dpr sahkan uu omnibuslaw
Oleh : Fahima Ziyadah (Aktivis Kampus)Jelang aksi mogok nasional yang akan dilakukan oleh para buruh pada 6-8 Oktober 2020, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) disahkan oleh DPR pada rapat paripurna yang digelar Senin (5/10/2020). UU ini terkesan cepat dan kilat dibahas oleh DPR. RUU Ciptaker seharusnya akan dibawa dalam Papat Paripurna pada 8/10/2020, namun dimajukan menjadi 5/10/2020. RUU ini pun sah menjadi UU Ciptaker. Dikutip dari CNBC Indonesia (06/10/2020), dari total 9 fraksi yang ada, sebanyak enam fraksi menyetujui pengesahan RUU Ciptaker, satu partai menerima dengan catatan yakni Partai Amanat Nasional (PAN), dan dua menolak yaitu Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Meski mendapat penolakan berbagai pihak UU ini tetap disahkan dan menimbulkan beragam reaksi pasca pengesahannya. Sewaktu masih menjadi RUU pun sudah ditolak oleh buruh dan pekerja karena dianggap lebih menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh dan pekerja. Tak ayal, kebijakan "yang tidak bijak" ini pun meski di tengah pandemi covid-19 memicu aksi demo gabungan mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil yang turun ke jalan. Mereka menilai pengesahan UU ini sebagai bentuk pengkhianatan kepada rakyat. #MosiTidakPercaya pun dilayangkan.Desakan Elit KapitalPembahasannya yang terkesan kilat membuat amarah rakyat makin memuncak. Sudahlah ditolak RUUnya, ditambah pengesahannya di tengah malam dan waktu yang dipercepat dari seharusnya menandakan ada desakan untuk segera disahkan. Sudah pasti ini bukan dari rakyat, dan DPR telah berkhianat. Aspirasi yang diumbar hanya ala kadar, pemanis bibir untuk menghilangkan rasa khawatir tak dipilih saat pemilu dulu. Mereka bukan wakil rakyat Indonesia, tapi wakil elit kapital.
“Jadi sekian banyak UU yang dihasilkan di DPR yang katanya wakil rakyat itu tapi ternyata mewakili sebagian elite termasuk di antaranya para pengusaha. Bahkan ada yang mengatakan ada 76 UU yang disinyalir pro kapitalis dengan ditambah UU Omnibus Law menjadi 77, ini bukti bahwa DPR bukan wakil rakyat namun kapitalis,” ungkap Pengamat Politik Luthfi Affandi (mediaumat.news, 08/10/2020).Bukan tanpa alasan UU ini begitu dielukan, sebab memang sebelumnya ide ini lahir dari Jokowi sejak dilantik sebagai Presiden RI periode kedua pada 20 Oktober 2019 lalu. Dia merencanakan untuk menyederhanakan regulasi menarik investasi yang diusulkan pada dua UU yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Kemudian keduanya dirangkum dalam UU Omnibus Law yang merevisi puluhan UU. Pembahasannya yang terburu-buru dan tidak transparan menimbulkan polemik. Sebab tidak melibatkan partisipasi publik khususnya serikat buruh yang memang mempunyai keterkaitan dengan UU ini.Jika dasarnya adalah untuk investasi, maka UU ini sejatinya hanya untuk memuluskan kepentingan kaum kapitalis, investasi asing dan aseng. Ditambah dengan pasal-pasalnya yang sarat pro terhadap kapital seperti dalam pasal 12, lapangan usaha yang selama ini garapan UMKM dan tertutup untuk asing, seperti industri tebu, budi daya ikan, industri pengolahan kayu dan lainnya sekarang asing bisa masuk. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD Tahun 1945 yang berbunyi: ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat’.Sungguh telah terjadi perselingkungan atas nama rakyat yang dilakukan oleh penguasa, legislator, dan pengusaha di negeri ini.Kesalahan TersistemKekisruhan yang terjadi dalam demokrasi membuktikan bahwa sistem ini rusak, tak layak sebagai tempat berharap apalagi memberikan solusi atas permasalahan kini dan nanti. Undang-undang yang dibuat akan membuat hidup makin melarat, bahkan saling tumpang tindih dan bertolak belakang antar pasal terkait UU yang satu dengan pasal terkait UU yang lain. Sebab pembuat hukum adalah manusia yang bersifat lemah, terbatas, dan tergantung.Kapitalisme sebagai asas ekonominya menjadikan negara hanya sebagai regulator, pemulus jalannya kapitalis asal fulus ngalir terus. Urusan rakyat sendiri tak jadi yang utama, peduli apa mereka penguasa dalam sistem ini selain untung dan rugi. Begitulah kira-kira gambaran dari pengkhianatan DPR dan pemerintah dengan adanya UU Omnibus Law aka Ciptaker ini.Maka masihkah kita mengharapkan kehidupan yang lebih baik dalam demokrasi? Atau mengharap dapat mengubah keadaan dengan bercebur kedalamnya? Mustahil! Sebab sekulerisme telah menjadi aqidahnya demokrasi, dan penindasan akan terus terjadi. Kerakusan telah ditampakkan. Jargon suara rakyat, suara Tuhan hanyalah ilusi. Mustahil Pengkhianatan Dalam IslamMengapa tidak? Kenapa harus ragu? Islam adalah agama yang mengatur seluruh lini kehidupan (kaffah), mengharuskan hanya Allah sebagai Hakim pemutus perkara dan Pembuat Hukum. Aturan yang ada dibuat berlandaskan pada syariatNya. Halal-haram, terpuji-tercela, baik-buruk sesuai standarNya, bukan dominasi manusia. Sumber hukum berasal dari Al-Qur'an, Hadits, Ijma' sahabat, dan qiyash. Sehingga problem bagi buruh dan ketenagakerjaan akan mendapatkan solusi tuntas karena dikaji berdasarkan standar tadi."...Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik." (QS. Al-An'am 6: Ayat 57)Dalam Islam tak ada istilah wakil rakyat atau penguasa yang mengkhianati rakyat. Tetapi sebaliknya, negara sebagai pelayan umat yang akan melegislasi hukum berdasarkan syariat Islam dan bukan politik kepentingan pribadi ataupun kelompok. Sungguh manusia dimuliakan dan diselamatkan dengan aturan Islam.Aturan Islam kaffah hanya dapat terealisasi dengan adanya institusi tertinggi yaitu negara yang menerapkannya, Daulah Khilafah Islamiyah. Islam sebagai aqidahnya, ridho Allah sebagai tujuan penerapan hukum-hukumnya. Kesejahteraan, keadilan, dan aspirasi akan didapatkan dan didengarkan jika menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam segala aspek kehidupan.Wallahua'lam bish showwab
“Jadi sekian banyak UU yang dihasilkan di DPR yang katanya wakil rakyat itu tapi ternyata mewakili sebagian elite termasuk di antaranya para pengusaha. Bahkan ada yang mengatakan ada 76 UU yang disinyalir pro kapitalis dengan ditambah UU Omnibus Law menjadi 77, ini bukti bahwa DPR bukan wakil rakyat namun kapitalis,” ungkap Pengamat Politik Luthfi Affandi (mediaumat.news, 08/10/2020).Bukan tanpa alasan UU ini begitu dielukan, sebab memang sebelumnya ide ini lahir dari Jokowi sejak dilantik sebagai Presiden RI periode kedua pada 20 Oktober 2019 lalu. Dia merencanakan untuk menyederhanakan regulasi menarik investasi yang diusulkan pada dua UU yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Kemudian keduanya dirangkum dalam UU Omnibus Law yang merevisi puluhan UU. Pembahasannya yang terburu-buru dan tidak transparan menimbulkan polemik. Sebab tidak melibatkan partisipasi publik khususnya serikat buruh yang memang mempunyai keterkaitan dengan UU ini.Jika dasarnya adalah untuk investasi, maka UU ini sejatinya hanya untuk memuluskan kepentingan kaum kapitalis, investasi asing dan aseng. Ditambah dengan pasal-pasalnya yang sarat pro terhadap kapital seperti dalam pasal 12, lapangan usaha yang selama ini garapan UMKM dan tertutup untuk asing, seperti industri tebu, budi daya ikan, industri pengolahan kayu dan lainnya sekarang asing bisa masuk. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD Tahun 1945 yang berbunyi: ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat’.Sungguh telah terjadi perselingkungan atas nama rakyat yang dilakukan oleh penguasa, legislator, dan pengusaha di negeri ini.Kesalahan TersistemKekisruhan yang terjadi dalam demokrasi membuktikan bahwa sistem ini rusak, tak layak sebagai tempat berharap apalagi memberikan solusi atas permasalahan kini dan nanti. Undang-undang yang dibuat akan membuat hidup makin melarat, bahkan saling tumpang tindih dan bertolak belakang antar pasal terkait UU yang satu dengan pasal terkait UU yang lain. Sebab pembuat hukum adalah manusia yang bersifat lemah, terbatas, dan tergantung.Kapitalisme sebagai asas ekonominya menjadikan negara hanya sebagai regulator, pemulus jalannya kapitalis asal fulus ngalir terus. Urusan rakyat sendiri tak jadi yang utama, peduli apa mereka penguasa dalam sistem ini selain untung dan rugi. Begitulah kira-kira gambaran dari pengkhianatan DPR dan pemerintah dengan adanya UU Omnibus Law aka Ciptaker ini.Maka masihkah kita mengharapkan kehidupan yang lebih baik dalam demokrasi? Atau mengharap dapat mengubah keadaan dengan bercebur kedalamnya? Mustahil! Sebab sekulerisme telah menjadi aqidahnya demokrasi, dan penindasan akan terus terjadi. Kerakusan telah ditampakkan. Jargon suara rakyat, suara Tuhan hanyalah ilusi. Mustahil Pengkhianatan Dalam IslamMengapa tidak? Kenapa harus ragu? Islam adalah agama yang mengatur seluruh lini kehidupan (kaffah), mengharuskan hanya Allah sebagai Hakim pemutus perkara dan Pembuat Hukum. Aturan yang ada dibuat berlandaskan pada syariatNya. Halal-haram, terpuji-tercela, baik-buruk sesuai standarNya, bukan dominasi manusia. Sumber hukum berasal dari Al-Qur'an, Hadits, Ijma' sahabat, dan qiyash. Sehingga problem bagi buruh dan ketenagakerjaan akan mendapatkan solusi tuntas karena dikaji berdasarkan standar tadi."...Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik." (QS. Al-An'am 6: Ayat 57)Dalam Islam tak ada istilah wakil rakyat atau penguasa yang mengkhianati rakyat. Tetapi sebaliknya, negara sebagai pelayan umat yang akan melegislasi hukum berdasarkan syariat Islam dan bukan politik kepentingan pribadi ataupun kelompok. Sungguh manusia dimuliakan dan diselamatkan dengan aturan Islam.Aturan Islam kaffah hanya dapat terealisasi dengan adanya institusi tertinggi yaitu negara yang menerapkannya, Daulah Khilafah Islamiyah. Islam sebagai aqidahnya, ridho Allah sebagai tujuan penerapan hukum-hukumnya. Kesejahteraan, keadilan, dan aspirasi akan didapatkan dan didengarkan jika menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam segala aspek kehidupan.Wallahua'lam bish showwab
COMMENTS