moderasi demokrasi
Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)
Moderasi bukan solusi tetapi lebih mirip usaha sekularisasi. Moderasi hanya menyempitkan usaha para Da'i, Muballigh, atau Ulama untuk melakukan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Moderasi untuk mendapatkan sertifikat penceramah tentunya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat yang membuat para penyeru kebenaran Islam semakin mundur ke belakang karena dibatasi.
Bukankah para Da'i, Muballigh dan Ulama harus vokal menyampaikan kebenaran. Pada saat kehidupan semakin jahiliyah didukung oleh sistem demokrasi.
Kalau dulu zaman jahiliyah, perzinahan dilakukan secara offline. Sekarang dengan kemajuan iptek dan adanya dukungan kebebasan ala demokrasi, perzinahan pun dipermudah secara offline mau pun online.
Ada beragam video porno, pemerkosaan, pelecehan seksual dan pornoaksi. Bahkan lokalisasi pun banyak yang dilegalkan atas nama devisa.
Kalau dulu bayi perempuan dikubur hidup-hidup, sekarang pergaulan bebas merajalela. Begitu ada yang hamil, aborsi pun bertindak. Ada 2 juta kasus aborsi per tahun di Indonesia (lihat Www.solopos.com,17/2/2020).
Selain itu pesta g4y pun sempat dilakukan beberapa kali di Indonesia. Penikmat miras juga semakin menggila. Sempat viral sebuah video youtube beberapa pemuda mabuk yang meminumkan miras seorang anak berusia sekitar 5 tahun.
Anak itu pusing kemudian berjalan sempoyongan dan rubuh ke tanah. Para pemabuk itu tertawa terbahak-bahak. Sebuah kebejatan moral yang subur dalam sistem warisan Barat ini.
Korupsi pun menggunung. Belum kelar korupsi BLBI Rp.6.000 T dituntaskan kasusnya, beragam jenis korupsi baru hingga detik ini terus bermunculan. Pengadilan pun kepayahan menghadapi kasus-kasus kriminal baru yang terjadi setiap hari. Lapas pun penuh melebihi kapasitas standarnya.
Dalam kondisi yang seperti ini, adanya para Da'i, Muballigh dan Ulama yang menyeru Amar Ma'ruf Nahi Mungkar harusnya diapresiasi, didukung dan difasilitasi.
Bukannya dicurigai menyebarkan radikalisme. Para Ulama ini sudah on the track. Mereka menyerukan Islam sebagai solusi.
Sebagaimana dulu Islam disebarkan Rasulullah SAW untuk membumihanguskan sistem jahiliyah yang ada. Pemyembahan berhala, perzinahan, pencurian, khamr dan lain-lain berhasil dihilangkan oleh Islam.
Keberhasilan Rasulullah SAW dan para Khalifah sesudahnya memberantas kejahiliyahan ini karena didukung oleh sistem Islam yang seratus persen berlawanan dengan sistem jahiliyah. Para Ulama yang hidup pada era Khilafah berani menyeru Amar Ma'ruf Nahi Mungkar karena panggilan keimanan dan didukung oleh sistem hukum dan pemerintahan yang kuat.
Ulama tidak dicurigai dan malah didukung oleh Mahkamah Mazhalim. Setiap ada upaya kriminalisasi dan perebutan hak-hak rakyat, maka pejabat negara yang bersangkutan akan diadukan ke Mahkamah Mazhalim.
Kalau pun ada Ulama yang dipersekusi bahkan dibunuh pada zaman Khilafah itu hanya lah fragmen kecil. Tidak sebanding dengan banyaknya Ulama yang dihormati oleh para Khalifah. Sheikh Aaq Syamsuddin salahsatu Contoh Ulama yang dihormati dan berhasil melatih Sultan Muhammad Al Fatih sebagai penakluk Konstantinopel.
Bedakan dengan sikap para penguasa pada era demokrasi yang selalu mencari celah untuk mengkriminalisasin para Ulama yang hanif. Jadi moderasi penceramah sebenarnya tidak tepat dan kontraproduktif.
Sebaiknya para penceramah tidak usah dibatasi selama masih sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasul SAW. Akan lebih baik lagi jika sistem warisan Yunani (demokrasi) dibubarkan saja karena menjadi penghambat bagi Ulama untuk menghancurkan segala macam kejahiliyahan yang menimpa sebagian Kaum Muslimin.
Dengan adanya Sistem Islam, pemimpin dan masyarakat akan bebas dari perbuatan maksiat. Sehingga berbagai macam tindakan yang merugikan umat bisa dihapuskan dan Allah SWT akan ridha dan menurunkan pertolongannya. []
Bumi Allah SWT, 9 September 2020
#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
COMMENTS