Demokrasi melahirkan pemimpin bobrok
"Pemimpin adalah orang yang mengemban tanggung jawab. Ia mengatakan, 'Saya kalah'. Ia tidak mengatakan, 'Anak buahku kalah'." - Antonio De Saint-ExuperyBegitulah pemimpin, mereka adalah orang-orang yang siap mengemban tanggung jawab besar. Baik tanggung jawab di dunia maupun tanggung jawab di akhirat. Bagi seorang muslim, jadi pemimpin itu tak mudah. Bukan sekadar "saya siap jadi pemimpin". Tapi harus bisa menerima tugas utama seorang pemimpin. Ibarat penggembala, pemimpin akan ditugasi menjaga gembalanya. Ia pun akan ditanya manakala ada gembalanya yang sakit, mati, atau hilang. Ia harus merawatnya dengan mencukupi segala kebutuhannya. Baik sandang, pangan atau papannya. Itulah pemimpin, yang siap bertanggung jawab atas setiap amanahnya. Pemimpin saling tikungNyatanya pengandaian penggembala tak cocok bagi kondisi saat ini. Banyak pemimpin yang tak memahami bagaimana kewajiban dan tanggung jawabnya. Sering kita sebagai orang biasa melihat, orang-orang yang menduduki jajaran kepemimpinan justru bermain-main. Mereka saling menyalahkan, saling menjatuhkan, mengolok-ngolok bahkan tak jarang yang bertengkar. Apa yang kita lihat dalam kondisi ini sangat memprihatinkan. Sebut saja masalah pertamina yang baru terjadi beberapa waktu lalu. Komisaris utama PT Pertamina yang biasa dipanggil Ahok blak-blakan membuka aib Pertamina. Ternyata selama ini ada praktek-praktek kurang pas yang dikerjakan oknum-oknum. Ahok bercerita di Pertamina sering terjadi lobi-lobi terhadap menteri. Selain itu juga suka ngutang, demi prestis untuk mengakuisisi ladang minyak. Bukan untuk meningkatkan pengelolaan ladang lama. Bahkan juga ada praktek ketidak adilan dalam memberikan gaji. Sudah tak menjabat, masih digaji sebagaimana masih menjabat. Mendengar hal itu, ternyata banyak pihak yang justru tak menyukai tingkah Ahok. Seperti Menteri BUMN, Erick Thohir yang akhirnya angkat bicara. Erick telah menyangkal terjadi lobi-lobi seperti yang diceritakan Ahok. (wartaekonomi.co.id, 23/9/20) Begitu pula teman Ahok, Pengusaha Mardigu Wowiek alias Bossman Sontoloyo, ia memberikan nasihat. Menurutnya pandangan Ahok memang bagus. Tapi untuk komunikasinya kurang pas. Kalau caranya kurang bagus bisa diamuk orang. (wartaekonomi.co.id, 22/9/20) Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno pun angkat bicara. Menurut Adi cara Ahok dengan membuka aib perusahaan ini justru bagaikan menelanjangi diri sendiri. Membuka aib sendiri sebagai Komut ke khalayak umum. Seharusnya masalah seperti ini diselesaikan secara internal. Senada dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, menyelesaikan aib perusahaan harusnya secara internal. Bukan mengumbar borok perusahaan hingga diketahui khalayak umum. Mekanisme penyelesaian yang benar pasti sudah ada. (wartaekonomi.co.id, 21/9/20) Bukan pemimpin dambaanMasih ada tokoh lainnya yang mengungkapkan kekecewaan dengan cara Ahok membuka borok perusahaan. Sangat disayangkan, antara satu pimpinan dengan yang lainnya terjadi ketidaksepakatan pandangan. Dan malah terekspos ke luar. Hal ini akan membuat masyarakat menjadi bingung. Siapakah pemimpin yang sejatinya berpihak 100% untuk rakyat? Atau bahkan kini rakyat menjadi apatis. Setelah mengetahui kemampuan para pemimpinnya. Yang suka senggol sana senggol sini. Justru malah tambah "eneg". Mereka tak lagi peduli siapapun yang memimpin. Karena dapat dipastikan sama saja. Para pemimpin itu akan mendahulukan kepentingannya, atau saling menjatuhkan. Bagi rakyat yang penting bisa makan sudah cukup. Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, tak menutup kemungkinan kepemimpinan yang dipercaya akan kehilangan arah. Rakyat pun juga tak peduli lagi dengan tingkah pemimpinnya. Karena para pemimpin itu tak lagi memperlihatkan nasib rakyatnya. Pemimpin seperti ini hanya lahir dari sistem kepemimpinan yang buruk. Sistem yang secara otomatis membentuk para pemimpin menjadi pragmatis, egois, materialistis, bahkan apatis. Demi kedudukan dan kepentingan, mereka rela melakukan berbagai cara. Saling menjatuhkan, bahkan tidak ada kepercayaan antara satu dengan lainnya. Inilah sistem sekuler kapitalis. Sebuah sistem yang menuhankan akal. Yang menjadikannya patokan. Dan mendasarkan material sebagai tujuannya. Jadi, jika aturannya saja melahirkan cara pandang kepentingan (kebahagiaan dunia), bagaimana kondisi orang yang memimpin dengan memakai sistem ini? Mereka tak lagi melihat agama sebagai patokan. "Sak enak udele dewe". Atau semaunya sendiri, orang jawa bilang. Sehingga wajar saja tak ada keberkahan. Justru masalah yang terus bertambah. Walhasil tingkat kepercayaan rakyat pun terjun ke bawah. Merindukan pemimpin idamanBagi rakyat, pemimpin idaman adalah mereka yang selalu memperhatikan nasibnya. Tidak membuat rakyat tambah sengsara. Pemimpin yang benar-benar memenuhi kebutuhan rakyatnya. Yang amanah. Dan bertanggung jawab. Pemimpin seperti ini hanya akan lahir dari sistem yang baik. Pemimpin yang memiliki keimanan yang kuat. Mereka memiliki sikap amanah. Dan takut akan pertanggungjawaban di akhirat. Itulah pemimpin Islam. Mereka adalah pemimpin yang menaati Allah dan Rasulnya. Yang menjalankan amanah sesuai dengan tuntunan Alquran dan SunahNya. Sebagaimana firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan RasulNya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa[4]: 59)"Sungguh manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya dengan-Nya adalah pemimpin yang adil." (HR. Tirmidzi) Itulah pemimpin idaman. Dengan dorongan iman mereka akan melakukan tugasnya. Mengurusi urusan rakyat. Bersandar pada dua kalimat syahadat. Demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Merekalah pemimpin kecintaan umat. “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; yang mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka.” (HR Muslim).Wallahu'alam bishowab. Oleh Asy Syifa Ummu Sidiq
COMMENTS