Para pelajar justru diancam akan dipersulit dalam pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) jika dinilai melanggar hukum dalam demonstrasi
Oleh: Puput Hariyani, S.Si | Generasi PendidikPenolakan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU CIPTAKER) tak hanya datang dari para buruh. Bahkan ada mahasiswa juga para pelajar yang turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka dalam menolak omnibus law UU Ciptaker. Sikap tegas mereka terhadap UU CIPTAKER ini tentu sangat beralasan yakni karena sangat merugikan para pekerja, hingga berdampak pada seluruh elemen masyarakat luas.Adanya kedzaliman yang nyata mampu menggerakkan sisi kemanusian untuk bergerak menuntut hak dan membela rakyat negeri ini dari kungkungan penindasan kapitalisme. Namun, kepedulian dan keberpihakan mereka (generasi) tak lagi diamini oleh petinggi negeri ini.Para pelajar justru diancam akan dipersulit dalam pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) jika dinilai melanggar hukum dalam demonstrasi anti UU Cipta Kerja. Polisi mengklaim kebijakan itu untuk memberikan "efek jera" kepada para pelajar.Namun lagi-lagi mekanisme yang hendak diterapkan mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPAI) menilai justru mekanisme itu akan mengancam masa depan para pelajar. Komisioner KPAI Jasra Putra menyebut pencatatan di SKCK itu akan membuat para pelajar kesulitan bekerja di sektor formal yang mensyaratkan calon pejerjanya bersih dari catatan kriminal (BBC News Indonesia).Deputi KPAI, Nahar, menegaskan bahwa kebijakan yang ditempuh polisi "kurang tepat" dan justru menimbulkan stigma dan labelisasi pada anak. Dalam UU Perlindungan Anak pasal 59 ayat 2 menegaskan kita punya kewajiban untuk menghindari stigma dan pelabelan pada anak-anak. Pengekangan terhadap sikap kritis generasi juga nampak dalam Surat Edaran (SE) Nomor 1035/E/KM/2020 yang berisikan himbauan pembelajaran secara daring dan sosialisasi UU Ciptaker tertanggal 9 Oktober. Secara garis besar SE tersebut tertulis agar mahasiswa dan mahasiswi tidak turun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi (Jawapos.com).Meskipun dengan alasan karena adanya Covid-19 dan demi keselamatan jiwa mereka. Tak hanya demi alasan tersebut, larangan terhadap suara kritis mahasiswa hingga berbuntut ancaman pelajar disinyalir akan membatasi hak politik dalam menyuarakan aspirasi dan kritik terhadap berbagai kebijakan rezim.Di tengah kebijakan "Merdeka Belajar" nyatanya generasi belum merdeka dalam menyalurkan potensi besar dan melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan penguasa yang tidak sejalan dengan kehendak rakyat.Hakikat merdeka belajar tak lain dimaknai sebagai jalan tol bagi rezim untuk bebas atau merdeka dalam mengeksplore potensi generasi muslim dalam memuluskan kepentingan bisnis kapitalis melalui berbagai kebijakan yang lain dalam rangka mengekang mereka."Merdeka Belajar" adalah bukti nyata pembajakan potensi generasi dalam mengoptimalkan peran mereka sebagai agen perubahan, calon intelektual, aset bangsa, pemegang estafet perubahan, dan pemimpin masa depan tentunya.Di era kapitalisme-sekuler potensi generasi hanya diarahkan sebatas pada kepentingan bisnis. "Perselingkuhan" dunia pendidikan dengan industri memaksakan kehendak untuk memandulkan peran besar generasi. Potensi generasi yang seharusnya menentang kapitalisme dan menuntut perubahan hakiki justru diberangus. Akibatnya generasi menjadi apatis, pragmatis, study oriented, individualis, dan tidak lagi peduli dengan masalah umat. Dan itulah harapan kapitalisme agar pemakaiannya langgeng tanpa kendala.Berbeda jauh dengan kapitalisme. Islam justru menangkap potensi besar generasi dan mengoptimalkannya sebagai kekuatan dalam perjuangan politik Islam. Islam mendorong seluruh warga termasuk generasi untuk melakukan amar makruf nahi munkar atas setiap kepemimpinan sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar. Ketika dibaiat ia meminta seluruh warganya untuk membantu amanah kepemimpinan dengan melakukan kritik kepada penguasa. Karena itu Islam akan mengajarkan dan memahamkan generasi terkait dengan politik. Bahwa politik bukan sekedar tentang perebutan kekuasaan, tetapi lebih mengutamakan bagaimana melakukan riayah terhadap kepentingan rakyat. Membina mereka agar bisa melakukan peran politiknya berbasis ideologi Islam, memahami permasalahan bangsa dan merumuskan solusinya dengan merujuk pada Islam sehingga jauh dari sikap pragmatis apalagi anarkis seperti saat ini.Islam dan khilafah akan mengarahkan potensi generasi sesuai fitrah penciptaannya yakni untuk menghamba kepada Sang Khaliq dn memberi manfaat kepada umat. Tentu dengan menetapkan visi perjuangan untuk menegakkah Islam kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Wallahu 'alam bi ash-Showab.
COMMENTS