ulama wafat
Oleh: Fitri Suryani, S. Pd. (Guru dan Penulis Asal Konawe, Sultra)
Belum lama ini seorang ulama wafat, yakni pendakwah Syaikh Ali Jaber. Kabar ini disampaikan rekannya, Ustaz Yusuf Mansur, melalui akun resmi Instagram @yusufmansurnew. Syekh Ali Jaber sempat dirawat akibat Covid-19. Namun, Yusuf Mansur menyebutkan bahwa Ali Jaber sudah dinyatakan negatif Covid-19 sebelum akhirnya meninggal dunia.
Pihak Rumah Sakit Yarsi yang disampaikan oleh Manajer Humas & Pemasaran RS Yarsi Elly M Yahya juga mengonfirmasi kabar duka ini bahwa telah meninggal dunia Syekh Ali Jaber pada usia 44 tahun di ruang ICU Rumah Sakit Yarsi setelah menjalani perawatan selama 19 hari. Elly mengatakan, dalam beberapa hari terakhir, Syekh Ali Jaber dalam kondisi stabil. Namun, takdir berkata lain. Ia pun mengatakan bahwa beliau wafat pada hari ini, Kamis, 14 Januari 2021, pukul 08.38 WIB (Kompas.com 14/01/2021).
Berita duka tersebut jelas menambah kesedihan umat karena ditinggal ulama yang mereka cintai. Padahal umat masih begitu banyak membutuhkan pencerahan di tengah kian pekatnya kebatilan.
Ulama kelahiran Madina Arab Saudi, yakni yang memiliki nama lengkap Syaikh Ali Saleh Mohammed Ali Jaber tidak hanya meninggalkan duka bagi keluarga, namun juga kepergian beliau membuat sedih umat, khususnya warga Indonesia. Meski beliau asli keturunan Arab Saudi, namun kecintaan umat di negeri ini kepada ulama asal Madina tersebut begitu mendalam. Maka tak heran negeri ini dirundung duka yang teramat saat mendengar kepergian beliau menghadap Sang Pencipta. Begitu juga ucapan belasungkawa dan doa kepada alamarhum begitu banyak yang datang dari berbagai kalangan.
Selain kepergian beliau yang meninggalkan duka mendalam yang dirasakan umat ini, tentu ada hal lain yang lebih menyedihkan, yakni sosok ulama yang begitu lurus dan istikamah dalam menyampaikan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat. Kiprahnya pun tak perlu diragukan lagi. Karena dakwahnya yang luar biasa, sehingga menjadikan beliau sebagai dai yang dicintai oleh semua kalangan.
Di samping itu, bahwasanya menurut para ulama, wafatnya seorang alim saleh tidak hanya membuat bumi bersedih, tetapi membuat bumi juga rusak dan hancur. Hal itu sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw., “Sesungguhnya di antara tanda kiamat sudah semakin dekat adalah diangkatnya ilmu, menyebarnya kebodohan, merajalelanya minuman keras dan perzinahan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Semua kebatilan tersebut merupakan perbuatan pengrusakan di bumi yang mana saat ini jumlahya tidak sedikit.
Hal yang tak kalah menyedihkan lagi, yakni ketika dicabutnya ilmu dengan diwafatkannya para ulama. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga ketika tidak tersisa lagi seorang alim, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, lalu mereka ditanya, kemudian mereka akan memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat lagi menyesatkan orang lain.”
Hadis yang disampaikan Rasulullah tersebut tentu bukan omong kosong belaka, karena di tengah-tengah masyarakat saat ini, hal itu kian nampak terjadi. Hal ini tentu sesuatu yang ditakutkan oleh sebagian umat, karena umat akan terjauhkan dari cahaya kebenaran. Sebab tertutup dengan kebatilan yang kian pekat.
Karenanya, sungguh umat saat ini membutuhkan banyak lagi ulama lurus seperti almarhum yang senantiasa istikamah dalam mendakwahkan ajaran Islam agar umat tercerahkan dengan cahaya kebenaran. Dari beliau pula umat senantiasa diingatkan untuk senatiasa cinta pada Al-Qur’an, mengingat generasi muda kini nampak terjauhkan dari nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah.
Oleh karena itu, diangkatnya ilmu dengan diwafatkannya para ulama sebagai penyangga dan penyebar ilmu, mestinya menjadi pelajaran bagi umat ini agar mengambil peran serta dalam regenerasi ulama di masa depan. Walau tidak semua orang dapat menjadi ulama, tapi setidaknya dapat diupayakan agar anak-anak kita tumbuh menjadi ulama. Hal itu jelas membutuhkan peran besar dari orang tua, tak terkecuali negara yang membantu memfasilitasi generasi penerus masa depan agar memiliki kedalaman ilmu yang luhur, sehingga dapat menjadi penerang bagi umat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
COMMENTS