logo HUT RI ke-75 menyerupai salib
Logo ulang tahun ke-75 Republik Indonesia ramai diperbincangkan di media sosial. Banyak yang menganggap satu logo HUT RI ke-75 menyerupai salib.
Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya turut menanggapi soal anggapan logo HUT RI ke 75 menyerupai salib tersebut. Menurut Yunarto Wijaya malahan bukan hanya menyerupai salib, tapi juga bendera negara lain.
Protes terhadap logo ulang tahun Republik Indonesia ke -75 salah satunya dilayangkan oleh Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS). (tribunnewsbogor.com,10/8/2020)
Sekretaris Kemensetneg Setya Utama mengklarifikasi hal tersebut. Beliau menyampaikan bahwa logo itu telah sesuai dengan pedoman visual penggunaan logo peringatan HUT ke-75.
Dalam pedoman tersebut menjelaskan bahwa logo yang disebut menyerupai simbol salib itu adalah 'supergraphic'.
Supergraphic terdiri dari 10 elemen yang diambil dari dekonstruksi logo 75 tahun yang dipecah menjadi 10 bagian.
Untuk pengaplikasiannya, supergraphic ini disebut cukup fleksibel karena bersifat abstrak yang merupakan rakitan dari 10 pecahan yang menjadi satu kesatuan bentuk.
Artinya dalam pemasangan logo supergraphic, dapat disusun 10 pecahan itu sesuai model yang diinginkan.
Logo ini kemudian dapat dipasang di foto, banner, media sosial, maupun spanduk ucapan peringatan kemerdekaan ke-75 RI. (CNN Indonesia, 10/8/2020)
Apapun bentuk klarifikasinya. Masyarakat sudah terlanjut melihat secara kasat mata bahwa logo tersebut lebih menyerupai simbol suatu agama.
Simbol Tak Selalu Bermakna Netral
Dalam Islam kita memahami bahwa setiap peradaban memilihi hadharah dan madaniya.
Hadharah adalah segala macam pemikiran yang bersumber dari suatu keyakinan dan konsep hidup tertentu. Semisal hadharah barat dengan segala konsep kebebasan. Atau hadharah Islam dengan segala pemikran dan khasanah tsaqofahnya. Baik ilmu fiqih, tarikh, Siroh, tafsir dan lain sebagainya.
Sedangkan Madani adalah segala macam benda yang dihasilkan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan nalurinya.
Madani masih terbagi menjadi dua. Pertama, yaitu madani yang bersifat umum. Artinya barang-barang yang tidak terpengaruh hadharah selain Islam. Semisal, sapu, motor, mobil, gadget, kulkas, tv, kipas angin dan lain sebagainya. Sehingga semua umat Islam bebas menggunakannya.
Kedua, madani yang bersifat khas. Artinya barang yang bersifat khusus memiliki pemahaman dan keyakinan selain dari al-Khaliq. Semisal simbol keagamaan seperti salib, bangunan pure, gambar gereja, lukisan porno dan lain sebagainya. Sehingga dalam hal ini umat Islam haram menggunakannya. Karena bertentangan dengan keyakinan dan aqidah Islam.
Rosulullah SAW bersabda;
" Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Maka, dalam hal simbol perayaan HUT RI ke -75 jika menyerupai simbol suatu agama haruslah ditolak. Berarti terkategori Madani yang bermakna khusus. Sedangkan pihak pemerintah harus menggantinya dengan gambar atau simbol yang bersifat umum. Karena setiap simbol yang menyerupai suatu keyakinan tertentu bermakna khusus bukan bersifat netral lagi. Selain itu hal tersebut akan mencederai konsep lakum dinukum waliyadin. Bagimu, agamamu dan bagiku, agamaku. Wallahu a'lam bi ash-showab.[]
Oleh: Najah Ummu Salamah | Forum Peduli Generasi dan Peradaban
Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya turut menanggapi soal anggapan logo HUT RI ke 75 menyerupai salib tersebut. Menurut Yunarto Wijaya malahan bukan hanya menyerupai salib, tapi juga bendera negara lain.
Protes terhadap logo ulang tahun Republik Indonesia ke -75 salah satunya dilayangkan oleh Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS). (tribunnewsbogor.com,10/8/2020)
Sekretaris Kemensetneg Setya Utama mengklarifikasi hal tersebut. Beliau menyampaikan bahwa logo itu telah sesuai dengan pedoman visual penggunaan logo peringatan HUT ke-75.
Dalam pedoman tersebut menjelaskan bahwa logo yang disebut menyerupai simbol salib itu adalah 'supergraphic'.
Supergraphic terdiri dari 10 elemen yang diambil dari dekonstruksi logo 75 tahun yang dipecah menjadi 10 bagian.
Untuk pengaplikasiannya, supergraphic ini disebut cukup fleksibel karena bersifat abstrak yang merupakan rakitan dari 10 pecahan yang menjadi satu kesatuan bentuk.
Artinya dalam pemasangan logo supergraphic, dapat disusun 10 pecahan itu sesuai model yang diinginkan.
Logo ini kemudian dapat dipasang di foto, banner, media sosial, maupun spanduk ucapan peringatan kemerdekaan ke-75 RI. (CNN Indonesia, 10/8/2020)
Apapun bentuk klarifikasinya. Masyarakat sudah terlanjut melihat secara kasat mata bahwa logo tersebut lebih menyerupai simbol suatu agama.
Simbol Tak Selalu Bermakna Netral
Dalam Islam kita memahami bahwa setiap peradaban memilihi hadharah dan madaniya.
Hadharah adalah segala macam pemikiran yang bersumber dari suatu keyakinan dan konsep hidup tertentu. Semisal hadharah barat dengan segala konsep kebebasan. Atau hadharah Islam dengan segala pemikran dan khasanah tsaqofahnya. Baik ilmu fiqih, tarikh, Siroh, tafsir dan lain sebagainya.
Sedangkan Madani adalah segala macam benda yang dihasilkan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan nalurinya.
Madani masih terbagi menjadi dua. Pertama, yaitu madani yang bersifat umum. Artinya barang-barang yang tidak terpengaruh hadharah selain Islam. Semisal, sapu, motor, mobil, gadget, kulkas, tv, kipas angin dan lain sebagainya. Sehingga semua umat Islam bebas menggunakannya.
Kedua, madani yang bersifat khas. Artinya barang yang bersifat khusus memiliki pemahaman dan keyakinan selain dari al-Khaliq. Semisal simbol keagamaan seperti salib, bangunan pure, gambar gereja, lukisan porno dan lain sebagainya. Sehingga dalam hal ini umat Islam haram menggunakannya. Karena bertentangan dengan keyakinan dan aqidah Islam.
Rosulullah SAW bersabda;
" Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Maka, dalam hal simbol perayaan HUT RI ke -75 jika menyerupai simbol suatu agama haruslah ditolak. Berarti terkategori Madani yang bermakna khusus. Sedangkan pihak pemerintah harus menggantinya dengan gambar atau simbol yang bersifat umum. Karena setiap simbol yang menyerupai suatu keyakinan tertentu bermakna khusus bukan bersifat netral lagi. Selain itu hal tersebut akan mencederai konsep lakum dinukum waliyadin. Bagimu, agamamu dan bagiku, agamaku. Wallahu a'lam bi ash-showab.[]
Oleh: Najah Ummu Salamah | Forum Peduli Generasi dan Peradaban
COMMENTS