Bedah buku "The compound effect" karya Darren Hardy, mengingatkan saya hal lebih dari sepuluh tahun yang lalu saat saya melakukan eksperimen kecil.
Oleh Dyahwin
Bedah buku "The compound effect" karya Darren Hardy, mengingatkan saya hal lebih dari sepuluh tahun yang lalu saat saya melakukan eksperimen kecil. Eksperimen ala emak emak, hehe. Saya membeli celengan gerabah. Disamping saya dari kecil suka celengan gerabah karena kalau tabungan dipecah ada suara "prak!" memunculkan sensasi dan kepuasan tersendiri. Kali ini saya juga ada niatan lebih dari sekedar menabung.
Dilatar belakangi spirit pingin memulai hari dengan berbuat satu kebaikan dengan istiqomah meski itu kebaikan kecil. Bangun, melek... biasanya emak2 kan setelah sholat subuh berjibaku dengan pekerjaan rumah tangga diantaranya memasak. Saya ingin mengubah sedikit ritme sekalian pingin tahu apa yg bisa saya lakukan satu tahun ke depan dari perubahan ini?.
Saya memulainya di bulan puasa ramadhan seingat saya tahun masehinya 2009 namun lupa tanggalnya. Pada saat itu saya tinggal di sulteng.
Hal sedikit yang saya rubah adalah bangun tidur trus mengambil sebagian kecil dari budget uang belanja untuk hari itu, kemudian saya masukkan ke celengan dengan niat sedekah. Pilihan nominal saya adalah antara Rp 2000 sampai Rp5000. Alasan saya misalkan jika budget belanja satu hari 50rb atau 100rb, maka dengan mengurangi nilai uang sebesar itu tidak akan mengurangi kualitas makanan yang akan kita persiapkan untuk keluarga. Jika mau masak telor tentu dengan dikurangi 2000 paling hanya mengurangi jumlah telor satu dan sedikit nilai beli bahan lain. Demikian juga jika ingin masak daging atu jenis sayuran tertentu... pengurangan uang senilai itu tidak merusak rencana menu hari itu. Itu saya lakukan Insyaa Allah rutin dengan nilai yang konsisten di range itu. Meski terkadang ada keinginan memasukkan lebih.
Pada bulan ramadhan tahun berikutnya saya memecah celengan itu (bahasa jawa: ngepruk). Terdengar suara "Prakkk!", Itu benar benar saat terindah kalau kita nabung di celengan gerabah wkwkwk. Tahu nggak, saya jadi merasa seperti paman gober... ups bibi gober. Salah satu tokoh di Donald bebek....wkwkwkwekwekwek.
Uang yang terkumpul hampir 2 juta rupiah. Yang waktu itu Alhamdulillah bisa kami manfaatkan untuk menyiapkan menu bukber di salah satu panti asuhan bareng komunitas disana. Setelah ngepruk dan menghitung nilainya, Pikiran saya langsung gemuruh berselancar, berandai andai dengan nominal. Itu baru dilakukan satu orang! Anggap saja satu keluarga yang melakukanya cukup satu orang (si emak yg punya peran pendaringan), jika asumsinya satu RT ada 40 KK maka dengan Rp 2000 saja per orang per hari dari nilai belanja kita... maka akan terkumpul Rp 720 rb per KK dan Rp 28,8 juta per RT. Jika satu kelurahan ada 15 RT maka per kelurahan bisa mengumpulkan dana sosial hampir setengah milyard rupiah per tahun!
Jika satu kecamatan ada 15 desa maka akan terkumpul dana sosial 6,3 M. Itu nilai minimal di level kecamatan!. Dan itu bukan itungan per kepala tapi per keluarga!. Coba teman teman kembangkan sendiri berapa pada level kabupaten, propinsi dan seterusnya.
Sy yakin semua yg mengikuti cerita saya barusan akan bisa menarik hikmah di dalamnya, betapa hal kecil ini ternyata jika diteropong punya potensi dampak yang luar biasa. Banyak hal yang bisa kita lakukan dengan nilai sebesar itu. Misalkan: Tidak perlu lagi menggelontorkan BLM yang menggunakan mekanisme riba.
Eh jadi inget riba. Bagaimana jika pilihan pilihan kecil itu riba, bukan sedekah? Dampaknya juga luar biasakah? Kebayang ngga sih jika ledakan krisis ekonomi yang terjadi di muka bumi ini biangnya adalah riba? Sekecil apapun urun riba di bank, artinya ada peran untuk memicu terjadinya krisis. Dan kebayang ngga jika terjadi krisis yang mendunia? Riba yang kita keluarkan yang kita anggap remeh karena nilai nominalnya tidak seberapa itu juga berdampak buruk di sudut sudut kemiskinan negara lain. Ada hamba Allah yang menderita karena ulah riba "kita" di ethiopia, di sudut malawi, atau mungkin di nigeria. Mereka teriak2 dan kita punya peran atas penderitaan mereka, Naudzubillahimindzalik. Itulah kenapa dosa riba sangat besar. Dan jika kita teropong ke akherat, diantaranya sebuah hadist meriwayatkan penjelasan Rasulullah SAW "Pada waktu aku diisra'kan, tatkala kami sudah sampai ke langit ke tujuh, aku melihat ke arah atasku, ternyata aku menyaksikan kilat, petir dan badai" Lalu aku mendatangi sekelompok orang yang memiliki perut seperti rumah, didalamnya banyak terdalat ular berbisa yang dapat terlihat jelas dari luar perut mereka. Aku tanyakan "Hai jibril, siapa mereka?" Dia menjawab, "Mereka adalah para pemakan riba" (HR Ahmad, Ibnu Majah & Al Ashbahani)
Sedekah dan riba adalah habits, yang masing masing jika diteropong membawa konsekuensi besar pada akhirnya, di dunia maupun di akherat. Mau habbits yang mana yang kita latih, itu adalah pilihan. Seperti yang disampaikan Anthony Robbins dalam pengantar buku "the Compound effect" Ribuan pilihan pilihan kecil di masa lalu dan saat ini menentukan hasil akhir kehidupan kita nanti. Sehingga pilihan pilihan kecil yang kita ambil hari ini dan seterusnya menjadi penting untuk dikaji ulang agar jika ada kesalahan meski sedikit, tidak membelokkan jalur hidup kita, atau jika terbelokkan masih ada kesempatan untuk meluruskanya. Wallahua'lam bish_showab
Insight bedah buku " THE COMPOUND EFFECT, karya Darren Hardy (hari ke 1)
OWOB 8
COMMENTS