Ulama Pewaris Nabi
Oleh Rengganis Santika
Kejutan demi kejutan senantiasa menghiasi panggung perjalanan negri. Kali ini wakil presiden Ma'ruf Amin mengumumkan susunan kepengurusan MUI (Majelis Ulama Indonesia) periode 2020-2025 pada Rabu (26/11) malam.
Sejumlah nama baru muncul, wajah lama hilang seperti misalnya, nama Din Syamsuddin dan sejumlah ulama yang dikaitkan dengan Aksi 212 terdepak dari kepengurusan. Nama Din digeser Ma'ruf Amin. Wakil Presiden RI itu kini mengemban jabatan Ketua Dewan Pertimbangan MUI.
Dari susunan kepengurusan yang dibuka ke publik, selain nama Din yang hilang, raib juga nama mantan bendahara Yusuf Muhammad Martak, mantan wasekjen Tengku Zulkarnain, dan mantan sekretaris Wantim Bachtiar Nasir. Keempatnya dikenal sebagai tokoh yang keras mengkritik pemerintah. Din aktif di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), dan tiga nama terakhir merupakan pentolan Aksi 212. (CNN.Indonesia.com)
Publik menyayangkan hilangnya suara kritis ditubuh MUI. Ulama yang selama ini dikenal sebagian besar masyarakat sebagai lidah umat dan mewakili hati nurani rakyat tersingkir. PBNU membantah adanya unsur kesengajaan dalam pencopotan beberapa nama dari PA 212 (detiknews.com). PBNU sendiri selama ini memposisikan sebagai mitra seiring rezim berkuasa, indikasi penguasa ingin memegang kendali institusi para ulama ini begitu jelas Ulama tidak boleh menjadi alat politik penguasa.
Disini nampak rezim ingin mengebiri suara-suara kritis dari kalangan para ulama. Disisi lain DPR pun sepakat bahwa terdepaknya geng 212 dari MUI, dengan mengatakan bahwa MUI bukan organisasi politik (CNN.Indonesia.com). Semakin jelas angin sekularisme negri mayoritas muslim ini bertiup makin kencang. Dipastikan kebijakan bahkan fatwa-fatwa MUI kental aroma sekuler.
Sulit berharap pada MUI saat ini dan kedepan untuk berani menentang kedzaliman dan ketidakadilan terhadap kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang dinilai tidak pro rakyat dan lebih memihak korporasi seperti UU omnibus law ciptaker yang tidak hanya dzalim juga berpotensi melemahkan peran MUI dalam wilayah sensitif umat islam yaitu kehalalan pangan dan obat.
Disisi lain arus pendangkalan pemahaman ajaran agama umat islam masih jadi PR besar. Dan yang paling krusial adalah kencangnya penyimpangan islam dari arus moderasi/wasththiyah atau islam moderat. Apalagi Ma'ruf Amin menegaskan MUI akan memperkuat kemitraan dengan pemerintah (Gatranews.com), sehingga kekritisan dan ketegasan MUI terhadap penguasa lemah.
Begitu besar ancaman Alloh ta'ala atas keberadaan islam moderat/wasathiyyah ini, sebagaimana dinukil dari Al qur'an Surat An Nisa : 150, Alloh menyebut kafir, mereka yang mengimani sebagian hukum Alloh dan kafir terhadap sebagian hukum yang lain. Dan Alloh mengancam mereka yang mengambil jalan tengah (wasthiyyah/moderat) antara iman dan kafir. Na'udzubillah min dzalik!!.
Menurut Imam Al Ghazali kerusakan rakyat berawal dari penguasa yang rusak, dan penguasa rusak berasal dari ulama yang rusak, mereka ulama yang cinta harta dan ketenaran. Para ulama ini berkolaborasi/bermitra dengan kebatilan, malah mendukungnya. Inilah ulama Su' seburuk-buruk manusia.
Umat merindukan kehadiran ulama yang menjalankan peran sebagai warotsatul anbiya (pewaris para nabi), yang membina dan membimbing umat dengan ajaran islam yang utuh (kaffah) serta sosok ulama yang tegas menentang kedzaliman dan kebathilan. Melakukan koreksi (muhasabah lil hukam) dengan tegas pada penguasa atau pemerintah atas kebijakanya yang menyimpang dari syariat Alloh dan merugikan rakyat.
Berat memang peran ulama sebab harus menjadi benteng umat bukan malah jadi "umala" atau agen penguasa dzalim, sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan berbangsa bernegara. Sosok ulama inilah yang dinanti.penduduk bumi dan langit, meneruskan tugas para nabi agar hukum Alloh tegak di muka bumi. Wallohu'alam bish showab.
COMMENTS