munculnya ruwaibidhah
Oleh: Wati Ummu Nadia (Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi)
Empat belas abad yang lalu Baginda Nabi Muhammad SAW telah mengabarkan tentang munculnya sosok ruwaibidhah di tengah kaum muslimin.
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه ابن ماجة)
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab,“Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum” (HR Ibnu Majah).
Dari hadits di atas, tampak jelas bahwa sosok ruwaibidhah adalah orang bodoh yang mengurusi urusan umum.
Apa jadinya jika orang bodoh diberi wewenang mengurus urusan umat? Bisa jadi ia akan berbicara tanpa memahami apa yang sedang dibicarakannya. Bisa juga ia juga akan mendelegasikan urusan/pekerjaan kepada orang yang tidak memiliki kapabilitas. Atau, ia akan lebih suka melakukan hal-hal yang tidak berguna serta sibuk mendulang citra, sementara tugas utamanya terlalaikan. Bisa jadi kritikan akan dianggap sebagai tikaman sehingga layak disingkirkan, sementara sanjungan makin membuatnya tak tahu batas. Pendusta diberi tempat, namun orang jujur harus tiarap.
Namun, Islam memiliki metode untuk mencegah munculnya ruwaibidhah di tengah kehidupan. Selama umat Islam berpijak pada metode tersebut, niscaya kehadiran ruwaibidhah dapat dienyahkan. Islam memberikan tuntunan bagaimana memilih sosok yang layak mengurus urusan umat. Tak hanya itu, Islam juga menentukan sistem apa yang harus digunakan agar ruwaibidhah tidak mendapatkan tempat.
Allah menetapkan 7 syarat wajib yang harus dipenuhi oleh calon pemimpin yang akan mengurus urusan umat. Syarat-syarat itu dinamakan syarat in'iqod, yang meliputi:
1. Muslim
Allah memerintahkan setiap muslim untuk terikat
dengan aturan Islam dalam setiap aktivitasnya. Karenanya, orang yang berhak
mengurus urusan umat hanyalah seorang muslim, dialah yang akan menerapkan
syariah Islam di tengah kehidupan. Non muslim tidak boleh mengambil posisi
ini, sebab bagaimana ia akan menerapkan syariah, jika ia tak mengimani
kebenaran Islam? Di samping itu, Allah melarang kaum muslimin menjadikan orang
kafir sebagai auliyaa'/pemimpin (QS Al Maidah: 51).
2. Laki-laki
Rasulullah telah melaknat suatu kaum yang
menyerahkan urusannya kepada wanita. Karena itu, yang berhak memimpin dan
mengurus urusan kaum muslimin hanyalah laki-laki.
3. Baligh
Orang yang belum baligh tidak boleh memimpin dan
mengurus urusan umat, karena belum berlaku taklif hukum atas dirinya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Telah diangkat pena dari tiga golongan: orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai mimpi basah (baligh) dan orang gila sampai ia kembali sadar.” (HR. Abu Daud)
4. Berakal
Hanya orang berakal yang berhak mengurus urusan
kaum muslimin. Sebab orang yang tidak berakal tidak akan mampu mengurus
dirinya sendiri, bagaimana ia akan mengurus urusan orang lain?
5. Merdeka
Hamba sahaya adalah milik tuannya. Ia tak berhak
mengatur dirinya, apalagi mengatur orang lain. Sehingga status merdeka menjadi
syarat mutlak seorang calon pemimpin dalam Islam.
6. Adil
Makna adilnya seorang calon pemimpin adalah ia
mengetahui dan memahami hukum-hukum Allah, sehingga ia mampu menerapkan
syariah dalam kehidupan kaum muslimin.
7. Mampu
Seorang calon pemimpin yang akan mengurus urusan
umat haruslah memiliki kemampuan dan kecakapan untuk memimpin dan memecahkan
persoalan kehidupan dengan tuntunan Islam. Orang yang tidak memiliki
kapabilitas tidak boleh masuk bursa pencalonan.
Itulah kriteria calon pemimpin yang layak diserahi amanah untuk mengurus kaum muslimin. Islam juga menetapkan sistem tertentu agar terhindar dari ruwaibidhah. Sistem itu adalah khilafah, satu-satunya sistem yang mampu menerapkan syariah secara total dalam kehidupan. Khilafah pula yang akan memastikan syarat in'iqod di atas dipenuhi oleh para calon.
Lalu bagaimana jika pemimpin terpilih yang awalnya telah memenuhi syarat in'iqod, namun di tengah perjalanan malah menjadi ruwaibidhah? Islam pun telah memberikan solusinya, yakni dengan adanya kewajiban muhasabah lil hukaam (menyampaikan koreksi kepada penguasa) yang harus dijalankan oleh setiap muslim. Bahkan karena pentingnya aspek muhasabah ini, orang yang terbunuh ketika mengoreksi penguasa, ia akan mendapatkan tempat mulia di sisi Allah sebagai syayidusy syuhada' (pemimpin orang-orang yang mati syahid).
Islam pun memberi solusi jika seorang amir/khalifah telah sampai taraf melampaui batas dengan melakukan kekufuran yang nyata. Allah memberi hak kepada mahkamah madzalim untuk mencopot khalifah dari jabatannya ketika kemaksiatan itu telah terbukti nyata.
Itulah metode yang ditetapkan Islam agar kaum muslimin terhindar dari ruwaibidhah. Yang kesemua itu hanya terwujud melalui penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Tanpa penerapan syariah Kaffah dan institusi Khilafah, ruwaibidhah akan terus bermunculan dan menjadi ujian bagi umat.
Wallahu a'lamu bish showab.
COMMENTS