Puan Maharani Sumatera Barat Pancasila
[Catatan Hukum Kacaunya Penerapan Asas 'Equality Before The Law' Pelayanan Kepolisian Dalam Menerima Laporan dan/atau Aduan Masyarakat]Oleh : Ahmad Khozinudin, SH | Advokat Pejuang KhilafahPersamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law) adalah asas di mana setiap orang memiliki kedudukan hukum yang sama dan wajib tunduk pada hukum peradilan yang sama (proses hukum). Asas ini mewajibkan Negara tidak boleh memberikan layanan hukum yang berbeda terhadap rakyat, dengan memandang ras, suku, gender, kebangsaan, warna kulit, etnis, agama, difabel, atau karakteristik lain, tanpa hak istimewa, diskriminasi, atau bias.Dalam Pasal 7 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa :"Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun."Dalam Konstitusi Indonesia, Hal tersebut dijelaskan melalui Pasal 27 ayat (1) UUD 1946 yang menyatakan :”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.Persamaan hukum itu juga wajib hadir dalam layanan negara dalam bentuk pelayanan hukum khususnya melalui institusi Kepolisian. Karenanya, institusi kepolisian tidak boleh membeda-bedakan layanan terhadap Pelaporan dari unsur rakyat, dengan mempertimbangkan ras, suku, gender, kebangsaan, warna kulit, etnis, agama, difabel, atau karakteristik lain, tanpa hak istimewa, diskriminasi, atau bias.Kepolisian wajib menerima laporan dan/atau aduan masyarakat, yang sejatinya membantu kinerja kepolisian dalam menegakkan hukum dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), dijelaskan :"Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana."Ditegaskan lagi dalam Pasal 108 ayat (1) KUHAP berbunyi:"Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis".Laporan yang dibuat oleh Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) terhadap Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani, sejatinya adalah dalam konteks membantu kinerja kepolisian dalam menegakkan hukum dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Karena itu, sudah selayaknya menjadi kewajiban Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menerima laporan tersebut.Selanjutnya, penyidik memberikan Bukti tanda terima laporan, sebagai bagian dari rangkaian proses pidana guna mengungkap terangnya suatu peristiwa apakah terkategori tindak Pidana atau peristiwa biasa.Dalam ketentuan pasal 108 ayat ayat (6) KUHAP, disebutkan :"Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan."Kritik Perbedaan Sikap Penyidik PolriAda sikap paradoks yang dipertontonkan aparat kepolisian dalam memberikan layanan hukum kepada masyarakat. Pada kasus ujaran Puan Maharani yang diduga menghina Masyarakat Sumatera Barat (Minang), Kepolisian Mabes Polri menolak laporan yang dibuat oleh Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) dengan dalih tidak memenuhi unsur. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Penyidik dapat memberikan kesimpulan tidak memenuhi unsur pidana, padahal belum dilakukan serangkaian tindakan penyelidikan ?Dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP, disebutkan :“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”Artinya, penyidik baru dapat menyimpulkan tidak adanya unsur pidana setelah penyidik melakukan tindakan penyelidikan. Setelah proses penyelidikan, akan dapat ditentukan hasil sebagai berikut :Pertama,tindakan penyelidikan tidak menemukan adanya peristiwa pidana sehingga demi hukum tindakan penyelidikan wajib dihentikan.Kedua, tindakan penyelidikan berhasil menemukan adanya peristiwa pidana sehingga penyelidikan dapat ditingkatkan ke proses penyidikan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. (Pasal 1angka 2 KUHAP).Kembali pada kasus Pelaporan Puan Maharani, bagaimana mungkin Kepolisian bisa menolak laporan polisi berdalih tidak terpenuhi unsur, padahal belum dilakukan serangkaian tindakan penyelidikan ?Beda Puan Maharani beda Ismail Yusanto. Ismail Yusanto dilaporkan oleh orang yang mengklaim masyarakat Indonesia dirugikan, karena dakwah yang diemban Ismail Yusanto. Ismail Yusanto dituduh menyebar Kebencian dan Permusuhan berdasarkan SARA karena telah mendakwahkan ajaran Islam Khilafah.Kalau mau fair, semestinya laporan terhadap Ismail Yusanto ini tidak diterima oleh Penyidik. Sebab, klaim kerugian yang dialami masyarakat Indonesia atas dakwah yang dilakukan Ismail Yusanto sangat sumir, hanya asumsi bahkan bisa dikategorikan halusinasi. Hingga saat ini, tidak ada satupun kabar ada sejumlah masyarakat yang menjadi bagian dari masyarakat Indonesia mengaku dirugikan oleh dakwah yang diemban oleh Ismail Yusanto.Sementara Keluhan terhadap Puan Maharani begitu nyata. Segenap elemen dari masyarakat Minang, masyarakat Sumatera Barat telah menampakkan rasa ketidaknyamanan hingga ketersinggungan atas ujaran Puan Maharani yang meminta "Masyarakat Sumatera Barat agar mendukung Negara Pancasila".Aneh, penegakan hukum di negeri ini. Asas persamaan kedudukan dimuka hukum (Equality Before The Law) nampaknya tak berlaku, hukum hanya tajam kepada oposisi dan pengemban dakwah Islam, namun tumpul kepada rezim dan gerombolan pendukungnya. [].
COMMENTS