkan termasuk untuk biaya pendidikan, jalan, insfrastruktur, dll.
Itulah keagungan sistem Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, Khulafaur Rasidin juga para Khalifah setelahnya. Maka sebagai muslim, tak inginkah kembali diatur dengan sitem Islam peninggalan Nabi?
Wallahu 'alam bish-showwab.
COMMENTS