Infrastruktur Untuk siapa?
Dilansir dari iNews.id (2/10/2020), Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) dengan kapasitas 2×800 mega watt (1.600 MW) akan tersedia untuk kebutuhan industri di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Kepastian ini setelah ditandatanganinya Surat Keputusan (SK) Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Wilayah Usaha PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III KEK Sei Mangkei.RUPTL tersebut disahkan Edy Rahmayadi dalam SK Gubernur Sumut Nomor 188.44/454/KPTS/2020 tanggal 29 September 2020. PT Kinra sebagai anak Usaha PTPN III yang mengelola KEK Sei Mangkei menggandeng perusahaan Korea Selatan Hanlim Corporation dalam usaha penyediaan tenaga listrik ini.Demikian disampaikan Gubernur Sumatera Utara melalui Kadis Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumut Zubaidi, Kamis (1/10). Disebutkan, rencana pembangunan PLTGU ini merupakan investasi oleh Hanlim Corporation Co Ltd di Kabupaten Batubara, agar masalah kekurangan energi listrik untuk industrialisasi di Sumut bisa teratasi (Waspada.co.id, 2/10/2020).Pembangunan infrastruktur negeri ini sebenarnya untuk siapa?, Jika pembangunan adalah benar untuk rakyat, maka seharusnya rakyat bisa menikmatinya secara gratis. Tentu rakyat seharusnya tidak perlu terbebani untuk membayar berbagai pajak dan tarif. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) dilakukan untuk kepentingan industrialisasi/pengusaha dan investasi, bukan untuk kepentingan masyarakat.Tentu hal seperti ini sering kita temui, karena sejatinya inilah wajah asli sistem Kapitalis-Liberal. Dimana setiap kebijakan yang diambil cenderung menguntungkan para pengusaha dengan dalih investasi maupun memudahkan kegiatan ekonomi, namun membuntungkan rakyat.Bagaimana tidak, hilangnya status Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) sebagai fasilitas umum yang berganti menjadi jasa komersil membuat rakyat harus membayarnya dengan harga yang mahal. Hal ini dikarenakan pembangunannya dilakukan oleh para investor. Dengan begitu PLTGU bukan lagi menjadi fasilitas umum yang disediakan oleh negara.Padahal jelas kepemilikan terhadap sumber-sumber energi diberikan oleh sang Pencipta, Allah SWT sebagai kepemilikan umum. Meskipun dalam pembangunan maupun pengembangannya membutuhkan dana, setidaknya ketika negara yang melakukannya rakyat mampu menjangkau harganya. Namun hal semacam ini takkan mungkin kita temui dan dapatkan dalam sistem Kapitalis-Liberal. Karena di dalam sistem ini kepentingan ekonomi lebih memukau ketimbang kepentingan rakyat.PLTGU maupun infrastruktur lainnya sebenarnya dapat dibangun tanpa melibatkan para investor yang sejatinya merugikan rakyat maupun negara. Hal seperti ini hanya dapat kita rasakan dalam sistem Islam. Karena dalam sistem Islam, pengaturan kepemilikan dilakukan dengan benar dan jelas. SDA di negeri ini merupakan harta milik umum yang akan kembali pada pemiliknya, yaitu rakyat negeri ini dalam bentuk energi jadi atau layanan sebagai hasil energi yang berlebih, bukan dikuasai oleh investor maupun negara lain.Dalam sistem Islam, pembangunan infrastuktur adalah untuk memudahkan rakyatnya. Dilakukan sebagai bentuk ri’ayah (mengurus) urusan masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab pemimpin terhadap masyarakat yang dipimpinnya, bukan untuk tujuan komersil. Jikapun rakyat harus membayar, tentu rakyat hanya membayar biaya yang diperlukan untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur tersebut, yang tentunya dapat dijangkau oleh rakyat.[]Penulis : Meyly Andyny | Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UMSU
COMMENTS