Sikap Dpr Mpr Pilkada covid-19
Salah satu kebanggaan DPR pasca reformasi adalah adanya penguatan hak kontrol DPR kepada eksekutif. Dengan penguatan hak ini, DPR diharapkan dapat mengontrol kinerja eksekutif.Tapi itu hanya jargon, dalam banyak kasus saat ini DPR hanyalah menjadi 'Stempel Politik' bagi eksekutif. Terbukti, banyak Perppu ngawur yang diterbitkan Presiden selaku eksekutif, sejak Perppu Ormas hingga Perppu Covid-19, semuanya di sahkan DPR. Padahal, mayoritas rakyat menolak Perppu tersebut.Kini, saat mayoritas rakyat yang diwakili NU dan Muhammadiyah meminta menunda Pilkada hingga pandemi berakhir, DPR malah sebaliknya. DPR ikut menjadi 'Stempel Politik' menyetujui Pilkada jalan terus, meski dengan resiko rakyat terinfeksi virus Corona secara massal.DPR tak lagi menjadi wakil rakyat yang mengontrol kinerja pemerintah. DPR benar benar menjadi petugas partai, yang mengaminkan apapun perintah partai meski bertentangan dengan rakyat yang memilihnya.Tidak ada satupun anggota DPR atau partai politik yang menyuarakan penundaan Pilkada. Itu artinya, seluruh anggota DPR dan partai politik adalah bagian dari oligarki kekuasaan. Pikiran mereka, hanya disesaki syahwat kekuasaan, tak ada pikiran untuk menyelamatkan nyawa rakyat.Keputusan Pilkada lanjut, disebut Presiden telah disetujui DPR dan partai politik. Lantas, apa kerja DPR dan partai selama ini ? Benarkah mereka memperjuangkan nasib rakyat ? Benarkah mereka wakil rakyat ?Dalam konteks Pilkada ditengah pandemi ini saya tidak hanya mengkritik PDIP. Meskipun, PDIP terlihat yang paling ngotot menuntut Pilkada jalan terus.Namun, sikap diamnya partai politik lainnya, menunjukkan mereka juga kebelet kekuasaan, emoh jika Pilkada ditunda. Mereka lebih rela kehilangan nyawa rakyat, ketimbang kehilangan kekuasaan di daerah. Lantas jika relasi hubungan DPR-Partai dengan rakyat sudah tak lagi mencerminkan keterwakilan, apakah hubungan ini dapat dipertahankan ? Apakah, rakyat perlu untuk mengikuti seruan DPR dan partai politik atau justru ikut seruan Muhammadiyah dan NU ?Jelas, Muhammadiyah dan NU lebih mewakili aspirasi rakyat yang ingin selamat nyawanya dengan menunda Pilkada ketimbang DPR dan parpol yang ngotot Pilkada. DPR dan partai tak memiliki empati dan sensitivitas terhadap pikiran dan perasaan yang menggelayuti benak rakyat.DPR dan Parpol pikiran dan perasaannya hanya dipenuhi syahwat kekuasaan. Mereka, lebih memilih singgasana kekuasaan yang dibangun di atas tengkorak rakyat, ketimbang menunda hasrat libido politiknya.Ya Alloh Ya Rabb, akan menjadi apa umat ini ? Apakah umat ini akan dimangsa serigala, setelah remuk dicabik-cabik oleh taring buaya ? []. Oleh : Ahmad Khozinudin | Sastrawan Politik
COMMENTS