ide liberal (kebebasan) akan terus menghantui dunia Islam sejak kaum muslimin kehilangan perisai Kekhilafahan hingga saat ini
Oleh:Wulandarich, SP. | Praktisi Pendidikan
“Tidak diragukan lagi, dunia Islam dalam jangka panjang akan nampak lebih lemah menghadapai ide-ide liberal ketimbang sebaliknya, sebab selama seabad setengah yang lalu liberalisme telah memukau banyak pengikut Islam yang kuat” Itu adalah cuplikan pernyataan Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History, and the Last Man. Dari pernyatannya tersebut jelas menggambarkan bahwa ide liberal (kebebasan) akan terus menghantui dunia Islam sejak kaum muslimin kehilangan perisai Kekhilafahan hingga saat ini. Terbukti bahwa ide kebebasan yang juga menjadi pijakan demokrasi telah memporak-porandakan tatanan berpikir kaum muslimin. Baru-baru ini cuitan akun Twitter Deutch Welle (DW) Indonesia (25/09 2020) tentang dampak buruk pembiasaan jilbab anak usia dini oleh orangtua menuai kritik dari berbagai kalangan karena dianggap tendensius dengan melempar sebuah narasi “Apakah anak-anak yang dipakaikan #jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ia kenakan?” DW Indonesia juga mewawancarai feminis muslim, Darol Mahmada tentang dampak sosial anak yang diharuskan memakai hijab sejak kecil. “Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” kata Darol Mahmada. (jurnalgaya.pikiran-rakyat.com, 26/09/2020).Pernyataan yang menggelitik. Bagaimana mungkin seorang yang mengajarkan ajaran agama kepada anak-anaknya dikatakan eksklusif?. Kenapa eksklusif selalu dituduhkan saat membahas Islam? Tetapi ketika membahas hal lain tidak demikian. Dalam kasus ini menolak perbedaan, disisi lain mengatakan bahwa semua agama benar (Pluralisme). Hal ini jelas sebuah kontradiksi. Propaganda Basi, Dijual LagiNarasi yang disampaikan oleh DW Indonesia jelas sebuah propaganda yang menyerang syariat menutup aurat yaitu kewajiban mengenakan kerudung dan jilbab. Kewajiban menutup aurat sendiri ada dalam Al-Quran dalam Surah Al-Ahzab:59 dan Surah An-Nur: 31 yang merupakan perkara yang tidak ada perselisihan di kalangan ulama. Jika kita cermati, mempermasalahkan hijab tak hanya sekali ini saja, sebelumnya juga ditemui berbagai tokoh yang memberikan pandangannya tentang berhijab bagi muslimah. Statement Sinta Nuriyah dan Alissa Wahid soal “jilbab tak wajib”misalnya, juga mengulang narasi sebelumnya-sebelumnya. Ibu-anak ini hanya mengulang narasi lama yang dulu sempat dilontarkan Gus Dur, sang Bapak, dan Quraisy Shihab yang bahkan menyebut jilbab hanyalah budaya Arab.Tentu, ketika hal ini terus dipromosikan maka kemungkinan besar adalah bahwa target propaganda belum sesuai harapan kaum liberal. Ide kebebasan memang terus akan tumbuh subur dan senantiasa menyerang ajaran Islam tanpa meninggalkan celah. Dalam hal ini, pendidikan keluarga muslim menjadi sasarannya. Negara yang menganut demokrasi liberal akan memastikan diri menjamin kebebasan. Sehingga siapapun akan bebas melakukan penafsiran sekalipun hal tersebut tidak dibenarkan dalam Islam. Propaganda anti hijab ini misalnya, adalah bagian dari ide kekebasan. Bahayanya adalah, jika kebiasaan penafsiran ini dilakukan maka akan muncul sinkretisme (campur aduk yang haq dan bathil).Hal ini karena narasi yang dibuat oleh kaum liberal seolah menjebak. Ketika umat Islam hanyut dalam narasi maka wabah skeptik akan menjangkiti umat Islam. Puncaknya, memunculkan anggapan massif bahwa kebenaran tak lagi mutlak di sisi syariat tapi menjadi relatif menurut pemahaman manusia. Lebih dalam lagi, propaganda ini menarget keluarga sebagai tempat pendidikan utama dan pertama generasi penerus. Sehingga jika keluarga dibombardir dengan ide-ide liberal terus menerus tanpa ada kounter, maka hal ini menjadi bencana bagi keluarga muslim sebagai benteng generasi. Benteng Umat Islam melawan LiberalismeMasalah pemikiran adalah masalah yang berkaitan dengan ilmu, dan masalah ilmu berkaitan dengan ibadah. Jika terjadi kerancuan pemikiran maka mengkounter permikiran tersebut adalah termasuk dalam bab ibadah. Kerancuan pemikiran yang disebabkan oleh masuknya anasir peradaban di luar Islam harus segera diluruskan di tengah-tengah umat. Dalam situasi perang pemikiran (gazwul fikr) seperti ini Islam sebagai agama yang shâlih likulli zaman wa makân telah memiliki mekanisme tersendiri untuk merespon. Hal utama yang harus dilakukan adalah menanamkan kesadaran di kalangan umat Islam dan sekaligus menunjukkan bukti-bukti ilmiah bahwa paham-paham dari peradaban Barat yaitu liberalisme, yang saat ini sedang melanda dunia Islam tidak sesuai dan bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Hal ini tentu menjadi pekerjaan yang berat, namun harus terus dilakukan. Selain itu, dalam rangka menyelamatkn generasi, Islam memiliki sistem penjagaan agar anak-anak tak ikut arus liberalisasi. Mulai dari penjagaan orang tua, masyarakat, hingga negara. Namun, karena saat ini kaum muslim hidup dalam sebuah sistem yang menjadi tempat tumbuh suburnya liberalisme maka hal penting yang dilakukan adalah pendidikan di keluarga oleh orangtua. Orangtua memiliki kewajiban mendidik anak dengan kata lain membentengi anak dengan iman tan taqwa. Dengan demikian orangtua juga memiliki kewajiban untuk memiliki kecukupan ilmu dalam mendidik anak. Dalam memberikan warisan bagi anak, tak ada yang lebih baik selain pendidikan. Dengan pendidikan yang benar, orang tua dapat menuntun anak memahami benar dan salah. Namun ketika pendidikan yang diberikan itu salah, justru orang tua yang akan menjerumuskan anak-anaknya ke api jahanam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi Saw bersabda, “Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik” (HR Al Hakim: 7679).Menjadi orang tua yang mampu mendidik anaknya hingga saleh dan salihah memiliki keuntungan sendiri. Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya” (HR Muslim: 1631).Penjagaan terhadap generasi akan lebih sempurna lagi jika dilakukan juga oleh masyarakat dan negara. Masyarakat akan melakukan control sosial serta aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, sementara negara akan menjaga masyarakat dari arus ideologi selain Islam yang merusak pemahaman Islam masyarakat. Penjagaan ini tentu masih belum bisa dirasakan. Oleh karena itu membetuk kesadaran umat Islam bahwa ketiganya adalah sebagai benteng kaum muslim dari gempuran liberalisme menjadi hal paling urgent yang harus dilakukan.
COMMENTS